Kholid bin Walid
seri siroh shohabah 1
Khalid bin al-Walid, diberi gelar oleh Nabi SAW Saifu-Llah al-Maslul
(Pedang Allah yang terhunus). Nabi pun mendoakannya, agar senantiasa
diberikan kemenangan dalam setiap peperangan. Saat Perang Mu’tah, ketika
itu Nabi menunjuk Usamah bin Zaid, sebagai panglima. Jika dia gugur,
maka ‘Abdullah bin Rawwahah yang menggantikannya. Jika dia gugur, maka
Ja’far bin Abi Thalib, yang menggantikannya. Begitulah akhirnya
peperangan Mu’tah itu terjadi.
Akhirnya, ketiga panglima yang ditunjuk oleh Nabi pun satu per satu gugur sebagai syuhada’ saat
Perang Mu’tah, namun perang belum usai, Khalid bin al-Walid tampil
mengambil komando pasukan. Allah pun membuktikan mukjizat Nabi SAW. Doa
Nabi untuk kemenangan Khalid pun, dengan izin dan pertolongan Allah,
terbukti. Hingga sepanjang hayatnya, tidak kurang dari 100 peperangan
dia lalui. Dan, tidak ada satu pun bagian tubuhnya yang tidak terkena
sabetan pedang, tusukan panah dan tombak. Itulah Khalid.
Ketika Abu Bakar as-Shiddiq menjadi Khalifah, Khalid pun ditugaskan
menumpas pemberontakan orang-orang murtad. Selesai dari tugas ini,
Khalid pun ditugaskan oleh Abu Bakar untuk berangkat ke Irak,
menaklukkan wilayah itu. Pada saat yang sama, Abu ‘Ubaidah al-Jarrah,
Syarahbil bin Hasanah, Yazid bin Abu Sufyan dan ‘Amru bin al-‘Ash
ditugaskan oleh Abu Bakar untuk menaklukkan Syam. Panglima tertinggi
dari keempat kelompok pasukan ini adalah Abu ‘Ubaidah al-Jarrah.
Namun, pasukan ini tidak berhasil menembus pertahanan tentara Romawi.
Mereka hanya sampai di Sungai Yarmuk, yang berbatasan dengan Yordania
dan Suriah. Dalam waktu yang lama, mereka tertahan di sini. Padahal, di
antara pasukan mereka ada 100 veteran Perang Badar, yang kedudukannya di
sisi Allah dan Rasul-Nya sangat tinggi. Justru ini yang menjadi
pertanyaan besar Khalifah Abu Bakar. Maka, Abu Bakar pun menulis surat
kepada Khalid, yang saat itu telah berhasil membebaskan Irak, agar
segera berangkat ke Yarmuk.
Hanya dalam waktu lima hari, Khalid dan pasukannya pun sampai ke
Yarmuk. Mereka tidak beristirahat, dan tidak melalui jalan yang biasa
dilalui oleh orang. Sebelum sampai di sana, Khalid menulis surat kepada
Abu ‘Ubaidah, tentang pemberhentian Abu ‘Ubaidah oleh Abu Bakar, dan
pengangkatan Khalid untuk menggantikannya. Abu ‘Ubaidah tidak marah, dan
menerima keputusan ini dengan lapang dada. Maka, tampuk komando
tertinggi pasukan Islam di Yarmuk pun di tangan Khalid.
Perang Yarmuk yang dahsyat itu pun meletus pada tahun 13 H. Di saat
perang sedang berkecamuk, dan Khalid tengah mengatur pasukan dan
strategi perang, tiba-tiba utusan ‘Umar bin al-Khatthab, yang baru saja
diangkat menjadi Khalifah, menggantikan Abu Bakar, datang menghadap Abu
‘Ubaidah. Utusan itu menyampaikan surat pemberhentian Khalid, dan
pengangkatan Abu ‘Ubaidah sebagai panglima tertinggi di Yarmuk. Namun,
dalam situasi seperti itu, Abu ‘Ubaidah tidak langsung menyampaikan
keputusan tersebut kepada Khalid, hingga Perang Yarmuk berakhir, dan
kemenangan di pihak kaum Muslim.
