Sabtu, 05 Agustus 2017

MENYIA-NYIAKAN AMANAT





Oleh: KHM. Ihya' Ulumiddin
Taushiah Syahriah bln Agustus 2009

Allah tabaraka wa ta'alaa berfirman: " Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh"QS al Ahzaab:72.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: "Tiada Iman bagi seorang yang tidak memiliki integritas " (HR Abu Dawud at Thayalisi). Seorang Badui datang kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam. Ia bertanya: "Kapankah kiamat tiba?" Nabi shallallahu alaihi wasallam menjawab: "Ketika amanat disia-siakan maka tunggulah kiamat" Badui itu bertanya: "Bagaimana amanat bisa disia-siakan?" Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: "Jika urusan dikuasakan kepada orang yang bukan ahlinya maka tunggulah kiamat!"(HR Bukhari)

Amanat adalah sebuah etika yang merupakan lawan kata Khianat.
Menyia-nyiakan amanat memiliki makna: Khianat
Tidak menunaikan tugas kewajiban dan keteledoran dalam menjalankan ketaatan,
Menyerahkan dan menyandarkan urusan kepada selain ahlinya sebagaimana ketika posisi khilafah, pimpinan pemerintahan, mahkamah dan fatwa serta tannggung jawab apa saja dipegang oleh orang-orang yang bukan ahlinya. Sebuah contoh, syarat memegang kepemimpinan umum kaum muslimin adalah 1) ilmu syara' yang mengantarkan kepada ijtihad fiqih dan 2) keadilan sebagai lawan kefasikan yakni melakukan dosa besar atau terus menerus melakukan dosa kecil.

Pertama kali tanda ini muncul adalah di masa tabiin kemudian terus meluas dan tersebar di masa-masa berikutnya sebagaimana Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: "Kehancuran umatku berada di tangan seorang anak muda dari quresy"HR Bukhari. Permulaan orang-orang muda yang bodoh itu adalah Yazid bin Muawiyah (meninggal pada tahun 67) sebegaimana disebutkan oleh al Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Baari Kitabul Fitan. Tentu saja di samping hal yang harus kita mengerti di antara sunnah-sunnah alamiah adalah ketika manusia itu berbuat zhalim maka Allah pasti menguasakan mereka kepada seorang hakim/penguasa yang zhalim seperti diisyartakan firman Allah: "Dan demikianlah Kami jadikan sebahagian orang-orang yang zalim itu menjadi teman bagi sebahagian yang lain disebabkan apa yang mereka usahakan."QS al An'aam: 129. dan seperti disebutkan dalam atsar: "Sebagaimana keadaan kalian seperti itu pula dikuasakan atas kalian" dalam sebuah versi riwayat: "Sebagaimana keadaan kalian seperti itu pula diberikan kepemimpinan atas kalian" (HR Baihaqi. Ia berkata: Hadits ini munqathi. Seorang perowinya yaitu Yahya bin Hasyim masuk dalam kategori dho'if)

Dalam Bukhari Muslim disebutkan dari Hudzaifah ra. Ia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memberikan dua hadits (dua statement) kepadaku di mana aku telah menyaksikan (realitas) salah satunya sementara satu lagi selalu aku menantikannya; (Pertama) Beliau memberitahukan kepadaku bahwa amanat menetap di relung hati para tokoh (Rijaal). Alqur'an pun turun sehingga mereka bisa mengerti Alqur'an sekaligus mengerti As Sunnah. (Kedua) Beliau bersabda kepadaku tentang sirnanya Amanat. Beliau bersabda: "Sebentar seseorang tidur lalu Amanat tercabut dari hatinya. Bekas Amanat itupun tetap ada laksana noktah. Kemudian seseorang itu kembali tidur sebentar. Amanat lalu tercabut dari hatinya. (Meski begitu) bekasnya tetap ada laksana bengkak air - seperti halnya bara api yang kamu geserkan (jatuhkan) atas kakimu sehingga kaki itu melepuh dan kamu melihatnya bengkak padahal di dalamnya tak ada sesuatu apapun – sehingga (sampai pada tingkat) manusia melakukan jual beli maka hampir tak ada seorangpun yang mau menunaikan amanat hingga dikatakan; "Sesungguhnya di kalangan suku ini ada seorang lelaki yang bisa dipercaya", hingga ada komentar untuk lelaki itu; "Betapa teguh dirinya, betapa cerdas dan cerdik dirinya", padahal tiada sedikitpun iman di dalam hatinya" (HR Bukhari/6497)

Hadits ini memberikan peringatan akan musnahnya Amanat dan sesungguhnya orang yang dianggap Amanatpun bisa tercerabut darinya sehingga ia menjadi seorang pengkhianat setelah sebelumnya menjadi orang yang bisa dipercaya di mana ini semua bisa terjadi karena dirinya banyak bersentuhan dengan para pengkhianat.

Menyia-nyiakan Amanat adalah ciri khas orang-orang munafik (secara amal) sebagaimana dalam hadits: "Tanda orang munafiq ada tiga; jika berbicara ia bohong, jika berjaji ia mengingkari dan jika dipercaya ia mengkhianati"Muttafaq Alaih. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah mengkhabarkan bahwa barang siapa mengkhianati Amanat dan mengambil sesuatu dari pengkhianatan itu maka kelak di hari kiamat ia akan datang dengan memikul sesuatu tersebut di pundaknya. Beliau bersabda: "Demi Allah, seorang kalian tidak mengambil sesuatu apapun tanpa hak kecuali ia bertemu dengan Allah sambil membawa sesuatu tersebut di hari kiamat, maka jangan sampai aku melihat salah seorang dari kalian bertemu Allah sambil memikul unta, sapi atau kambing yang terus bersuara"HR Bukhari.

Cukup kiranya bagi kita untuk mengerti bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ketika berhijrah ke Madinah justru meninggalkan Ali bin Abi Thalib ra agar menggantikan Beliau menunaikan Amanat orang-orang kafir Quresy yang ada pada Beliau. Padahal mereka telah mengusir Beliau dari tanah kelahiran, menyakiti dan mendustakan Beliau. Kendati begitu hal ini tidak menjadi alasan bagi keabsahan mengkhianati Amanat. Beliau-lah manusia yang bersabda: "Tunaikanlah Amanat kepada orang yang mempercayaimu dan jangan mengkhianati orang yang berkhianat kepadamu"(HR Bukhari dalam Tarikhnya, Abu Dawud, Turmudzi dan Hakim) sebagaimana sesungguhnya Alqur'an telah memberikan bimbingan akan pentingnya tidak menyia-nyiakan Amanat dengan perintah tulisan dan persaksian dalam akad hutang piutang.

Allah berfirman: " Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya –sampai firman Allah; Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. ".QS al Baqarah: 282 – 283.

Begitulah, Amanat turun di hati para sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam kemudian perlahan-lahan menghilang dari hati orang-orang sedikit demi sedikit sehingga sampai pada kita kondisi seperti sekarang ini di mana orang-orang yang bisa dipercaya dapat dihitung dengan jari...subhaanallah!


الله يتولى الجميع برعايته