1. Demi kemuliaan Al Qur’an, Ijma’/konsensus ulama
menyatakan haid menjadi penghalang wanita menyentuh atau memegang mushaf Al
Qur’an. Dalil atas konsensus tersebut adalah firman Allah Ta’ala:
لاَ يَمَسُّهُ اِلاَّ اْلمُطَهَّرُوْنَ
Tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang suci (QS Al Waqiah: 79)
Dan hadits Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:
لاَ يَمَسُّ اْلقُرْأَنَ اِلاَّ طَاهِرٌ
Tidak boleh menyentuh Al Qur’an kecuali orang yang suci (HR Nasa’i, Abu Dawud, Malik, Thobarani, dan Al Hakim)
Haid menurut mereka juga menjadi penghalang wanita membaca AlQur’an, berdasarkan pada nash:
لاَ تَقْرَأُ اْلحَائِضُ وَلاَ اْلجُنُوْبُ شَيْـأً مِنَ اْلقُرْأَنِ
Wanita yang haid tidak boleh membaca sesuatupun dari Al Qur’an, tidak pula orang yang junub (HR Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Baihaqi).
2. Lain dari itu, Imam Bukhari berkecenderungan memperbolehkan wanita yang haid membaca Al Qur’an, seraya mengutip pendapat Ibrahim An Nakho’i, “Tidak berdosa wanita haid membaca ayat AlQur’an.” Hal ini didasarkan pada nash:
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَذْكُرُ اللهَ فِى كُلِّ اَحْيَانِهِ
Rasulullah senantiasa berdzikir kepada Allah di setiap waktu-waktunya (Lihat Shohih Al Bukhori, Sindy I/65)
Kecenderungan Imam Al Bukhari ini, menurut Imam Al Munawi dan Al Hafidz Ibnu Hajar, di samping karena hadits-hadits dalam masalah ini tidak tampak satupun yang shahih, hadits-hadits tersebut juga masih memungkinkan munculnya interpretasi yang lain. (Lihat Tuhfatul Ahwadzi I:412 dan Fiqih As Sunnah I:59)
لاَ يَمَسُّهُ اِلاَّ اْلمُطَهَّرُوْنَ
Tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang suci (QS Al Waqiah: 79)
Dan hadits Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:
لاَ يَمَسُّ اْلقُرْأَنَ اِلاَّ طَاهِرٌ
Tidak boleh menyentuh Al Qur’an kecuali orang yang suci (HR Nasa’i, Abu Dawud, Malik, Thobarani, dan Al Hakim)
Haid menurut mereka juga menjadi penghalang wanita membaca AlQur’an, berdasarkan pada nash:
لاَ تَقْرَأُ اْلحَائِضُ وَلاَ اْلجُنُوْبُ شَيْـأً مِنَ اْلقُرْأَنِ
Wanita yang haid tidak boleh membaca sesuatupun dari Al Qur’an, tidak pula orang yang junub (HR Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Baihaqi).
2. Lain dari itu, Imam Bukhari berkecenderungan memperbolehkan wanita yang haid membaca Al Qur’an, seraya mengutip pendapat Ibrahim An Nakho’i, “Tidak berdosa wanita haid membaca ayat AlQur’an.” Hal ini didasarkan pada nash:
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَذْكُرُ اللهَ فِى كُلِّ اَحْيَانِهِ
Rasulullah senantiasa berdzikir kepada Allah di setiap waktu-waktunya (Lihat Shohih Al Bukhori, Sindy I/65)
Kecenderungan Imam Al Bukhari ini, menurut Imam Al Munawi dan Al Hafidz Ibnu Hajar, di samping karena hadits-hadits dalam masalah ini tidak tampak satupun yang shahih, hadits-hadits tersebut juga masih memungkinkan munculnya interpretasi yang lain. (Lihat Tuhfatul Ahwadzi I:412 dan Fiqih As Sunnah I:59)
3. Imam Malik diceritakan pernah mengatakan bahwa wanita haid boleh membaca AlQur’an karena jika tidak membaca dia bisa terlupakan, sementara masa haid bisa berlangsung lama (menurut penelitian Imam Asy Syafi’i masa haid bisa mencapai setengah bulan). (Lihat Aunul Ma’bud, Syarah Sunan Abu Dawud I:384 dan Tuhfatul Ahwadzi I:410)
4. Pada waktu-waktu tertentu yang terbilang darurat dan atau hajat, wanita yang haid diperbolehkan membaca AlQur’an, umpamanya pada waktu berdo’a, berdzikir, berniat ta’lim, mengawali sesuatu, dan sebagainya. (Lihat Al Fiqhul Islami I:384)
sumber: blog abina
Tidak ada komentar:
Posting Komentar