Begitu perang usai, keputusan itu pun disampaikan oleh Abu ‘Ubaidah kepada Khalid. “Mengapa Anda tidak menyampaikan keputusan itu, begitu sampai kepada Anda?” tanya Khalid kepada Abu ‘Ubaidah. “Saya
tidak ingin mengganggu kosentrasi Anda dalam memimpin serangan. Lagi
pula, kita bersaudara (sesama Muslim). Apa salahnya, jika saudara
dipimpin oleh saudaranya sendiri.” Khalid tidak marah. Meski
jasanya dalam Perang Yarmuk begitu luar biasa. Setelah Perang Yarmuk,
Khalid diperintahkan oleh Abu ‘Ubaidah untuk menerobos benteng Damaskus,
yang tingginya mencapai 6 m, tebal 3 m, dikelilingi parit yang dialiri
air selebar 3 m.
Selama 4 bulan, ada yang mengatakan sampai 6 bulan, pasukan ini
mengepung benteng Damaskus. Hingga akhirnya, Allah pun membuktikan
kembali mukjizat Nabi, kemenangan di tangan Khalid. Dengan segala
prestasinya itu, membuat kawan dan lawan menaruh hormat
setinggi-tingginya kepada Khalid. Inilah yang Ibn Qais memberikan
sanjungan yang begitu tinggi kepada Khalid. Merasa tersanjung dengan
pujiannya, Khalid pun memberikan hadiah kepadanya. Ada yang mengatakan,
500 Dinar, ada yang mengatakan 5000 Dinar, dan 10,000 Dinar.
Bagi Khalid, apa yang dilakukannya tidak salah, karena Rasul pun pernah memberikan hadiah Burdah
(surban hijau) Nabi SAW kepada Ka’ab bin Zuhairi, karena sanjungannya
kepada Nabi. Namun, 500 Dinar, 5000 Dinar atau 10,000 Dinar yang
dihadiahkan Khalid dinilai oleh ‘Umar tidak pantas diberikan kepada
seorang penyair. “Dari mana dia mendapatkan uang sebanyak itu?” tanya ‘Umar. Khalid pun diadili. Di depan Abu ‘Ubaidah dan ‘Umar, Khalid menegaskan, bahwa harta itu adalah bagian ghanimah-nya.
‘Umar yang dikenal zuhud dan wara’ itu pun
khawatir, jika ada pejabatnya yang melakukan tindakan yang tidak patut,
baik sebagai pribadi maupun pejabat negara. Dia khawatir, bagaimana
kelak akan memberikan pertanggungjawaban di hadapan Allah. Dalam riwayat
yang lain dituturkan, bahwa ‘Umar memecat Khalid bin al-Walid karena
khawatir dikultuskan, “Saya tidak memecat Khalid bin al-Walid karena benci atau pengkhianatannya. Tetapi,
karena semua orang sudah terpesona, saya khawatir orang hanya percaya
kepadanya dan hanya akan berkorban untuknya. Maka saya ingin mereka tahu, bahwa Allah Maha Pencipta dan supaya mereka tidak menjadi sasaran fitnah.”
Namun, ‘Umar baru menyadari kekeliruannya tentang Khalid, saat Khalid
telah menghadap kepada Allah. Khalid tidak meninggalkan harta sedikit
pun. Khalid ternyata miskin. ‘Umar pun menyesal atas tindakannya kepada
Khalid. “Kenapa Anda memecat dia, saat itu?” tanya ‘Ali kepada ‘Umar. “Iya, saya menyesal. Karena saya tidak tahu kondisi dia yang sesungguhnya.” Begitulah keikhlasan Khalid bin al-Walid, dan begitulah kezuhudan dan kewara’an ‘Umar bin al-Khatthab.
Saat menjelang ajalnya tahun 21 H, Khalid berkata kepada Abu Darda ra, “Wahai Abu Darda', bila kelak ‘Umar al-Khattab ra wafat kelak, akan melihat sesuatu yang kamu benci terjadi.” Sambil mengelap air matanya, ia berkata lagi,
“Aku memang merasa sedikit kecewa dengannya dalam bebarapa hal, tetapi
setelah aku pikir di saat aku sakit ini, aku menyadari, bahwa ‘Umar
melakukannya dengan ikhlas dan hanya mengharapkan rahmat Allah dari
setiap tindakannya.” Roni R/HAR dari berbagai sumber
diambil dari: http://www.khoiruummah.sch.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar