Selasa, 17 Juni 2014

doa dapat pemimpin yang terbaik






Yang peduli Indonesia mohon mengamalkan do'a di bawah ini hingga hari pilpres. Dibaca setelah sholat fardlu

اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ ۖ بِيَدِكَ الْخَيْرُ ۖ إِنَّكَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
اللهم أصلح من في صلاحه صلاح المسلمين.
وأهلك من في هلاكه صلاح المسلمين.
برحمتك يا أرحم الراحمين
٣x

Allohumma maalikal- mulki tu'til mulka man tasyaau wa tanzi'ul mulka mimman tasyaau wa tu'izzu man tasyaau wa tudzillu man tasyaau biyadikal khoiir innaka 'alaa kulli syaiin qodiir,

Allohumma ashlih man fii sholaahihii sholaahul muslimiin,
wa ahlik man fii halaakihii sholaahul muslimiin,birohmatika yaa Arhamar Rohimiin (3×)

Artinya: Ya Allah… Raja dari segala raja, Yang memberi kekuasaan pada siapa saja yang dikehendaki, dan mencaput kekuasaan pada siapa saja Yang dikehendaki. Yang memuliakan siapa saja Yang dikehendaki, dan menghinakan siapa saja Yang dikehendaki. Dikekuasaan-Mu lah segala kebaikan, sesungguhnya Engkau kuasa atas segala sesuatunya.

Ya Allah… perbaikilah orang yang berbuat baik untuk kebaikan kaum muslimin… dan hancurkanlah orang yang berbuat kehancuran untuk menghancurkan kaum muslimin, dengan rahmat-Mu wahai Dzat Yang Maha Pengasih.

Ijazah tersebut dari guru kami Abina KH. M. Ihya' Ulumiddin. Melalui wirid tersebut mudah-mudahan Indonesia diberi pimpinan terbaik.

1. Masing-masing warga negara memiliki hak dan pilihan. Sebaiknya gunakan hak dan pilihan sesuai kemantapan hati.

2. Hormati pilihan orang lain. Tak perlu merendahkan pilihan temen, dan sahabat yang berbeda dengan pilihan kita.

3. Sebaiknya tidak mudah terprovokasi melakukan anarkisme, dan tindakkan serupa yang menyebabkan pihak asing berkesempatan mengadu domba kita.

4. Tetapkan musuh utama kita adalah penjajahan asing.

5. Sampaikan ke masyarakat kebaikan masing-masing capres. Biarkan masyarakat menentukan pilihan atas kebaikan tersebut.

6. Menjaga kyai, ulama' dan tokoh masyarakat agar tidak terseret pada permainan negatif para angkara murka.

7. Kesuksesan pilpres adalah Indonesia Damai

sumber: http://www.kabarpujon.blogspot.com/2014/06/doa-untuk-indonesia-agar-diberi.html
 

Minggu, 01 Juni 2014

Madza fi Sya’ban: Apakah pada malam ini Ajal ditulis?

seri 17 (tamat)

bulansyaban

Allah subhanahu wata’alaa berfirman:
إِنَّا أَنْـزَلْنَاهُ فِى لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُـنَّا مُنْذِرِيْنَ . فِيْهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْـرٍ حَكِيْمٍ
 “Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan . Pada malam itu dibedakan (dijelaskan) segala urusan yang penuh hikmah,”QS Ad Dukhan:3-4.


Ikrimah dan para ahli tafsir lain berpendapat bahwa malam itu adalah malam Nishfu Sya’ban.

Terkait ini juga warid beberapa hadits dha’if yang sebagian lebih dha’if daripada yang lain. Di antaranya adalah;

1) Riwayat al Khathib (al Baghdadi) dalam at Tarikh dari jalur Amir bin Yasaf al Yamami dari Yahya bin  Abi Katsir dari Salamah dari Sayyidah Aisyah ra. Ia berkata:
[Rasulullah shallallahu alaihi wasallam selalu berpuasa dalam keseluruhan Sya’ban sehingga Beliau menyambungnya dengan Ramadhan. Dan Beliau tidak pernah berpuasa penuh dalam sebulan sempurna kecuali di bulan Sya’ban. Di bulan ini Beliau berpuasa dalam keseluruhannya. Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah Sya’ban yang paling engkau sukai untuk berpuasa di dalamnya?” Beliau bersabda:
نَعَمْ يَا عَائِشَةُ , إِنَّهُ لَيْسَ نَفْسٌ تَمُوْتُ فِى سَنَةٍ إِلاَّ كُتِبَ أَجَلُهَا فِى شَعْبَانَ وَأُحِبُّ أَنْ يُكْتَبَ أَجَلِي وَأَنَا فِى عِبَادَةِ رَبِّي وَعَمَلٍ صَالِحٍ
 “Ia, wahai Aisyah.sesungguhnya tiada jiwa yang meninggal dunia dalam setahun kecuali ditulis ajalnya pada bulan Sya’ban, dan aku suka jika ajalku ditulis dalam keadaan aku beribadah kepada Tuhanku dan melakukan amal shaleh”(HR Abu Ya’la)

2) Riwayat Imam Baihaqi dalam Kitab Ad Da’awaat al Kabiir. Dari Aisyah ra: [Sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wasallam bangun shalat di malam Nishfu Sya’ban dan Beliau bersabda:
فِى هَذِهِ اللَّيْلَةِ يُكْتَبُ كُلُّ مَوْلُوْدٍ وَهَالِكٍ مِنْ بَنِي آدَمَ وَفِيْهَا تُرْفَعُ أَعْمَالُهُمْ وَتُنْـزَلُ أَرْزَاقُهُمْ
Pada malam ini seluruh anak Adam yang akan terlahir dan meninggal dunia ditulis. Di malam ini amal-amal mereka dilaporkan dan rizki-rizki mereka diturunkan” (Imam Baihaqi berkata: Dalam sebagian sanad ada orang yang tidak dikenal)

3) Riwayat Ibnu Abi Syaibah dari Atha’ bin Yasar. Ia berkata: [Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak pernah banyak berpuasa di suatu bulan lebih banyak daripada berpuasa di bulan Sya’ban]. Itu karena di bulan ini ajal-ajal orang yang meninggal dala setahun ditulis. (Hadits ini Mursal  di samping juga di akhirnya Maqthu’)

Hadits-hadits ini menjadi sandaran orang yang mengatakan bahwa Malam Nishfu Sya’ban adalah malam di mana ajal, rizki dan yang lain ditulis seperti dalam riwayat Ikrimah di atas. Sepadan itu juga warid dari Atha’ bin Yasar. Ibnu Abi Dun’ya meriwayatkan bahwa Atha’ berkata: [Pada malam Nishfu Sya’ban ada shahifah (lembaran) yang diberikan kepada malaikat maut. Lalu dikatakan: “Cabutlah nyawa orang yang terdaftar dalam lembaran ini. Maka sungguh seorang hamba akan menanam, akan menikahi para isteri, dan akan mendirikan bangunan padahal namanya telah tercatat dalam daftar orang-orang yang meninggal dunia] akan tetapi hadits-hadits ini dha’if seperti telah kami tegaskan.

Sebagian ulama berkata:
Hal tersebut bertentangan dengan nash Alqur’an yakni firman Allah Ta’ala:
إِنَّا أَنْـزَلْنَاهُ فِى لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُـنَّا مُنْذِرِيْنَ . فِيْهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْـرٍ حَكِيْمٍ
Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan . Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah,”QS Ad Dukhan:3-4.

Kemudian Allah berfirman: “Sesungguhnya kami menurunkannya pada Lailatul Qadr”QS al Qadr:1. ayat ini menuturkan bahwa malam yang penuh berkah /Mubarakah dalam surat Ad Dukhan 3-4 adalah Lailatul Qadr dan bukan malam Nishfu Sya’ban. Pendapat ini diikuti oleh mayoritas ulama (Jumhur) sebagaimana dikatakan oleh Hafizh Ibnu Rajab dan mereka tidak menoleh kepada hadits-hadits yang telah disebutkan karena statusnya dha’if dan bertentangan dengan Alqur’an. Hal demikian adalah metode Tarjih (mengunggulkan satu di antara dua yang bertentangan dengan pertimbangan). Sementara anda bisa melakukan metode al Jam’u (memadukan) dengan riwayat Abu Dhuha dari Ibnu Abbas ra. Ia berkata:
إِنَّ اللهَ يَقْضِي اْلأَقْضِـيَةَ فِى لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ وَيُسْلِمُهَا إِلَى أَرْبَابِهَا فِى لَيْلَةِ الْقَدْرِ
Sesungguhkan Allah membuat keputusan-keputusan pada malam Nishfu Sya’ban dan menyerahkannya kepada para pemilik (petugas) keputusan-keputusan tersebut pada Lailatul Qodr

Kesimpulan dari ini adalah bahwa Allah memutuskan apa yang dikehendakiNya dalam al Lauh al Mahfuzh pada malam Nishf Sya’ban. Kemudian pada Lailatul Qadr Dia menyerahkan lembaran-lembaran keputusanNya kepada malaikat. Dia menyerahkan kepada malaikat maut catatan orang-orang yang meninggal dunia. Kepada malaikat rizki catatan rizki-rizki dan begitu pula seterusnya, setiap malaikat menerima catatan sesuai tugasnya.

Dalam firman Allah, “Di dalamnya dibedakan (Yufraqu) setiap urusan yang penuh hikmah“. Di sini Allah tidak berfirman, “Yaqdhi (memastikan)” atau “Yaktubu (menulis)” – wallahu a’lam –   sementara arti Yufraqu/al farqi, adalah membedakan antara dua hal. Jadi ayat ini memberikan isyarat bahwa keputusan-keputusan itu dibedakan pada malam Lailatul Qadr dengan membagikannya kepada malaikat yang mendapatkan tugas. Sementara penulisan dan keputusan telah dibuat pada malam Nishf Sya’ban sebagaimana dalam hadits-hadits yang telah disebutkan. Dengan ini pendapat yang bermacam-macam bisa dikumpulkan dan pusingpun bisa dihilangkan. Wal Hamdu Lillah Rabbil Aalamiin.
Betapa indah ungkapan orang dalam bait-bait berikut ini, semoga ia dinaungi rahmat dan keridho`anNya:

          مَضَي رَجَبُ يَا صَاحِ عَنْكَ بِفَضْلِهِ
                                      شَهِيْدًا عَلَى حَقٍّ لَهُ لَمْ تُوَفِّـهِ
Hai kawan! Rajab telah lewat darimu dengan anugerahnya
Sebagai saksi hak yang tidak kamu penuhi

          وَهَا قَدْ مَضَي مِنْ شَهْرِ شَعْبَانَ نِصْفُهُ
                                      وَأَنْتَ عَلَى مَا لاَ أَفُوْهُ بِوَصْفِهِ
Dan sekarang telah berlalu separuh Sya’ban
Sementara kamu masih berada pada sesuatu yang tidak bisa kusebutkan

          فَبَادِرْ بِفِعْلِ الْخَيْرِ قَبْلَ انْقِضَائِهِ
                                      وَحَاذِرْ هُجُوْمَ الْمَوْتِ فِيْهِ بِصَرْفِهِ
Maka bergegaslah melakukan kebaikan sebelum ia habis
Waspadailah kedatangan maut dengan pengalihannya di sini

          فَكَمْ مِنْ فَتًي قَدْ بَاتَ فِى النِّصْفِ آمِنَا
                                      وَقَدْ نُسِخَتْ فِيْهِ صَحِيْفَةُ حَتْـفِهِ
Betapa banyak anak muda yang aman di malam Nishf Sya’ban
Sementara lembaran kematian telah ditulis untuknya

          وَقُمْ لَيْلَةَ النِّصْفِ الشَّرِيْفِ مُصَلِّيًا
                                      فَأَشْرَفُ هَذَا الشَّهْرِ لَيْلَةُ نِصْفِهِ
Berdirilah shalat pada malam Nishf yang mulia
Karena malam Nishf adalah paling utama bulan ini

          وَصُمْ يَوْمَهُ ِللهِ وَارْجُ ثَوَابَهُ
                                      لِتَظْفَرَ يَوْمَ الْعَرْضِ مِنْهُ بِلُطْفِهِ
Berpuasalah pada harinya karena Allah dan harapkanlah pahalanya
Agar pada hari pelaporan amal kamu mendapat belas kasihNya

وصلى الله علي سيدنا محمد وعلى آله وصحبه والحمد لله رب العالمين

Penulis: As Sayyid Muhammad bin As Sayyid Alawi al Maliki al Hasani.
Pelayan Ilmu di Tanah Haram

Makkah,  Sya’ban 1420 Hijriyyah

T A M A T

Madza fi Sya’ban: Dosa-Dosa Penghalang Ampunan

seri 16

bulan-syaban1

Wajib bagi muslim menjauhi dosa-dosa yang menghalangi dirinya dari ampunan, terkabulnya do’a pada malam itu (Nishfu Sya’ban). 

Diriwayatkan bahwa dosa-dosa itu adalah Syirik, Membunuh dan berzina. Ketiganya adalah dosa terbesar di sisi Allah seperti dalam hadits Ibnu Mas’ud yang disepakati keshahihannya bahwa ia bertanya:
أَيُّ الذَّنْبِ أَعْظَمُ؟ قَالَ : “أَنْ تَجْعَلَ ِللهِ نِـدًّا وَهُوَ خَلَقَكَ” قَالَ : ثُمَّ أَيُّ؟ قال : ” أَنْ تَقْتُلَ وَلَدَكَ خَشْيَةَ أَنْ يَطْعَمَ مَعَكَ” قاَلَ : ثُمَّ أَيُّ ؟ قَالَ : ” أَنْ تُزَانِيَ حَلِيْلَةَ جَارِكَ” فَأَنْزَلَ الله تَصْدِيْقَ ذَلِكَ [وَالَّذِيْنَ لاَ يَدْعُوْنَ مَعَ الله إِلـهًا آخَرَ وَلاَ يَقْتُلُوْنَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ الله إِلاَّ بِالْحَقِّ وَلاَ يَزْنُوْنَ ...]
“Dosa manakah yang lebih besar?” Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Kamu menjadikan sekutu bagi Allah padahal Dia telah Menciptakanmu”  Ibnu Mas’ud bertanya, “Lalu apa?” Beliau bersabda, “Kamu membunuh anakmu karena khawatir ia makan bersamamu” Ibnu Mas’ud bertanya, “Lalu apa?” Beliau bersabda, “Kamu berzina dengan isteri tetanggamu” Allah kemudian menurunkan pembenaran hal itu: Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina,..,QS al Furqan:68. (HR Muslim)


Sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam: “Kamu berzina dengan isteri tetanggamu”  artinya berzina dengan isteri tetangga atas kerelaan si wanita di mana dalam hal ini ada perzinaan, menjadikan keretakan hubungan si wanita dengan suaminya serta berusaha memalingkan hati si wanita dari suaminya. Ini sangatlah buruk dan jika dengan isteri tetangga maka lebih buruk lagi dan lebih besar dosanya karena t semestinya ia harus membela tetangga dan melindungi isterinya,  mengamankan tetangga dari keburukan-keburukannya serta harus beroleh ketenangan darinya. Sungguh telah diperintahkan agar seseorang memuliakan dan berbuat baik kepada tetangga. Jika semua itu dibalas dengan menzinahi isterinya dan meretakkan hubungan di antara mereka maka itu sangatlah buruk.

Firman Allah, “dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar “ maknanya: Jangan membunuh jiwa yang dilindungi kecuali yang memang pada dasarnya berhak dibunuh.

Dan di antara dosa-dosa yang menjadi penghalang ampunan adalah kebencian (Syahna’) yakni kedengkian seorang muslim kepada saudaranya atas dasar hawa nafsu. Ini juga menjadi penghalang ampunan  pada kebanyakan waktu-waktu ampunan dan kasih sayang sebagaimana dalam shahih Muslim:
تُفْتَحُ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ يَوْمَ اْلإِثْنَيْنِ وَالْخَمِيْسِ فَيُغْـفَرُ لِكُلِّ عَبْدٍ لاَ يُشْرِكُ بِاللهِ شَيْئًا إِلاَّ رَجُلاً كَانَ بَيْـنَهُ وَبَيْنَ أَخِيْهِ شَحْنَاءُ فقال : أَنْظِرُوْا هَذيْنِ حَتَّي يَصْطَلِحَا
Pintu – pintu surga dibuka pada hari senin dan kamis lalu setiap hamba yang tidak menyekutukan sesuatu apapun dengan Allah mendapat ampunan kecuali lelaki yang antaranya dan saudarantya ada kebencian. Dia lalu berfirman: “Tangguhkanlah kedua orang ini sampai mereka berdamai”

Semestinya dosa-dosa ini wajib dijauhi dan diri harus terjaga dalam setiap waktu; baik di Sya’ban maupun selain Sya’ban sebagaimana dalam hadits yang warid terkait masalah ini. Kendati begitu peringatan semakin dikuatkan pada waktu – waktu utama penuh berkah seperti halnya Ramadhan, bulan-bulan mulia dan malam-malam penuh berkah. Telah disebutkan sebagian hadits yang menyatakan bahwa musyrik, musyahin (pendengki), pemutus sanak kerabat, orang yang durhaka kepada kedua orang tua, orang yang menjuntaikan pakaian, selalu minum arak, orang yang iri dan dengki, tukang sihir, dan pezina adalah orang-orang yang terhalang dari berkah malam ini (Nishfu Sya’ban). 

Karena itulah seyogyanya manusia merasakan dan meresapi keagungan malam ini dan melihat anugerah Allah di dalamnya dengan pandangan memuliakan dan mengagungkan, pandangan adab dan syukur. Ini semua menuntut dirinya berpegang teguh dengan kebaikan dan berbuat Ihsan dalam beramal dan menjauhi kemungkaran dan haram pada setiap waktu agar ia tidak menjadi orang yang sedikit punya malu kepada Allah ketika bermuamalah denganNya. Hendaknya ia memohon taufiq dan hidayah kepada Allah untuk dirinya guna menuju jalan yang lurus.

Inilah ciri khas orang mulia (Kariim), berbeda dengan orang yang hina (La’iim) yang justru semakin nakal, berpaling, semakin lupa dan meremehkan ketika kemurahan dan kemaafan bertambah. Adapun orang mulia maka sungguh tidak bertambah kecuali semakin malu dan menyesal sebagaimana dalam syair:
إِذَا أَنْتَ أَكْرَمْتَ الْكَرِيْمَ مَلَكْـتَهُ       وَإِنْ أَنْتَ أَكْرَمْتَ الَّلئِيْمَ تَمَرَّدَا
Jika kamu memuliakan orang mulia maka kamu bisa memilikinya
Dan jika kamu memuliakan orang hina maka ia semakin nakal

Bersambung.

sumber: http://www.shofwatuna.org/2014/05/madza-fi-syaban-dosa-dosa-penghalang-ampunan/

Madza fi Sya’ban: Dalil-Dalil dan Nash-Nash

seri 15

bulan-syaban

Dalam banyak hadits terdapat anjuran agar membaca sejumlah ayat-ayat dan surat-surat yang semuanya dengan maksud menghasilkan tujuan-tujuan tertentu dan memperoleh keinginan-keinginan duniawi dan bersifat pribadi bagi orang yang membaca. Berikut ini akan kami sebutkan dalil-dalil hal tersebut:

Membaca Akhir al Baqarah untuk Benteng, Penangkal dan Penjagaan

Dari Abu Mas’ud ra. Ia berkata: Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:
مَنْ قَرَأَ بِالآيَتَيْنِ مِنْ آخِرِ سُـوْرَةِ الْبَقَرَةِ فِى لَيْلَةٍ كَفَـتَاهُ
Barang siapa membaca dua ayat terakhir surat al Baqarah dalam suatu malam maka keduanya akan mencukupinya” (HR Bukhari)


Dari Abu Hurairah ra. Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:
إِذَا أَوَيْتَ إِلَى فِـرَاشِكَ فَاقْرَأْ آيَةَ الْكُرْسِيِّ لَنْ يَزَالَ مَعَكَ مِنَ الله حَافِظٌ وَلاَ يَقْرُبُكَ شَيْطَانٌ حَتيُّ تُصْبِحَ
Jika kamu menempati tempat tidurmu maka bacalah Ayat Kursi niscaya akan senantiasa ada penjaga dari Allah yang bersamamu dan setan tidak akan mendekat kepadamu hingga pagi” (HR Bukhari)

Dari Sahl bin Sa’ad ra. Ia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ لِكُلِّ شَيْءٍ سَنَامًا وَإِنَّ سَنَامَ الْقُرْآنِ سُـوْرَةُ الْبَقَرَةِ مَنْ قَرَأَهَا فِى بَيْـتِهِ لَيْلاً لَمْ يَدْخُلِ الشَّيْطَانِ بَيْـتَهُ ثَلاَثَ لَيَالٍ وَمَنْ قَرَأَهَا نَهَارًا لَمْ يَدْخُلِ الشَّيْطَانِ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ
Sesungguhnya segala sesuatu memiliki punuk dan sesungguhnya punuh Alqur’an adalah surat al Baqarah. Barang siapa membacanya malam hari di rumahnya maka setan tidak akan masuk rumahnya selama tiga malam. Barang siapa membacanya siang hari maka setan tidak akan selama tiga hari “(HR Ibnu Hibban)

Membaca sebagian Ayat untuk penjagaan dari Fitnah Dajjal

Dari Abu Darda’ ra sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:
مَنْ حَفِـظَ عَشْرَ آيَاتٍ مِنْ سُـوْرَةِ الْكَهْفِ عُصِمَ مِنَ الدَّجَّالِ
Barang siapa menghafal sepuluh ayat dari surat al Kahfi maka ia terjaga dari Dajjal”  (HR Muslim Abu Dawud Nasai). Dalam riwayat Abu Dawud dan Nasa’i dengan teks:
عُصِمَ مِنْ فِتْـنَةِ الدَّجَّالِ
“…ia terjaga dari fitnah Dajjal”

Dalam versi lain riwayat Muslim dengan teks:
…مِنْ آخِرِ سُـوْرَةِ الْكَهْفِ
…dari akhir surat al Kahfi”

Berkah Surat Yasin bagi Orang Mati dan untuk Pemenuhan Hajat

Dari Ma’qil bin Yasar ra sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
 قَلْبُ الْقُرْآنِ يس لاَ يَقْرَأُهَا رَجُلٌ يُرِيْدُ اللهَ وَالدَّارَ اْلآخِرَةَ إِلاَّ غَفَرَ الله لَهُ , اقْـرَؤُوْهَا عَلَى مَوْتَاكُمْ
Hati Alqur’an adalah Yasin, seseorang tidak membacanya dengan berharap kepada Allah dan rumah akhirat kecuali Allah memberinya ampunan, bacalah Yasin atas orang-orang mati kalian” (HR Ahmad Abu Dawud Nasa’i Ibnu Majah Hakim)

Dari Anas ra. ia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
“إِنَّ لِكُلِّ شَيْءٍ قَلْـبًا وَقَلْبُ الْقُرْآنِ يس وَمَنْ قَرَأَهَا كَتَبَ الله بِقِرَاءَتِهَا قِرَاءَةَ الْقُرْآنِ عَشْرَ مَـرَّاتٍ “. زَادَ فىِ الرِّوَايَةِ : “…دُوْنَ يس ”
Sesungguhnya segala sesuatu memiliki hati dan hati Alqur’an adalah Yasin. Barang siapa membacanya maka Allah menulis sebab membaca itu membaca Alqur’an sepuluh kali” dalam tambahan riwayat: “…tanpa Yasin” (HR Turmudzi)

Surat Tabarak untuk Keselamatan dari Siksa Kubur

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. Ia berkata: Sebagian sahabat Nabi shallallahu alaihi wasallam mendirikan tenda di atas kuburan karena tidak mengira bahwa itu adalah kuburan. Ternyata adalah kuburan seorang yang sedang membaca surat al Mulk sampai selesai. Sahabat itupun datang kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam dan menceritakan: ”Wahai Rasulullah, saya mendirikan tenda di atas kuburan karena tidak mengira bahwa itu kuburan. Ternyata kuburan seseorang yang sedang membaca surat al Mulk sampai selesai” Nabi shallallahu alaihi wasallam lalu bersabda:
هِيَ الْمَانِعَةُ هِيَ الْمُنْجِيَةُ تُنْجِيْهِ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ
Dialah pencegah, dialah penyelamat yang menyelamatkannya dari siksa kubur”(HR Turmudzi)

Surat al Waqi’ah untuk Menjaga dari Kemiskinan

Dari Abu Fathimah. Sesungguhnya Utsman bin Affan ra menjenguk Abdullah bin Mas’ud yang sedang sakit. Utsman ra bertanya, ”Apa yang engkau keluhkan?” Ibnu Mas’ud menjawab, ”Dosa-dosaku” Utsman bertanya, ”Apa yang engkau inginkan?” Ibnu Mas’ud menjawab: ”Rahmat Tuhanku”. ”Apakah aku memanggil dokter untukum?” tanya Utsman. Ibnu Mas’ud menjawab: ”Dokter itulah yang membuatku sakit” Utsman bertanya, ”Maukah kamu jika aku memberikan perintah agar kamu mendapatkan pemberian?” Ibnu Mas’ud menjawab: ”Apa yang sebelum hari ini anda cegah dariku maka aku tidak membutuhkannya lagi”. ”Kamu bisa meninggalkannya untuk keluargamu” kejar Utsman. Ibnu Mas’ud berkata: Sesungguhnya saya telah mengajarkan kepada mereka sesuatu yang jika mereka membacanya maka selamanya mereka tidak akan tertimpa kemiskinan. Aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
مَنْ قَرَأَ الْوَاقِعَةَ كُلَّ لَيْلَةٍ لَمْ يَفْتَـقِرْ
Barang siapa membaca al Waqi’ah setiap malam maka ia tidak akan pernah miskin” (HR Baihaqi)

Dari Abdullah bin Mas’ud ra. Ia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
مَنْ قَرَأَ سُوْرَةَ الْوَاقِعَةِ فِى كُلَّ لَيْلَةٍ لَمْ تُصِبْهُ فَاقَةٌ
Barang siapa membaca surat al Waqi’ah dalam setiap malam maka ia tidak akan terkena kemiskinan” (Diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dengan sanad dha’if, tetapi bisa diamalkan dalam al Fadha’il)

Dalam riwayat lain yang juga bersumber dari Ibnu Mas’ud ra:
مَنْ قَرَأَ فِى كُلِّ لَيْلَةٍ (( إِذَا وَقَعَتِ الْوَاقِعَةُ )) لَمْ تُصِبْهُ فَاقَةٌ أَبَدًا
Barang siapa membaca ”Idzaa Waqa’atil Waaqi’ah” setiap malam maka ia tidak akan tertimpa kemiskinan selamanya”(HR Baihaqi. Semua hadits-hadits diriwayatkan Imam Baihaqi dalam As Syu’ab)

Pengobatan dengan Alqur’an

Dasar masalah ini adalah firman Allah:
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِيْنَ
“Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman…”QS al Isra’:82.

Kesembuhan yang sebenarnya dengan Alqur’an adalah kesembuhan hati dari berbagai penyakit yang membawa pemiliknya kepada kerusakan dan kehancuran serta menggiringnya kepada akibat dan tempat kembali yang buruk. Jadi dengan Alqur’an, Iman menjadi semakin kuat dan ketentraman hati semakin bertambah. Pertambahan kekuatan dan ketangguhan sangat bergantung kepada kedalaman Iman di hati sebagai bekas yang ditimbulkan oleh Alqur’an, sangat bergantung kepada kekuatan ketergantungan hati dan pengamalannya terhadap Alqur’an serta kembali dan beradab dengan Alqur’an. Hal ini tidak diragukan oleh setiap orang Islam, selamanya. Inilah kebenaran yang tidak lagi ada seorangpun membantah. Meski begitu tidak lantas menjadikan Alqur’an tidak bisa digunakan untuk pengobatan penyakit fisik dan tubuh, sebab dengan berkah Alqur’an dan berkah kekuatan aqidah, yang diharapkan akan bisa terpenuhi atas izin Allah.

Para sahabat telah menggunakan Alqur’an untuk pengobatan dalam sepengetahuan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, dukungan dan keikutsertaan Beliau bersama mereka dalam aktivitas ini. Dan bahkan Beliau memberikan ucapan selamat kepada mereka atas taufiq yang menakjubkan yang memberikan penuntun mereka kepada sesuatu yang mereka lakukan sebelum mendapat petunjuk dari Beliau shallallahu alaihi wasallam.

Kisah Abu Said al Khudri ra menegaskan hal tersebut seperti diriwayatkan dalam Bukhari Muslim dari Abu Said ra bahwa sekelompok sahabat Nabi shallallahu alaihi wasallam datang di suatu perkampungan Arab, akan tetapi penduduk kampung itu tersebut tidak mau menerima dan menyuguh mereka. ketika itulah kepala kampung tersengat. Mereka lalu datang dan bertanya (kepada rombongan sahabat): “Apakah kalian mempunyai obat, adakah di antara kalian orang yang bisa ruqyah (nyuwuk. Jawa)?” para sahabat menjawab: “Kalian tidak mau menyuguh kami, karena itu kami tidak akan melakukannya kecuali  ada bonus yang kalian janjikan untuk kami!” penduduk kampung itupun setuju dengan syarat yang diajukan dan merekapun memberikan janji berupa beberapa kambing hingga pemimpin kelompok sahabat – Abu Said al Khudri sendiri – lalu membaca Ummul Qur’an, mengumpulkan liur dan menyemburkannya di luka kepala  kampung sehingga tak lama kemudian sembuh.

Ketika kambing yang dijanjikan akan diserahkan, para sahabat itu berkata: “Jangan kalian ambil dulu sampai kita bertanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.” merekapun bertanya dan mendengar pertanyaan tentang ini Rasulullah shallallahu alaihi wasallam  tertawa dan bersabda:
وَمَا أَدْرَاكَ أَنَّهَا رُقْيَـةٌ ؟ خُـذُوْهَا وَاضْرِبُوْا لِي بِسَهْمٍ
Darimana kalian tahu bahwa ia (al Fatihah) itu ruqyah? Ambil dan berikan bagian untukku!”(Muttafaq alaih)

Dalam buku Haula Khasha’ish al Aqur’an  telah kami sebutkan pembahasan khusus topik ini. Di sana tertulis:
Dan di antara keistimewaan Alqur’an adalah keberadaannya sebagai obat dari penyakit-penyakit fisik dengan metode Ruqyah ataupun Ta’widz. Dalil hal ini adalah sabda Beliau shallallahu alaihi wasallam:
الْقُرْآنُ هُوَ الشِّـفَاءُ
Aqur’an, dialah obat” (HR al Qudho’i dalam Musnadus Syihab. Al Munawi berkata: Sanadnya Hasan)

Dan sabda Beliau shallallahu alaihi wasallam:
خَيْرُ الدَّوَاءِ القُرْآنُ
Sebaik-baik obat adalah Alqur’an”(HR Ibnu Majah dengan sanad Hasan)

Beliau shallallahu alaihi wasallam bersabda:
عَلَيْكُمْ بِالشِّفَاءَيْنِ الْعَسَلُ وَالْقُرْآنُ
Tetapilah oleh kalian akan dua kesembuhan; madu dan Alqur’an” (HR Ibnu Majah Hakim. Hakim berkata: “Hadits ini shahih” Imam Dzahabi  pun menerima hadits ini. Imam Ibnu Katsir berkata: Isnadnya Jayyid)

Dalam hadits disebutkan:
مَنْ لَمْ يَسْتَشْفِ بِالْقُرْآنِ فَلاَ شِفَاءَ لَهُ
Barang siapa yang tidak berobat dengan Alqur’an maka tidak ada kesembuhan baginya” (HR Tsa’labi dengan sanad dha’if)

Jika anda merenungkan hadits-hadits tersebut maka anda akan melihat bahwa Alqur’an adalah obat  dan kesembuhan dan sesungguhnya hal itu juga ada dalam Alqur’an dalam firmanNya, ““Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman…”QS al Isra’:82. dan sesungguhnya obat faedahnya baru terlihat jika digunakan untuk penyembuhan, serta seyogyanya tidak usah menoleh kepada ungkapan sebagian orang yang menafisrkan kalimat (Dawa’ – Syifa’) dengan tafsiran yang menghilangkan keistimewaan Alqur’an sebagai salah satu sarana pengobatan. Hal ini karena masalah tersebut sudah dengan jelas disebutkan dalam hadits shahih bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam juga menggunakan Alqur’an sebagai sarana pengobatan, dan demikian pula para sahabat radhiyallahu anhum yang secara langsung mendapat pengakuan dari Beliau shallallahu alaihi wasallam. karena itu tidak ada alasan untuk menafsirkan kata Dawa’ dan Syifa’ dengan tafsiran; hal-hal maknawi dan terkait hati.

Imam Bukhari dan para pemilik kitab Sunnah menyebutkan dari Aisyah ra; “Sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wasallam setiap malam jika hendak tidur maka Beliau mengumpulkan kedua telapak tangan kemudia meniup dalam keduanya lalu membaca Qul Huwallahu Ahad, Qul A’udzu birabbil Falaq, Qul A’udzu birabbinnas. Kemudian dengan dua telapak tangan itu Beliau mengusap seluruh tubuh yang bisa Beliau usap mulai dari kepala dan wajah dan seterusnya. Hal tersebut Beliau lakukan tiga kali”.

Dalam shahih Bukhari Muslim yang juga dari Aisyah ra: “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam jika mengeluhkan sesuatu maka Beliau membaca Muawwidzat (al Ikhlas, al Falaq, an Naas) atas dirinya sendiri  dan lalu meniup. Maka ketika sakit Beliau semakin parah maka aku yang membaca atas Beliau dan mengusap tangannya dengan mengharapkan berkah bacaan-bacaan tersebut”

Dalam Musnad Ahmad dan yang lain disebutkan dari Kharijah bin Shalt at Tamimi dari pamannya yang berkata:
Kami keluar dari hadapan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan datang di suatu perkampungan Arab. Penduduk kampung itu bertanya: “Kami mendapat berita bahwa kalian datang dari lelaki ini (Rasululllah shallallahu alaihi wasallam) dengan membawa kebaikan. Apakah kalian memiliki obat atau Ruqyah? Sungguh di antara kami ada orang gila dalam ikatan” kami mengiyakan. Mereka lalu datang kepada kami dengan membawa orang gila yang sedang diikat. Aku (Kharijah) kemudian membaca al fatihah selamatiga hari pagi dan sore. Aku kumpulkan liurku kemudian aku semburkan, maka seakan-akan ia (orang gila) itu terlepas dari ikatan.
Penduduk kampung itupun memberiku upah, tetapi aku menolak, “Tidak, sampai aku bertanya dulu kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam” aku lalu bertanya dan Beliau bersabda: “Makanlah, demi umurku, orang-orang makan dengan ruqyah bathil sementara kamu makan dengan ruqyah haq” hadits ini memiliki banyak jalur dan teks dalam kitab-kitab sunnah.

Abdullah bin Ahmad meriwayatkan dalam Zawaidul Musnad  - dengan sanad yang di antaranya ada perowi dha’if – dari Ubayy bin Ka’ab ra. Ubayy berkata: Aku duduk bersama Nabi shallallahu alaihi wasallam. Seorang Badui datang dan berkata: Wahai Nabi Allah, sesungguhnya saya memiliki saudara yang sedang sakit” “Apa sakitnya?” tanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Badui menjawab: “Ia gila (Lamam/karena gangguan jin)” Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Datangkanlah ia kemari!”  setelah orang gila itu di hadapan, maka Beliau shallallahu alaihi wasallam membacakan ta’widz untuknya dengan Fatihah, empat ayat permulaan al Baqarah, dua ayat “Wa ilaahukum ilaahun waahid…” QS al Baqarah: 163, ayat kursi, tiga ayat terakhir al Baqarah, satu ayat dari Ali Imran (Syahidallahu laa ilaaha illaa huwa…) dan satu ayat dari al A’raf (inna Rabbakumullah), akhir ayat al Mu’minun (fataa’lallahul malikul haqq), satu ayat surat al Jin (wa annahu ta’aalaa jaddu rabbinaa), sepuluh ayat awal surat Shaff, tiga ayat awal surat al Hasyr, Qul Huwallahu Ahad, dan al Muawwidzatain. Lelaki (gila) itupun bangkit seakan tidak pernah sakit apapun.

Imam Abu Ya’la juga meriwayatkan seperti ini, hanya saja Beliau mengatakan: “…sepuluh ayat dari surat shaff” dan tidak mengatakan: “dari awal surat shaff”

Ruqyah dengan Ayat-Ayat Syifa’

Dinukil dari Imam Syekh Abu Qasim al Qusyairi rahimahullah, bahwa anaknya sakit keras. Beliau mengatakan: “Hingga aku berputus asa. Urusan semakin sulit. Akupun bermimpi Nabi shallallahu alaihi wasallam dan mengadukan kepada Beliau tentang anakku. Beliau lalu bersabda, “Di mana kamu dari ayat-ayat Syifa’?” sampai di sini aku terbangun. Lalu berfikir, dan ternyata ayat-ayat Syifa’ itu ada dalam enam tempat dari kitab Allah ta’aalaa. Yaitu firmanN ya;
1)وَيَشْفِ صُدُوْرَ قَوْمٍ مُؤْمِنِيْنَ (التوبة:14)
2) وَشِفَاءٌ لِمَا فِى الصُّـدُوْرِ (يونس 57)
3) يَخْرُجُ مِن بُطُوْنِهَا شَـرَابٌ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ فِيْهِ شِفَاءٌ لِلنَّاسِ (النحل:69)
4) وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِيْنَ (الإسراء : 82)
5) وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِيْنِ (الشعراء : 80)
6) قُلْ هُوَ لِلَّذِيْنَ آمَنُوْا هُـدًي وَشِفَاءٌ (فصلت 44)
Imam Qusyairi melanjutkan: Ayat-ayat ini lalu kutulis dalam sebuah lembaran, kemudian aku menghapusnya dengan air dan meminumkannya kepada anakku. Maka seakan-akan anakku terlepas dari ikatan.

Nash-nash dan atsar ini menunjukkan dengan jelas bahwa yang asal dalam membaca Alqur’an, pertama adalah karena Allah. Kedua, mendapat petunjuk, bimbingan dan obat hati dan ruh maknawi. Kendati begitu beserta hal ini juga disyariatkan menggunakan Alqur’an sebagai jalan pengobatan dari penyakit fisik dan kiranya hal demikian telah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, para sahabat, tabiin dan salaf shalihin. Hal ini tidak akan meruntuhkan pondasi pertama dan juga tidak berlawanan. Justru hal ini adalah salah satu keistimewaan Alqur’an dan ciri khasnya yang  mulia. Ini sebenarnya adalah tambahan dalam keutamaan dan keunggulan serta pengaruh Alqur’an.
Bersambung.

sumber: http://www.shofwatuna.org/2014/05/madza-fi-syaban-dalil-dalil-dan-nash-nash/

Madza fi Sya’ban: Hadits-hadits Palsu dan Ditolak

seri 14

bulansyaban

Ada hadits-hadits palsu tentang keutamaan malam Nishfu Sya’ban dan cara shalat di malam itu. Hadits-hadits tersebut ditolak dan tidak sah diamalkan dan disebarluaskan kepada orang awam kecuali untuk memberikan peringatan dan membantahnya. Hal ini karena dalam hadits-hadits shahih, hasan dan maqbul juga ada banyak keutamaan-keutamaan, kebaikan-kebaikan dan otobiografi (Manaqib) yang sudah mencukupi dan memenuhi setiap orang yang menginginkan kebaikan. 

Al Allamah al Ghimari al Muhaddits Syekh As Sayyid Abdullah bin Muhammad bin Shiddiq al Ghimari mengatakan:
Di antara hadits-hadits yang ditolak adalah hadits yang diriwayatkan dari Ali karramallahu wajhah. Ia berkata: [Pada malam Nishfu Sya’ban aku melihat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bangkit dan melakukan shalat empat belas rakaat dan setelah selesai Beliau duduk lalu membaca Ummul Qur’an empat belas kali, Qul Huwallahu Ahad empat belas kali, Qul A’udzu birabbil Falaq empat belas kali, Qul A’udzu birabbinnas empat belas kali dan ayat kursi sekali serta Laqod Jaa’akum Rasuulun min Anfusikum....setelah selesai aku bertanya tentanga apa yang Beliau lakukan dan Beliau bersabda: “Barang siapa melakukan seperti yang kamu saksikan maka baginya pahala dua puluh haji mabrur, puasa dua puluh tahun yang diterima. Kemudian ketika dia berpuasa pada pagi harinya maka baginya seperti puasa enam puluh tahun yang lewat dan enam puluh tahun yang akan datang” ] hadits ini adalah palsu (Maudhu’) dan telah dinyatakan kepalsuannya oleh Imam Baihaqi dan yang lain.


Begitu pula hadits marfu’ yang juga diriwayatkan dari Ali karramallahu wajhah. : “Barang siapa shalat seratus rakaat pada malam nishfu sya’ban di mana dalam setiap rakaat ia membaca fatihah dan Qul Huwallahu Ahad sebelas kali maka Allah pasti memenuhi setiap hajat yang ia cari pada malam itu” ditanyakan: “Wahai Rasulullah, jika Allah telah menulisnya sebagai orang celaka apakah Dia akan menjadikannya sebagai orang yang beruntung?” Beliau bersabda: “Demi Dzat yang mengutusku dengan haq. Wahai Ali, sesungguhnya dalam al Lauh tertulis, “Fulan bin Fulan tercipta sebagai orang yang celaka maka Allah lalu menghapus dan menjadikannya sebagai orang yang beruntung” hadits ini palsu sebagaimana dinyatakan oleh Ibnul Jauzi dan yang lain.

Begitu pula halnya hadits yang disebutkan oleh Imam Ghazali dalam Ihya’ dari al Hasan al Bashri. Ia berkata: Tiga puluh orang sahabat Nabi shallallahu alaihi wasallam menceritakan kepadaku hadits: “Barang siapa shalat dengan shalat ini (seperti hadits paslu di atas. pent)  pada malam ini niscaya Allah melihatnya tujuh puluh kali penglihatan dan dalam setiap penglihatan Dia memenuhi tujuh puluh hajatnya di mana yang paling ringan adalah ampunan” hadits ini pun palsu seperti ditegaskan oleh al Hafizh al Iraqi.

Membaca Yasin untuk Memenuhi Kebutuhan

Membaca Yasin dengan niat mencari kebaikan duniawi dan ukhrawi atau membaca Alqur’an seluruhnya untuk tujuan tersebut, tidak ada masalah dan juga tidak dilarang. Tetapi sebagian kelompok mengklaim bahwa hal tersebut haram, dilarang, bid’ah sayyi’ahdan berbagai macam klaim-klaim yang sudah biasa dikenal terkait masalah ini. Kita mendengar bahwa klaim-klaim tersebut terlontar secara mutlak dalam segala hal yang baru tanpa ada syarat, pengecualian maupun catatan. 

