Minggu, 14 Desember 2014

Hukum Menabuh Rebana di dalam masjid




PERTANYAAN :
Mbah Ceméng
Assalamualaikum... Nanya ! Pembahasan berlanjut, Adakah ulama yg memperbolehkan menabuh rebana (dlorbud dufuf) di dalam masjid ?
JAWABAN :
> Nurus Shobah
 أَعْلِنُوا هَذَا النِّكَاحَ، وَاجْعَلُوهُ فِي المَسَاجِدِ، وَاضْرِبُوا عَلَيْهِ بِالدُّفُوفِ
“Umumkanlah pernikahan, dan lakukanlah di masjid, serta (ramaikan) dengan memukul duf (rebana).” (Sunan Turmudzi, no.1089).
Syekh Ibnu Hajar Al-Haitami dalam fatwa beliau yang termuat dalam kitab "Al-Fatawi Al-Fiqhiyah Al-Kubro" menjelaskan, hadits tersebut mengisyaratkan kebolehan memainkan rebana dalam acara pernikahan didalam masjid, dan diqiyaskan pula kebolehan memainkan rebana untuk acara-acara lainnya. Syekh Al-Muhallab menyatakan bahwa semua pekerjaan yang dikerjakan didalam masjid apabila tujuannya demi kemanfaatan kaum muslimin dan bermanfaat bagi agama, boleh dikerjakan didalam masjid. Qodhi Iyadh juga menyatakan hal yang sama, beliau menambahkan, selama pekerjaan tersebut tidak merendahkan kemuliaan masjid maka boleh dikerjakan.
Kebolehan di atas dengan batasan selama tidak mengganggu kekhusukan orang-orang yang sedang mengerjakan ibadah didalam masjid dan dilakukan dengan cara yang tidak sampai merendahkan kemuliaan masjid, jika ketentuan tersebut dilanggar maka hukumnya haram.
Al-Fatawi Al-Fiqhiyah Al-Kubro, Juz : 4 Hal : 356
وفي الترمذي وسنن ابن ماجه عن عائشة - رضي الله تعالى عنها - أن النبي - صلى الله عليه وسلم - قال «أعلنوا هذا النكاح وافعلوه في المساجد واضربوا عليه بالدف» وفيه إيماء إلى جواز ضرب الدف في المساجد لأجل ذلك فعلى تسليمه يقاس به غيره
> Ghufron Bkl 
Menabuh rebana / hadroh di masjid dalam acara apapun diperbolehkan. [ tasyawuf al ismaa' hlm 27 ].
 
LINK ASAL :
https://www.facebook.com/groups/196355227053960?view=permalink&id=592906087398870&refid=7 
LINK TERKAIT :
DOKUMEN FB :

Pendapat Ulama tentang Dufuf (rebana) dalam Maulid




Didalam madzhab Syafii bahwa Dufuf (rebana) hukumnya Mubah secara Mutlak (Faidhulqadir juz 1 hal 11). Diriwayatkan pula bahwa para wanita memukul rebana menyambut Rasulullah saw disuatu acara pernikahan, dan Rasul saw mendengarkan syair mereka dan pukulan rebana mereka, hingga mereka berkata : bersama kami seorang Nabi yang mengetahui apa yang akan terjadi”, maka Rasul saw bersabda : “tinggalkan kalimat itu, dan ucapkan apa – apa yang sebelumnya telah kau ucapkan” (Shahih Bukhari hadits No.4852),
juga diriwayatkan bahwa rebana dimainkan saat hari Asyura di Madinah dimasa para sahabat radhiyallahu ‘anhum (Sunan Ibn Majah hadits No.1897) 


Dijelaskan oleh Imam Ibn Hajar bahwa Duff (rebana) dan nyanyian pada pernikahan diperbolehkan walaupun merupakan hal yang Lahwun (melupakan dari Allah), namun dalam pernikahan hal ini (walau lahwun) diperbolehkan (keringanan syariah karena kegembiraan saat nikah), selama tak keluar dari batas - batas mubah. 

Demikian sebagian pendapat ulama (Fathul Baari Almasyhur Juz 9 hal 203)
Menunjukkan bahwa yang dipermasalahkan mengenai pelarangan rebana adalah karena hal yang Lahwun (melupakan dari Allah), namun bukan berarti semua rebana haram, karena Rasul saw memperbolehkannya, bahkan dijelaskan dengan Nash Shahih dari Shahih Bukhari.
Namun ketika mulai makna syairnya menyimpang dan melupakan dari Allah swt maka Rasul saw melarangnya. Demikianlah maksud pelarangannya di masjid, karena rebana yang mengarah pada musik lahwun, sebagian ulama membolehkannya di masjid hanya untuk nikah walaupun Lahwun, namun sebagian lainnya mengatakan yang dimaksud adalah diluar masjid, bukan didalam masjid. Pembahasan ini semua adalah seputar hukum rebana untuk gembira atas akad nikah dengan lagu yang melupakan dari Dzikrullah.

Berbeda dengan rebana dalam maulid, karena isi syairnya adalah shalawat, pujian pada Allah dan Rasul-Nya saw, maka hal ini tentunya tak ada khilaf padanya, karena khilaf adalah pada lagu yang membawa lahwun.Sebagaimana Rasul saw tak melarangnya, maka muslim mana pula yang berani mengharamkannya, sebab pelarangan di masjid adalah membunyikan hal yang membuat lupa dari Allah didalam masjid,Sebagaimana juga syair yang jelas – jelas dilarang oleh Rasul saw untuk dilantunkan di masjid, karena membuat orang lupa dari Allah dan masjid adalah tempat dzikrullah, namun justru syair pujian atas Rasul saw diperbolehkan oleh Rasul saw di masjid. Demikian dijelaskan dalam beberapa hadits shahih dalam Shahih Bukhari, bahkan Rasul saw menyukainya dan mendoakan Hassan bin Tsabit seraya melantunkan syair di masjid, tentunya syair yang memuji Allah dan Rasul-Nya.

Saudaraku, rebana yang kita pakai di masjid itu bukan lahwun dan membuat orang lupa dari Allah, justru rebana - rebana itu membawa muslimin untuk mau datang dan tertarik hadir ke masjid, duduk berdzikir, melupakan lagu - lagu non muslimnya, meninggalkan alat – alat musiknya, tenggelam dalam dzikrullah dan Nama Allah Swt, asyik ma’syuk menikmati rebana yang pernah dipakai menyambut Rasulullah saw, mereka bertobat, mereka menangis, mereka asyik duduk di masjid, terpanggil ke masjid, betah di masjid, perantaranya adalah rebana itu tadi dan syair – syair pujian pada Allah dan Rasul Nya, dengan meniru perbuatan para sahabat yaitu kaum Anshar radhiyallahu’anhum yang perbuatan itu sudah diperbolehkan oleh Rasul saw.


Dan sebagaimana majelis kita telah dikunjungi banyak ulama, kita lihat bagaimana Guru Mulia Al Musnid Al Allamah Al Habib Umar bin Hafidh, justru tersenyum gembira denganhadroh majelis kita, demikian pula Al Allamah Alhabib Zein bin Smeth (Pimpinan Ma’had Tahfidhul Qur’an Madinah Almunawwarah). Demikian pula Al Allamah Al Habib Salim bin Abdullah Asyatiri (Pimpinan Rubat Tarim, Hadramaut) juga menjadi Dosen di Universitas Al Ahqaf Yaman. Demikian Al Allamah Alhabib Husein bin Muhamad Alhaddar, Mufti wilayah Baidha, mereka hadir di majelis kita dan gembira, tentunya bila hal ini mungkar niscaya mereka tak tinggal diam dan akan melarang kemungkaran di masjid, bahkan mereka memuji majelis kita sebagai majelis yang sangat memancarkan cahaya keteduhan melebih banyak majelis – majelis lainnya.


Mengenai pengingkaran yang muncul dari beberapa ulama adalah karena mereka belum
mentahqiq masalah ini, karena tahqiq dalam masalah ini adalah tujuannya, sebab alatnya telah dimainkan dihadapan Rasulullah saw yang bila alat itu merupakan hal yang haram mestilah Rasul saw telah mengharamkannya tanpa membedakan ia membawa manfaat atau tidak. Namun Rasul saw tak melarangnya, dan larangan Rasul saw baru muncul pada saat syairnya mulai menyimpang, maka jelaslah bahwa hakikat pelarangannya adalah pada tujuannya. Nah.. para ulama atau kyai ahlussunnah waljamaah yang melarangnya mungkin dimasa kehidupan mereka rebana dipakai hal yang mungkar dengan sorak - sorai dan tawa terbahak - bahak didalam masjid, maka mereka melarangnya
.


http://ahlulbaitrasulullah.blogspot.com/2013/07/pendapat-ulama-tentang-dufuf-rebana.html 

Kamis, 11 Desember 2014

Menyikapi Musibah

ceramah ust. Junaidi sahal tentang mennyikapi musibah

RUH JAMAAH

Taushiyah Abina pada bulan Desember 2014



بسم الله الرحمن الرحيم
من روح الجماعة
قال الله تعالى:
[لَا خَيْرَ فِى كَثِيْرٍ مِنْ نَجْوَاهُمْ إِلَّا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوْفٍ أَوْ إِصْلَاحٍ بَيْنَ النَّاسِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذلِكَ ابْتِغَاءَ مَرْضَاةِ اللهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيْهِ أَجْرًا عَظِيْمًا]النساء:114.
تُشِيْرُ هذِهِ الْأيَةُ الْكَرِيْمَةُ إِلَي لُزُوْمِ تَوْطِيْدِ قُوَّةِ رُوْحِ الْجَمَاعَةِ بِهذِهِ الْخِلَالِ الثَّلَاثَةِ:
1.              الْأَمْرُ بِالصَّدَقَةِ بِمَفْهُوْمِهَا الْوَاسِعِ حَتَّي يَقُوْلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:[[اتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ التَّمْرَةِ فَإِنْ لَمْ تَجِدُوْا فَبِكَلِمَةٍ طَيِّبَةٍ]] رواه أحمد والبخاري ومسلم.[1] وَالرَّسُوْلُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِأُمَّتِهِ رَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ حَرِيْصٌ عَلَى سَعَادَتِهَا وَوِقَايَتِهَا مِمَّا يَضُرُّهَا فَكَيْفَ لَا يُرْشِدُهَا إِلَى مَا يُتَّقَي بِهِ النَّارُ فَبَيَّنَ أَنَّ الصَّدَقَةَ وِقَايَةٌ مِنَ النَّارِ بِمَعْنَي أَنَّ مَنْ بَذَلَ مَالَهُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاةِ اللهِ تَعَالَى كَانَ مَا بَذَلَ سُوْرًا مَنِيْعًا وَحَاجِزًا حَصِيْنًا يَقِيْهِ لَهِيْبَ الْجَحِيْمِ. وَقَلِيْلٌ مِنَ الْمَالِ مِمَّنْ لَا يَسْتَطِيْعُ غَيْرَهُ إِذَا أَعْطَاهُ بِطِيْبِ نَفْسٍ وَإِخْلَاصِ قَلْبٍ كَبِيْرٌ عِنْدَ اللهِ فَهُوَ يُرَبِّيْ التَّمْرَةَ الصَّغِيْرَةَ بَلْ شِقَّهَا حَتَّي تَكُوْنَ كَالْجِبَالِ الشَّامِخَةِ أَثَرُهَا كَبِيْرٌ وَثَوَابُهَا عَظِيْمٌ وَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:: [[سَبَقَ دِرْهَمٌ مِائَةَ أَلْفِ دِرْهَمٍ رَجُلٌ لَهُ دِرْهَمَانِ أَخَذَ أَحَدَهُمَا فَتَصَدَّقَ بِهِ وَرَجُلٌ لَهُ مَالٌ كَثِيْرٌ فَأَخَذَ مِنْ عَرَضِهِ مِائَةَ أَلْفٍ فَتَصَدَّقَ بِهِ]] رواه النسائي.[2] فَلَا تُسْتَقَلُّ الصَّدَقَةُ وَإِنْ كَانَتْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ أَوْ قِطْعَةٍ مِنْ رَغِيْفٍ فَرُبَّمَا سَدَّتْ حَاجَةً مِنْ جَائِعٍ بَلْ رُبَّمَا أَنْقَذَتْ نَفْسًا أَشْرَفَتْ عَلَى الْهَلاَكِ فَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا أَنَّهَا قَالَتْ: ((دَخَلَتْ عَلَيَّ امْرَأَةٌ مَعَهَا ابْنَتَانِ لَهَا تَسْأَلُ فَلَمْ تَجِدْ عِنْدِيْ شَيْئًا غَيْرَ تَمْرَةٍ فَأَعْطَيْتُهَا إِيَّاهَا فَقَسَمَتْهَا بَيْنَ ابْنَتَيْهَا وَلَمْ تَأْكُلْ مِنْهَا ثُمَّ قَامَتْ وَخَرَجَتْ. فَدَخَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْنَا فَأَخْبَرْتُهُ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: [[مَنِ ابْتُلِيَ مِنْ هذِهِ الْبَنَاتِ بِشَيْئٍ فَأَحْسَنَ إِلَيْهِنَّ كُنَّ لَهُ سِتْرًا مِنَ النَّارِ]]رواه أحمد والبخاري ومسلم والنسائي.[3])).
وَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:[[بَاكِرُوْا بِالصَّدَقَةِ فَإِنَّ الْبَلَاءَ لَا يَتَخَطَّي الصَّدَقَةَ]] رواه أبو داود الطيالسي والبيهقي.[4] وَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ [[مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ- الحديث]]رواه أحمد ومسلم والترمذي.[5]   فَصَدَقَةُ الْمَالِ نَافِعَةٌ وَفِيْهَا بَرَكَةٌ وَمِنَ النَّارِ وَاقِيَةٌ وَمِنَ الْبَلَاءِ دَافِعَةٌ مَادَامَ ذلِكَ الْجُهْدُ مَعَ الْمُوَاظَبَةِ عَلَيْهَا جَلَّتْ أَوْ قَلَّتْ بِسَخَاءٍ دُوْنَ تَرَدُّدٍ فِى مَوَاطِنِ الْبَذْلِ الَّتِي تَعُوْدُ بِالْخَيْرِ الْكَبِيْرِ وَالْأَجْرِ الْوَافِرِ, وَإِنَّ مِنْ أَعْظَمِ رَكَائِزِ الدَّعْوَةِ الْإِسْلَامِيَّةِ الْيَوْمَ هُوَ بَذْلُ الْأَمْوَالِ فِى سَبِيْلِهَا بِسَخَاءٍ وَمُسَارَعَةٍ وَاسْتِجَابَةٍ كَامِلَةٍ كَمَا نَرَي مَا يَبْذُلُهُ أَعْدَاءُ الْإِسْلَامِ مِنْ أَمْوَالٍ طَائِلَةٍ وَإِمْكَانِيَّةٍ قَوِيَّةٍ مُسَايَرَةً لِهذَااْلعَصْرِ الَّذِي قَالَ فِيْهِ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم: [[إِذَا كَانَ فِى آخِرِ الزَّمَان لَا بُدَّ لِلنَّاسِ فِيْهَا مِنَ الدَّرَاهِيْمِ وَالدَّنَانِيْرِ يُقِيْمُ الرَّجُلُ بِهَا دِيْنَهُ وَدُنْيَاهُ]]رواه الطبراني.[6] وَقَدْ قِيْلَ:
[رَأَيْتُ النَّاسَ قَدْ مَالُوْا إِلَى مَنْ لَهُ الْمَالُ # وَمَنْ لَيْسَ لَهُ الْمَالُ النَّاسُ عَنْهُ مَالُوْا
فَإِنْ لَمْ يَجِدِ الْمُسْلِمُ مَا يَمُدُّ بِهِ يَدَهُ بِصَدَقَةِ الْمَالِ فَلْيُحَرِّكْ لِسَانَهُ وَلْيَتَصَدَّقْ بِالْكَلِمَةِ الطَّيِّبَةِ, قال الله تعالى: [قَوْلٌ مَعْرُوْفٌ خَيْرٌ مِنْ صَدَقَةٍ يَتْبَعُهَا أَذًي, وَاللهُ غَنِيٌّ حَلِيْمٌ]البقرة:263.[وَإِمَّا تُعْرِضَنَّ عَنْهُمُ ابْتِغَاءَ رَحْمَةٍ مِنْ رَّبِّكَ تَرْجُوْهَا فَقُلْ لَهُمْ قَوْلًا مَيْسُوْرًا]الإسراء:28, فَإِنَّ رَدَّ السَّائِلِ بِالْقَوْلِ الْجَمِيْلِ أَوْ وَعْدَهُ الْعَطَاءَ عِنْدَ الْيَسَارِ كَانَ لَهُ بِذلِكَ صَدَقَةً فَإِنْ أَعْوَزَهُ الْمَالُ فَلَنْ يُعْوِزَهُ اللِّسَانُ.
2.              الْأَمْرُ بِإِسْدَاءِ الْمَعْرُوْفِ
وَمَا أَرْوَعَ التَّمْثِيْلَ النَّبَوِيَّ لِتَمَاسُكِ الْمُسْلِمِيْنَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا فِى قَوْلِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: [[مَثَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ فِى تَرَاحُمِهِمْ وَتَوَادِّهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ كَمَثَلِ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَي مِنْهُ عِضْوٌ تَدَاعَي لَهُ سَائِرُ جَسَدِهِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّي]] رواه أحمد ومسلم.[7]
التَّرَاحُمُ وَالتَّوَادُدُ وَالتَّعَاطُفُ كُلُّهَا مِنْ بَابِ التَّفَاعُلِ الَّذِي يَسْتَدْعِي اشْتِرَاكَ الْجَمَاعَةِ فِى أَصْلِ الْفِعْلِ وَهِيَ وَإِنْ تَقَارَبَتْ فِى الْمَعْنَي بَيْنَهَا فَرْقٌ لَطِيْفٌ. فَالتَّرَاحُمُ رَحْمَةُ بَعْضِهِمْ بَعْضًا بِأُخُوَّةِ اْلإِيْمَانِ لَا بِسَبَبٍ آخَرَ. وَالتَّوَادُدُ التَّوَاصُلُ الْجَالِبُ لِلْمَحَبَّةِ كَالتَّزَاوُرِ وَالتَّهَادِي. وَالتَّعَاطُفُ إِعَانَةُ بَعْضِهِمْ بَعْضًا كَمَا يُعْطَفُ الثَّوْبُ عَلَي الثَّوْبِ تَقْوِيَةً لَهُ. يُمَثِّلُ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِى هذِهِ الْخِلَالِ الثَّلَاثَةِ بِالْجَسَدِ الْوَاحِدِ فَكَمَا إِذَا مَرِضَ مِنْهُ عُضْوٌ تَأَلَّمَ لَهُ الْبَاقِيْ فَلَمْ يَذُقْ نَوْمًا وَسَرَتْ إِلَيْهِ حَرَارَةُ الْحُمَّي فَآلَمَتْهُ فَكَذلِكَ الْمُؤْمِنُوْنَ حَقِيْقَةً إِذَا نَابَ وَاحِدًا مِنْهُمْ نَائِبَةٌ شَعُرَ بِأَلَمِهَا الْبَاقُوْنَ فَسَعَوْا بِمَا فِيْهِمْ مِنَ الْعَوَاطِفِ لِدَفْعِ الْأَلَمِ عَنْهُ وَجَلْبِ الْخَيْرِ إِلَيْهِ وَإِذَا أَصَابَ وَاحِدًا مِنْهُمْ الْخَيْرُ كَأَنَّمَا أَصَابَ الْجَمِيْعَ.
3.              الْأَمْرُ بِإِصْلَاحِ ذَاتِ الْبَيْنِ.
إِنَّ مِنْ أَبْرَزِ صِفَاتِ الْمُسْلِمِ حُبَّهُ لِإِخْوَانِهِ حُبًّا سَامِيًا فِى اللهِ تَعَالَى مُجَرَّدًا عَنْ كُلِّ مَنْفَعَةٍ بَرِيْئًا مِنْ أَيِّ غَرَضٍ, إِنَّهُ الْحُبُّ الْأَخَوِيُّ الصَّادِقُ لِرَابِطَةٍ تَرْبِطُهَا بِأَخِيْهِ مَهْمَا كَانَ جِنْسُهُ وَلَوْنُهُ وَلُغَتُهُ وَهِيَ رَابِطَةُ الْإِيْمَانِ [إِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ إِخْوَةٌ] وَأُخُوَّةُ الْإِيْمَانِ أَوْثَقُ رَوَابِطِ النُّفُوْسِ وَأَمْتَنُ عُرَي الْقُلُوْبِ وَأَسْمَي صِلَاتِ الْعُقُوْلِ وَالْأَرْوَاحِ, فَكَانَ مِنَ اللَّازِمِ لِلْإِهْتِمَامِ بِأَمْرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْحِرْصِ عَلَى نَفْعِهِمْ وَدَفْعِ الْأَذَي عَنْهُمْ السَّعْيُ بِالْإِصْلَاحِ بَيْنَهُمْ إِذَا كَانُوْا مُتَخَاصِمِيْنِ وَالنُّصُوْصُ فىِ وُجُوْبِ هَذَا الْأَمْرِ أَكْثَرُ مِنْ أَنْ تَتَّسِعَ هذِهِ الصَّفَحَاتُ مِنْهَا قَوْلُهُ تَعَالَي: [إِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوْا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ]الحجرات:10. لَقَدْ كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَحْرِصُ كُلَّ الْحِرْصِ عَلَى أَنْ تَسُوْدَ الْأُخُوَّةُ مُجْتَمَعَ الْمُسْلِمِيْنَ فَكَانَ لَا يَزَالُ يَحُضُّهُمْ عَلَى فِعْلِ الْمَعْرُوْفِ وَالتَّسَامُحِ وَالتَّغَاضِي وَالرِّفْقِ بِأَقْوَالِهِ وَأَفْعَالِهِ كَجَانِبٍ تَرْبَوِيٍّ مِنِ اهْتِمَامِهِ وَعِنَايَتِهِ حَتَّي يُحَوِّلَ فَوْرَةَ الْغَضَبِ وَالْخُصُوْمَةِ وَالتَّعَنُّتِ إِلَي بَسْمَةِ رِضًا وَصَفَاءٍ وَتَسَامُحٍ.
وَمِنْ ذلِكَ مَا رَوَتْ عَائِشَةُ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا أَنَّهَا قَالَتْ:
((سَمِعَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَوْتَ خُصُوْمٍ بِالْبَابِ عَالِيَةٍ أَصْوَاتُهُمَا إِذَا أَحَدُهُمَا يَسْتَوْضِعُ[8] الْآخَرَ وَيَسْتَرْفِقُهُ فِى شَيْءٍ وَهُوَ يَقُوْلُ: وَاللهِ لَا أَفْعَلُ. فَخَرَجَ عَلَيْهِمَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: "أَيْنَ الْمُتَأَلِّيْ عَلَى اللهِ لَا يَفْعَلُ الْمَعْرُوْفَ؟" وَهُنَا ذَابَ الْخَصْمُ خَجَلًا إِذْ سَمِعَ صَوْتَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُسْتَنْكِرًا مُعَاتِبًا فَتَنَازَلَ عَنْ حَقِّهِ قَائِلًا:أَنَا يَارَسُوْلَ اللهِ فَلَهُ أَيُّ ذلِكَ أَحَبَّ)) رواه البخاري ومسلم.
وَفِي سَبِيْلِ ذلِكَ اْلِإصْلَاحِ بَيْنَ النَّاسِ كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُرَخِّصُ فىِ كَثِيْرٍ مِنَ الْأَقْوَالِ الَّتِي يَتَزَيَّدُ فِيْهَا النَّاسُ ابْتِغَاءَ اسْتِمَالَةِ النُّفُوْسِ النَّافِرَةِ وَتَلْيِيْنِ الْقُلُوْبِ الْمُتَحَجِّرَةِ وَلَا يَعُدُّ هذِهِ الْأَقْوَالَ مِنَ الْكَذِبِ الْحَرَامِ وَلَا قَائِلِيْهَا مِنَ الْكَذَّابِيْنَ الْآثِمِيْنَ حَيْثُ يَقُوْلُ: [لَيْسَ الْكَذَّابُ الَّذِي يُصْلِحُ بَيْنَ النَّاسِ فَيُنْمِيْ[9] خَيْرًا أَوْ يَقُوْلُ خَيْرًا]رَوَاهُ الْبُخَارِي وَمُسْلِمٌ عَنْ أُمِّ كُلْثُوْمٍ بِنْتِ عُقْبَةَ بْنِ أَبِي مُعِيْطٍ. وَفِي رِوَايَةٍ لِمُسْلِمٍ زَادَتْ: [وَلَمْ أَسْمَعْهُ يُرَخِّصُ فِى شَيْءٍ مِمَّا يَقُوْلُهُ النَّاسُ إِلَّا فِى ثَلَاثٍ, تَعْنِي الْحَرْبَ وَاْلإِصْلَاحَ بَيْنَ النَّاسِ وَحَدِيْثَ الرَّجُلِ امْرَأَتَهُ وَحَدِيْثَ الْمَرْأَةِ زَوْجَهَا.
= والله يتولي الجميع برعايته =

Ruh Jamaah
Allah ta’ala berfirman:
“Tidak ada kebaikan apapun dalam bisik-bisik mereka kecuali (bisikan) dari orang yang menyerukan bersedekah, atau berbuat baik, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barang siapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami (Allah) akan memberinya pahala yang besar”QS An Nisa’:114.

Ayat yang mulia ini memberikan isyarat kepada kewajiban memperkokoh kekuatan ruh jamaah dengan tiga hal:
1.      Seruan sedekah dengan pemahamannya yang luas sehingga Rasulullah Saw bersabda: “Jagalah dirimu dari neraka meski hanya dengan secuil kurma; bila kalian tidak menemukannya (tidak memilikinya) maka dengan ucapan yang baik” (HR Ahmad Bukhari Muslim)[10]
Rasulullah Saw begitu mengasihi dan menyayangi umatnya. Beliau sangat berharap mereka mendapatkan keberuntungan serta terlindungi dari hal yang membahayakan. (jika demikian), bagaimana (bisa) beliau tidak menunjukkan mereka kepada hal yang menjadi perlindungan dari neraka. Maka, beliau pun menjelaskan sesungguhnya sedekah adalah perlindungan dari neraka dalam arti bahwa barang siapa yang mendermakan harta demi mencari ridha Allah ta’ala, niscaya apa yang telah ia dermakan menjadi pagar kuat dan penghalang kokoh yang bisa melindunginya dari nyala api neraka. Sedikit harta dari seorang yang memang tidak mampu selain itu, apabila dia memberikannya dengan jiwa yang rela dan keikhlasan hati, adalah besar di sisi Allah. Maka, Dia pun terus mengembangkan sebuah kurma kecil, bahkan secuilnya, sehingga menjadi seperti gunung menjulang tinggi, memiliki pengaruh besar dan pahalanya berlimpah. Rasulullah Saw bersabda: “Satu dirham mengungguli seratus ribu dirham. Seseorang memiliki dua dirham. Ia mengambil satu dirham dan lalu menyedekahkannya. Dan seorang (lain) memiliki banyak harta. Lalu ia mengambil dari kekayaannya seratus ribu lalu menyedekahkannya”HR Nasai[11].
Jadi sedekah tidak bisa dianggap sedikit meski berupa secuil kurma atau sepotong roti karena sangat mungkin bisa memenuhi kebutuhan orang yang lapar atau bahkan menyelamatkan seorang yang telah berada dekat dalam bahaya (kematian karena lapar). Dari Aisyah ra. Beliau berkata:
((Seorang wanita bersama dua puterinya datang kepadaku meminta sesuatu. (sayang) ia tidak mendapatkan padaku kecuali sebiji kurma. Aku lalu memberikan sebiji kurma itu kepadanya. Ia lalu membaginya untuk kedua puterinya dan sedikitpun ia tidak memakan darinya. Kemudian ia bangkit dan pergi. Lalu Nabi Saw datang dan aku pun memberitahukan hal barusan kepada beliau. Beliau Saw lalu bersabda: “Barang siapa yang diuji dengan sesuatu dari anak-anak perempuan ini lalu ia berbuat baik kepada mereka maka mereka menjadi penghalang baginya dari neraka”HR Ahmad Bukhari Muslim Nasai.[12]))
Beliau Saw bersabda: “Bersedekahlah di pagi hari karena sesungguhnya bencana tidak bisa melewati sedekah”(HR Abu Dawud at Thayalisi-Baihaqi)[13] Beliau Saw bersabda: “Sedekah tidak mengurangi harta…”(HR Ahmad Muslim Turmudzi)[14]