Inilah teks ungkapan (klaim/tuduhan) mereka:
[Apa yang dilakukan mayoritas orang yang berupa membaca Yasin tiga kali; pertama dengan niat panjang umur dan mendapat taufiq menjalankan ketaatan, kedua dengan niat terjaga dari bencana dan penyakit serta niat rizki yang luas, ketiga dengan niat kaya hati dan husnul khatimah. Lalu shalat yang mereka lakukan antara do’a dan shalat dengan niat khusus untuk mendapatkan kebutuhan tertentu, semua ini adalah batal tidak berdalil karena tidak sah menjalankan shalat kecuali dengan niat tulus karena Allah dan bukan karena tujuan-tujuan tertentu, Allah berfirman: ”dan mereka tidak diperintahkan kecuali agar mereka menyembah Allah seraya memurnikan agama untukNya”.] Inilah ungkapan orang-orang yang ingkar

Aku (penulis/ Abuya) menegaskan:
Justru tuduhan inilah yang bathil karena bersandar pada ungkapan yang tidak berdalil. Ini adalah keputusan sepihak dan pembatasan anugerah dan rahmat Allah. Yang benar adalah selamanya tidak ada larangan menggunakan Alqur’an, dzikir-dzikir dan do’a-do’a untuk tujuan-tujuan duniawi dan kebutuhan-kebutuhan, pribadi selama dalam semua itu didasari niat yang ikhlas karena Allah. Jadi syaratnya adalah mengikhlashkan niat dalam beramal karena Allah. Inilah hal yang dituntut dalam segala aktivitas shalat, zakat, haji, jihad, do’a dan membaca Alqur’an. Karena itu tidak ada pilihan kecuali menghadirkan ikhlas dalam beramal. Inilah yang dituntut, tidak ada khilaf di dalamnya dan bahkan seluruh amal jika tidak ikhlash karena Allah maka amal itu ditolak, Allah berfirman: ”dan mereka tidak diperintahkan kecuali agar mereka menyembah Allah seraya memurnikan agama untukNya” kendati begitu tidak ada larangan untuk menyandarkan dan menyertakan berbagai kebutuhan dan tujuan diniyyah dan duniawi, fisik (hisssiyyah) maupun non fisik (maknawiyyah) atau zhahir dan maupun bathin dalam setiap amal yang ikhlash karena Allah. Karena itulah barang siapa membaca Yasin atau surat lain Alqur’an karena Allah seraya mencari berkah dalam umur, berkah dalam harta dan berkah dalam kesehatan maka tidak ada dosa baginya, dan ia termasuk telah menempuh jalan kebaikan (dengan syarat tidak meyakini bahwa secara khusus hal tersebut memang disyariatkan). 

Silahkan ia membaca Yasin 3 kali, tiga puluh kali, atau tiga ratus kali, bahkan silahkan ia membaca seluruh Alqur’an murni karena Allah beserta harapan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhannya dan mendapatkan segala keinginannya, dihilangkan kesusahannya, kesembuhan penyakitnya dan terlunasi hutangnya, apa dosa dalam semua itu? sementara Allah suka jika seorang hamba memohon kepadaNya dalam segala sesuatu hingga garam untuk makanan dan membenarkan tali sandalnya.

Dalam semua itu, seseorang mendahulukan membaca Yasin atau shalawat tiada lain termasuk bab tawassul dengan amal-amal shaleh dan dengan Alqur’an di mana hal ini disepakati sebagai sesuatu yang disyariatkan. Dalam buku kami al Mafahim telah kami nyatakan:
Tidak seorangpun dari kaum muslimin yang berbeda terkait disyariatkannya bertawassul kepada Allah dengan amal-amal shaleh. Barang siapa berpuasa, shalat, membaca Alqur’an, atau bersedekah maka ia bisa bertawassul dengan puasa, shalat, bacaaan dan sedekahnya. Bahkan hal tersebut lebih bisa diharapkan untuk bisa diterima dan lebih berpeluang memperoleh yang diinginkan. Dalam masalah ini tak ada dua orang yang berselisih. Dalil dari hal ini adalah hadits tentang tiga orang yang terjebak di dalam gua di mana salah seorang dari mereka lalu bertawassul dengan baktinya kepada kedua orang tua, orang kedua bertawassul dengan upaya menjauh dari fahisyah (zina) kendati bisa dan sarana telah tersedia, sedang orang ketiga bertawassul dengan sikap amanahnya dalam menjaga harta benda orang lain serta mengembalikan harta benda itu secara sempurna. Macam bertawassul jenis ini telah diterangkan secara rinci oleh Syekh Ibnu Taimiyyah – rahimahullah – dalam kitab-kitab Beliau khususnya Qa’idah Jalilah fit Tawassul wal Wasilah[1].

Shalat Hanya untuk Allah

Shalat adalah ibadah sementara yang asal dalam ibadah hendaknya karena Allah subhaanahu wata’ala sebagaimana firmanNya, “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus “QS al Bayyinah:5

Dari Dhahhak bin Qais. Ia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ اللهَ  تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَقُوْلُ : أَنَا خَيْرُ شَرِيْكٍ فَمَنْ أَشْرَكَ مَعِي شَرِيْكًا فَهُوَ لِشَرِيْكِي , يَاأَيُّهَا النَّاسُ أَخْلِصُوْا أَعْمَالَكُمْ فَإِنَّ الله تَبَارَكَ وَتَعَالَى لاَ يَقْبَلُ مِنَ اْلأَعْمَالِ إِلاَّ مَا خَلُصَ لَهُ وَلاَ تَقُوْلُوْا : هَذِهِ ِللهِ وَلِلرَّحِمِ فَإِنَّهَا لِلرَّحِمِ وَلَيْسَ ِللهِ مِنْهَا شَيْءٌ , وَلاَ تَقُوْلُوْا : هَذِهِ ِللهِ وَلِوُجُوْهِكُمْ فَإِنَّهَا لِوُجُوْهِكُمْ وَلَيْسَ ِللهِ مِنْهَا شَيْءٌ
Sesungguhnya Allah tabaraka wata’ala berfirman: “Aku sebaik-baik orang yang disekutukan, maka barang siapa yang menyekutukan orang lain bersamaKu maka dia milik sekutuKu. Wahai manusia, murnikanlah amal-amal kalian karena sesungguhnya Allah tabaraka wata’ala tidak menerima amal kecuali yang murni untukNya dan jangan mengatakan: Ini untuk Allah dan untuk kerabat karena sesungguhnya amal-amal itu adalah milik kerabat dan sama sekali tak ada yang menjadi milik Allah. Jangan mengatakan: Ini adalah karena Allah dan juga karena kalian karena sesungguhnya itu karena kalian dan sama sekali bukan karena Allah” (HR al Bazzar – Baihaqi)

Dari Abu Said al Khudri ra. Ia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam datang kami saat sedang memperbincangkan al Masih Dajjal. Beliau lalu bersabda:
أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِمَا هُوَ أَخْوَفُ عَلَيْكُمْ عِنْدِيْ مِنَ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ؟ فَقُلْـنَا : بَلَي يَا رَسُوْلَ اللهِ , فَقَالَ : الشِّرْكُ الْخَفِيُّ , أَنْ يَقُوْمَ الرَّجُلُ فَيُصَلِّي فَيُـزَيِّنُ صَلاَتَهُ لِمَا يَرَي مِنْ نَظَرِ رَجُلٍ
Apakah aku akan mengabarkan kepada kalian hal yang lebih aku takutkan atas kalian daripada al Masih Dajjal? Kami menjawab: ”Ia, wahai Rasulullah” Beliau bersabda: ”Syirik Khafi, seseorang berdiri shalat, menghias shalatnya karena mengetahui ada orang melihat.(HR Ibnu Majah – Baihaqi)

Dari Mahmud bin Lubed. Ia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam keluar dan bersabda:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِيَّاكُمْ وَشِرْكَ السَّـرَائِرِ! قَالُوْا : وَمَا شِرْكُ السَّـرَائِرِ؟ قَالَ : يَقُوْمُ الرَّجُلُ فَيُصَلِّي فَيُزَيِّنُ صَلاَتَهُ جَاهِدًا لِمَا يَرَي مِنْ نَظَرِ النَّاسِ إِلَيْهِ فَذَلِكَ شِرْكُ السَّـرَائِرِ .
Wahai manusia, waspadailah oleh kalian akan syirik tersembunyi!” mereka bertanya: Apakah itu syirik tersembunyi?” Beliau bersabda: “Seseorang berdiri lalu dan menghias shalatnya secara serius karena melihat adanya perhatian manusia kepadanya. Itulah syirik tersembunyi” (HR Ibnu Khuzaimah)