Jadi sedekah harta itu sangat bermanfaat, di dalamnya ada berkah, pelindung dari neraka dan penolak bencana selama jerih payah itu dilakukan secara rutin (dalam bersedekah) baik sedikit atau banyak, dengan penuh kedermawanan tanpa ada keraguan pada saat-saat mendermakan yang (pada akhirnya) bisa mendatangkan kebaikan besar dan pahala sempurna.
Dan sesungguhnya termasuk pilar-pilar dakwah islam pada hari ini adalah mendermakan harta benda di jalan dakwah dengan penuh kedermawanan, bersegera dan pemenuhan yang sempurna sebagaimana kita menyaksikan apa yang didermakan oleh musuh-musuh islam berupa harta benda yang banyak dan kemampuan yang kuat seiring masa sekarang ini yang merupakan masa seperti sabda Rasulullah Saw: “Kelak ketika di akhir zaman, keharusan bagi manusia memiliki dirham-dirham dan dinar-dinar yang (dibutuhkan) seseorang untuk menegakkan agama dan dunianya”(HRThabarani)[15] dan sungguh dikatakan:

Aku menyaksikan manusia cenderung kepada orang yang memiliki harta#
Barang siapa tidak memiliki harta maka manusia akan berpaling darinya

Jika seorang muslim tidak memiliki apapun untuk mengulurkan tangannya dengan sedekah harta benda maka hendaknya ia menggerakkan lidah dan bersedekah dengan kata-kata yang baik, Allah berfirman: “…ucapan yang baik lebih baik daripada sedekah yang diikuti oleh hal yang menyakitkan (ucapan/tindakan), dan Allah Maha Kaya lagi Maha Bijaksana”(QS al Baqarah:263)  Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang kamu harapkan, maka ucapkanlah kepada mereka ucapan yang pantas”(QS al Isra’:28) karena sesungguhnya menjawab seorang peminta dengan ucapan yang baik atau memberinya janji akan diberi jika telah ada yang diberikan, maka hal itu adalah sedekah baginya. Jika ia kesulitan (bersedekah) dengan harta maka jangan pernah kesulitan (bersedekah) dengan lidah.

2.      Perintah memberikan kebaikan
Betapa indah perumpamaan Nabi Saw terkait saling terikatnya kaum muslimin antara satu dengan yang lain dalam sabda beliau Saw: “Perumpamaan orang-orang beriman dalam saling mengasihi, menyayangi dan berbelas kasih sesama mereka adalah seperti tubuh yang ketika ada satu anggota darinya sakit maka karennya seluruh tubuh saling mengundang (memberitahukan) dengan tidak bisa tidur dan panas”(HR Ahmad-Muslim)[16]
Taraahum, tawaadud dan ta’aathuf semuanya dalam bab tafaa’ul yang menuntut peran serta semua orang (jamaah) dalam asal pekerjaan. Kalimat-kalimat ini meski berdekatan dalam makna, di antara semuanya ada sedikit perbedaan. Taraahum adalah kasih sayang sebagian mereka kepada sebagian lain dengan dasar persaudaraan keimanan, bukan karena sebab lain. Tawaadud adalah saling menyambung yang bisa menjadi penarik kecintaan sebagaimana saling mengunjungi dan saling memberi hadiah. Dan Ta’aathuf adalah pertolongan sebagian mereka kepada sebagian lain seperti halnya baju dilipat di atas baju yang lain untuk memperkuatnya.
Dalam  tiga hal ini Rasulullah Saw memberikan perumpamaan dengan satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuh sakit maka seluruh tubuh ikut merasakan sakit sehingga tidak akan bisa tidur dan panas pun menjalar, maka begitulah orang-orang beriman sebenarnya yang jika salah satu dari mereka terkena musibah maka seluruhnya ikut merasakan deritanya sehingga lalu dengan modal kasih sayang yang telah ada, mereka berusaha maksimal menolak derita itu darinya serta mendatangkan kebaikan kepadanya. Dan ketika salah satu dari mereka mendapatkan kebaikan maka seakan kebaikan itu didapatkan oleh semuanya.