Selipan Niat

Selama orang yang shalat niat ikhlash karena Allah maka tidak tecela baginya menyelipkan niat lain di dalam niat pokoknya. Sungguh sunnah nabawiyyah telah menegaskan keabsahan hal ini dan bahkan memberikan motivasi, support dan dorongan agar hal ini dilakukan. Dan yang paling shahih dalam bab ini adalah hadits tentang shalat istikharah. Di sana juga ada shalat hajat dan shalat-shalat lain yang berbeda-beda tujuan baik tujuan pribadi ataupun kebutuhan-kebutuhan duniawi. Berikut ini akan kami sebutkan sebagian dalil-dalil

- Shalat karena Allah dan kemudian untuk  Istikharah 
Jabir bin Abdillah ra meriwayatkan: Adalah Nabi shallallahu alaihi wasallam selalu mengajarkan Istikharah kepada kami dalam segala urusan seperti halnya mengajarkan surat dari Alqur’an. Beliau bersabda: “Jika salah seorang kalian mempunyai suatu urusan maka hendaknya ia shalat dua rakaat selain fardhu kemudian berdo’a:
أَللَّهُمَّ إِنِّي أَسْتَخِيْرُكَ بِعِلْمِكَ وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيْمِ فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلاَ أَقْدِرُ وَتَعْلَمُ وَلاَ أَعْلَمُ وَأَنْتَ عَلاَّم ُالْغُيُوْبِ . أَللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا اْلأَمْـرَ خَيْرٌ لِي فِى دِيْنِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْـرِي ( أَوْ قَالَ : فِى عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ ) فَاقْدُرْهُ لِي . وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا اْلأَمْـرَ شَـرٌّ لِي فِى دِيْنِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْـرِي ( أَوْ قَالَ : فِى عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ ) فَاصْرِفْهُ عَنِّي وَاصْرِفْنِي عَنْهُ وَاقْدُرْ لِي الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ رَضِّنِي بِهِ (وَيُسَمِّي حَاجَتَهُ)
Ya Allah, sesungguhnya saya beristikhoroh kepadaMu dengan ilmuMu, saya memohon kuasa dengan kuasaMu dan saya memohon kepadaMu dari anugerahMu yang agung. Engkau kuasa saya tidak kuasa, Engkau mengetahui saya tidak mengetahui dan Engkau Maha mengetahui hal-hal gaib. Ya Allah jika Engkau mengetahui bahwa sesungguhnya urusan ini lebih baik bagiku dalam dunia, penghidupan dan urusanku kemudian (atau berkata: dalam urusanku sekarang dan yang akan datang) maka takdirkanlah untukku. Ya Allah jika Engkau mengetahui bahwa sesungguhnya urusan ini lebih jelek bagiku dalam dunia, penghidupan dan urusanku kemudian (atau berkata: dalam urusanku sekarang dan yang akan datang) maka palingkanlah ia dariku dan palingkan diriku darinya. Dan takdirkanlah kebaikan untukku di mana saja kemudian relakanlah (hatiku) kepadanya (dan ia menyebutkan hajatnya) (HR Bukhari)

Sebagian ulama ada yang memilih berijtihad dengan membaca Yasin dalam Istikharah (separuh pada rakaat pertama dan separuhnya lagi pada rakaat kedua). Sebagian lagi memilih surat al Kafirun pada rakaat pertama dan al Ikhlash pada rakaat kedua. Sebagian memilih ayat kursi pada rakaat pertama dan akhir al baqarah pada rakaat kedua. Sebagian lagi memilih pada rakaat pertama membaca:
فَلاَ وَرَبِّكَ لاَ يُؤْمِنُوْنَ حَتَّي يُحَكِّمُوْكَ فِيْمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لاَ يَجِدُوْا فِى أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya” QS an Nisa’ : 65..

Dan pada rakaat kedua membaca:
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلاَ مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُوْن لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ . وَمَنْ يَعْصِ الله وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلاَلاً مُبِيْنًا
“dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.QS al Ahzab: 36.

Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Kemudian hendaknya ia mengucapkan do’a  berikut – setelah selesai shalat – dalam keadaan masih duduk menghadap kiblat dan dengan keseriusan mengingati kebutuhannya kepada Allah:
أَللَّهُمَّ إِنِّي أَسْتَخِيْرُكَ بِعِلْمِكَ وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيْمِ فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلاَ أَقْدِرُ وَتَعْلَمُ وَلاَ أَعْلَمُ وَأَنْتَ عَلاَّم ُالْغُيُوْبِ . أَللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا اْلأَمْـرَ 
(boleh menyebutkan hajatnya atau cukup mengingatnya dalam hati)
 خَيْرٌ لِي فِى دِيْنِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْـرِي ( أَوْ قَالَ : فِى عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ ) فَاقْدُرْهُ لِي وَيَسِّرْهُ لِي ثُمَّ باَرِكْ لِي فِيْهِ . وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا اْلأَمْـرَ شَـرٌّ لِي فِى دِيْنِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْـرِي ( أَوْ قَالَ : فِى عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ ) فَاصْرِفْهُ عَنِّي وَاصْرِفْنِي عَنْهُ وَاقْدُرْ لِي الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ رَضِّنِي بِه

Dan diperkenankan mengulangi do’a ini dalam duduk tersebut karena sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wasallam suka mengulangi do’a tiga kali sehingga  hati Beliau lega dan meninggalkan tempat dengan nama Allah dan berkahNya.

Shalat karena Allah dan Niat mendapatkan jalan keluar serta terpenuhi kebutuhan

Tidak diragukan lagi bahwa shalat adalah salah satu pintu terbesar kelapangan. Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”QS al Baqarah: 153. Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki kepadamu, Kamilah yang memberi rezki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa. QS Thaha: 132.
Dalam hadits disebutkan: ““Rasulullah Saw bila sedang dihimpit masalah maka Beliau bersegera melakukan shalat”HR Ahmad – Nasai. Shalat menjadi penarik rizki, menjaga kesehatan dan menolak  bencana serta mengusir penyakit, menguatkan hati, mencerahkan wajah, menyenangkan jiwa, menghilangkan malas, menjadikan anggota tubuh aktif, sebagai suplai kekuatan, menjadikan hati lapang, makanan jiwa, pencerah hati, menjaga nikmat dan menolak siksa, menarik berkah, menjauhkan setan dan mendekatkan kepada Allah Maha Pengasih.

Secara global shalat memiliki pengaruh menakjubkan dalam menjaga kesehatan tubuh dan hati, menguatkan keduanya serta menolak materi-materi buruk dari keduanya dan dua orang tidak tertimpa penyakit atau ujian dan bencana kecuali orang yang shalat di antara keduanya lebih ringan dan dampak akhirnya lebih selamat.
Shalat juga memiliki pengaruh menakjubkan dalam menolak keburukan dunia apalagi jika shalat mendapatkan haknya secara penuh yang berupa kesempurnaan zhahir dan bathin. Jadi keburukan dunia dan akhirat tidak ditolak, kebaikan dunia dan akhirat tidak ditarik dengan sesuatu seperti shalat. Rahasia dari hal tersebut adalah karena shalat merupakan hubungan dengan Allah dan menurut kadar hubungan seorang hamba dengan Tuhannya –lah terbuka baginya pintu-pintu kebaikan, terputus darinya sebab-sebab keburukan, meluber atasnya taufiq dari Tuhannya azza wajalla, keselamatan, kesehatan, jarahan, kekayaan, kenyamanan, kenikmatan, kebahagian dan kegembiraan. Semuanya itu hadir dan bersegara datang ke hadapannya[2].

Shalat karena Allah kemudian Mencari Ampunan

Dari Ikrimah dari Ibnu Abbar radhiyallahu anhuma. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda kepada Abbas bin Abdul Mutthalib: “Wahai Abbas, wahai paman, bisakah saya memberimu, memberimu, memberimu, melakukan sepuluh hal kepadamu; jika kamu melakukan itu maka Allah mengampuni dosamu awal dan akhir, dulu dan baru, salah dan sengaja, besar dan kecil, yang menampak dan yang tidak menampak, sepuluh hal hendaknya engkau shalat empat rakaat di mana dalam setiap rakaat engkau membaca al fatihah dan surat. Selesai membaca pada awal rakaat maka ucapkanlah saat masih berdiri, “Subhaanallah walhamdu lillaah walaa ilaaha illallah wallahu akbar 15 kali. Kemudian kamu ruku’ dan membacanya 10 kali, kemudian kamu mengangkat kepala dari ruku’ dan membacanya 10 kali. Kemudian kamu turun bersujud dan lalu mengucapkannya dalam sujud 10 kali. Lalu kamu mengangkat kepala dari sujud dan mengucapkannya 10 kali. Lalu kamu sujud (lagi) dan mengucapkannya 10 kali. Kemudian kamu mengangkat kepala dari sujud dan lalu mengucapkannya 10 kali. Semua itu 75 kali dalam setiap rakaat. Kamu melakukan hal tersebut dalam empat rakaat. Jika bisa maka kamu melakukan shalat itu setiap hari sekali. Jika tidak bisa maka setiap jum’at sekali. Jika tidak bisa maka setiap bulan sekali. Jika tidak bisa maka setiap tahun sekali. Jika tidak bisa maka dalam seumur sekali”(HR Abu Dawud Ibnu Majah Ibnu Khuzaimah) Ibnu Khuzaimah berkata: Jika hadits ini shahih mak sungguh ada sesuatu dalam hati terkait sanadnya. Beliau lalu mengatakan: Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ibrahim bin Hakam bin Aban dari ayahnya dari Ikrimah secara Mursal dan tanpa menyebut Ibnu Abbas ra.

Al Hafizh berkata: Hadits ini juga diriwayatkan oleh Thabarani dengan tambahan teks di akhirnya; “meski dosa-dosamu laksana buih lautan atau pasir niscaya Allah mengampunimu” . Sungguh hadits ini telah diriwayatkan dari banyak jalur dan dari segolongan sahabat, tetapi yang paling bagus adalah hadits riwayat Ikrimah tersebut yang telah dihukumi shahih oleh para Imam yang di antaranya adalah al Hafizh Abu Bakar al Ajuri, Syaikhuna Abdurrahim al Mishri, Syaikhuna al Hafizh Abul Hasan al Maqdisi rahimahumullah. Abu Bakar bin Abu Dawud mengatakan: Aku mendengar ayahku menyatakan: “Tidak ada hadits shahih selain ini (hadits tersebut) terkait shalat Tasbih” demikian seperti dalam At Targhib wa At Tarhiib.

Shalat karena Allah kemudian karena Taubat

Dari Abu Bakar ra. Ia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
مَا مِنْ رَجُلٍ يُذْنِبُ ذَنْبًا ثُمَّ يَقُوْمُ فَيَتَطَهَّرُ ثُمَّ يُصَلِّي ثُمَّ يَسْتَغْفِرُ الله إِلاَّ غَفَرَ الله لَهُ
Tiada seorang yang berdosa lalu bangkit bersuci dan kemudian melakukan shalat kemudian beristighfar kepada Allah kecuali Allah mengampuninya”

Abu Bakar ra melanjutkan: “Lalu Beliau membaca firman Allah, Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui”QS Ali Imran:135. (HR Turmudzi Abu Dawud Nasai Ibnu Majah Ibnu Hibban Baihaqi).

Dalam riwayat Ibnu Hibban dan Baihaqi teks, “…kemudian ia shalat dua rakaat” Ibnu Khuzaimah menyebutkan hadits ini dalam shahihnya tanpa menyertakan sanad dan di sana juga menyebutkan “dua rakaat”
Dari Hasan al Bashri ra. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
مَا أَذْنَبَ عَبْدٌ ذَنْبًا ثُمَّ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُـوْءَ ثُمَّ خَرَجَ إِلَى بِرَازٍ مِنَ اْلأَرْضِ فَصَلَّى فِيْهِ رَكْعَتَيْنِ وَاسْتَغْفَرَ الله مِنْ ذَلِكَ الذَّنْبِ إِلاَّ غَفَرَ الله لَهُ
Seorang hamba tidak melakukan dosa kemudian berwudhu dan memperbaiki wudhunya. Kemudian ia keluar ke tanah lapang dan melakukan shalat dua rakaat di sana serta memohon ampunan kepada Allah dari dosa tersebut kecuali Allah pasti memberinya ampunan”(HR Baihaqi .Mursal)

Dari Abu Buraidah ra. suatu hari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memanggil Bilal dan bersabda: “Wahai Bilal, dengan apa kamu mendahuluiku ke  surga? Sungguh tadi malam aku masuk surga dan lalu mendengar suara sandalmu di depanku?” Bilal menjawab: Wahai Rasulullah, saya tidak pernah berdosa kecuali shalat dua rakaat dan tiada hadats mengenaikan kecuali saya langsung berwudhu dan saya shalat dua rakaat” (HR Ibnu Khuzaimah)

Shalat karena Allah kemudian karena Hajat

Shalat ini menjadi sarana hamba bertawassul kepada Allah terkait hal yang ia inginkan agar Allah memenuhi dengan anugerahNya dan memudahkan jalan ke sana dengan kuasaNya. Utsman bin Hunef ra meriwayatkan: Seorang lelaki buta datang dan berkata: “Sesungguhnya saya tertimpa musibah dalam mata saya maka berdo’alah untukku kepada Allah!” Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Pergilah berwudhu dan lakukanlah shalat dua rakaat kemudian bacalah:
أَللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ وَأَتَوَجَّـهُ إِلَيْكَ بِنَبِـيِّكَ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَبِيُّ الرَّحْمَةِ يَا مُحَمَّدُ إِنِّي أَسْنَشْفَعُ بِكَ إِلَى رَبِّي فِى بَصَرِي
“Ya Allah sesungguhnya saya memohon dan menghadap kepadaMu dengan NabiMu Muhammad shallallahu alaihi wasallam nabi rahmat. Wahai Muhammad, sesungguhnya saya memohon syafaat denganmu kepada Tuhanku dalam mataku”

Utsman bin Hunef melanjutkan: Tidak lama kemudian lelaki tersebut kembali pulih seakan tidak pernah mengalami masalah. Nabi shallallahu alaihi wasallam kemudian bersabda:, “Jika kamu memiliki hajat maka lakukanlah seperti itu!” (HR Turmudzi)

Dalam sebagian riwayat-riwayat hadits tersebut ada sedikit perbedaan dalam teks, tetapi tidak masalah. Dalam sebuah riwayat misalnya ada teks:
أَللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ وَأَتَوَجَّـهُ إِلَيْكَ بِنَبِـيِّكَ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَبِيُّ الرَّحْمَةِ يَا مُحَمَّدُ إِنِّي أَتَوَجَّـهُ إِلَى رَبِّي بك .
“Ya Allah sesungguhnya saya memohon dan menghadap kepadaMu dengan NabiMu Muhammad shallallahu alaihi wasallam nabi rahmat. Wahai Muhammad, sesungguhnya saya menghadap kepada Tuhanku denganmu

Shalat (Hajat) yang lain

Dari Abdullah bin Abi Aufa ra. ia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
مَنْ كَانَتْ لَهُ إِلَى اللهِ حَاجَةٌ أَوْ إِلَى أَحَدٍ مِنْ بَنِي آدَمَ فَلْيَتَوَضَّأْ فَلْيُحْسِنِ الْوُضُوْءَ وَلْيُصَلِّ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ لِيُثْنِ عَلَى الله تَعَالَى وَلْيُصَلِّ عَلَى النَّبِي صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ لِيَقُلْ
Barang siapa memiliki kebutuhan kepada Allah atau kepada seorang anak Adam maka hendaknya ia berwudhu, memperbaiki wudhu dan shalat dua rakaat. Kemudian memuji Allah dan bershalawat atas Nabi shallallahu alaihi wasallam kemudian mengucapkan:
لاَإِلهَ إِلاَّ اللهُ الْحَلِيْمُ الْكَرِيْمُ سُبْحَانَ اللهِ رَبِّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ وَالْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ أَسْأَلُكَ مُوْجِبَاتِ رَحْمَتِكَ وَعَزَائِمَ مَغْفِرَتِكَ وَالْغَنِيْمَةَ مِنْ كُلِّ بِرٍّ وَالسَّلاَمَةَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ لاَ تَدَعْ لِي ذَنْبًا إِلاَّ غَفَرْتَهُ وَلاَ هَمًّا إِلاَّ فَرَّجْتَهُ وَلاَ حَاجَةً هِيَ لَكَ رِضًاإِلاَّ قَضَيْتَهَا يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
”Tiada Tuhan selain Allah Maha Bijaksana Maha Pemurah. Maha suci Allah Tuhan Arasy yang agung. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Saya memohon kepadaMu sebab-sebab rahmatMu, hal-hal yang memastikan ampunanMu, jarahan dari segala kebaikan, selamat dari seluruh dosa. Jangan meninggalkan untukku dosa kecuali Engkau ampunkan, tidak pula susah kecuali Engkau hilangkan dan tidak kebutuhan yang Engkau ridho’i kecuali Engkau memenuhinya, duhai Dzat paling pengasih di antara para pengasih” (HR Turmudzi dan yang lain)
Bersambung.

sumber: http://www.shofwatuna.org/2014/05/madza-fi-syaban-hadits-hadits-palsu-dan-ditolak/ 

Catatan Kaki:
[1] Mafahim Yajib an Tushahhah hal 116
[2] Zaadul Ma’aad li Ibnil Qoyyim 4/270