3.      Perintah mendamaikan perseteruan
Sungguh ciri paling kelihatan bagi seorang muslim adalah rasa cintanya kepada saudara-saudaranya dengan kecintaan yang tinggi fillah, bersih dari segala manfaat dan kepentingan apapun. Sesungguhnya itu adalah kecintaan karena persaudaraan yang jujur yang diikat oleh satu ikatan sehingga mereka saling terikat dengan saudaranya, apapun jenis, warna kulit dan bahasanya. Itulah ikatan keimanan “Sesungguhnya orang-orang beriman itu hanyalah bersaudara” .
Persaudaraan iman adalah ikatan jiwa yang paling kuat, tali hati yang paling kokoh dan penghubung akal dan roh yang paling mulia. Oleh karena itulah termasuk hal yang wajib dalam rangka peduli dengan urusan kaum muslimin, semangat kuat memberikan manfaat dan mencegah hal menyakitkan dari mereka, adalah berusaha maksimal menciptakan perdamaain di antara mereka ketika mereka sedang terlibat dalam perseteruan. Nash-nash tentang kewajiban hal ini cukuplah banyak sehingga lembaran-lembaran ini tidak bisa memuatnya. Di antaranya adalah firman Allah: “Sesungguhnya orang-orang mukmin hanyalah bersaudara, oleh karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat”(QS al Hujurat:10)
Sungguh Rasulullah Saw sangatlah serius mewujudkan persaudaraan dalam masyarakat islam. Beliau senantiasa mendorong melakukan kebaikan, toleransi, saling melupakan kesalahan dan berbuat lemah lembut, dengan ucapan dan perilaku beliau sebagai sebuah prinsip pendidikan yang bermula dari perhatian dan keseriusan beliau sehingga akhirnya bisa merubah letupan kemarahan, permusuhan dan tindakan memaksakan diri menjadi senyum kerelaan, kejernihan dan saling memaafkan. Di antara contoh hal tersebut adalah cerita Aisyah ra. Ia berkata:
((Rasulullah Saw mendengar suara percekcokan di depan pintu. Suara kedua orang itu begitu keras. Ketika salah satunya meminta belas kasih agar dibebaskan sebagian hutangnya, orang yang lain menjawab: “Demi Allah, aku tidak akan melakukannya” Rasulullah Saw pun keluar (menjumpai mereka) dan bersabda: “Manakah orang yang bersumpah atas nama Allah bahwa ia tidak akan berbuat kebaikan?” saat itulah musuh (orang yang bersumpah) hatinya luluh karena merasa malu ketika mendengar suara Rasulullah Saw yang mengingkari dan memberikan teguran (kepadanya) sehingga ia pun merelakan haknya seraya berkata: “Saya, Rasulullah. Maka baginya apapun yang ia sukai (terserah dia)”))
Di jalan mewujudkan perdamaian di antara manusia Rasulullah Saw memperbolehkan banyak ucapan yang dibuat-buat untuk mempengaruhi jiwa-jiwa yang meradang dan melunakkan hati-hati yang membatu dan beliau Saw tidak menilai ucapan-ucapan ini sebagai sebuah kebohohan yang diharamkan dan tidak pula menilai orang-orang yang mengucapkannya sebagai para pembohong yang berbuat dosa. Beliau Saw bersabda: “Bukanlah seorang pembohong, orang yang membuat perdamaian di antara manusia lalu ia menyampaikan berita kebaikan atau mengucapkan kebaikan”(HR Bukhari Muslim dari Ummu Kultsum binti Uqbah bin Abi Mu’ith) dalam riwayat Muslim, Ummu Kultsum menambahkan: (Dan aku tidak pernah mendengar beliau Saw memperbolehkan sesuatu (kebohongan) yang diucapkan oleh manusia kecuali dalam tiga hal). Hal yang dimaksudkan olehnya adalah perang, mewujudkan perdamaian di antara manusia, dan ucapan suami kepada isterinya atau ucapan isteri kepada suaminya.
= والله يتولي الجميع برعايته =


[1] الجامع الصغير رقم 144
[2] الجامع الصغير رقم 4650
[3] الجامع الصغير رقم 8278
[4] الجامع الصغير رقم 3122
[5] الجامع الصغير رقم 8120
[6] الجامع الصغير رقم 812
[7] الجامع الصغير رقم 8155
[8] اي يسأله أن يضع عنه بعض دينه
[9] اي يبلغ خبرا فيه خير
[10]Al Jami’ as Shaghir no 144
[11]Al Jami’ as Shaghir no 4650
[12]Al Jami’ as Shaghir no 8278
[13]Al Jami’ as Shaghir no 3122
[14]Al Jami’ as Shaghir no 8120
[15]Al Jami’ as Shaghir no 812
[16]Al Jami’ as Shaghir no 8155