Oleh: Kholili Hasib
Imam
al-Ghazali memiliki peran penting dalam memperbaiki pendidikan dan ilmu
pada masa berkecamuknya perang Salib I, dimana kaum Muslimin mengalami
kekalahan. Kritik utama yang diajukan oleh Imam al-Ghazali pada waktu
itu adalah tersebarnya penyakit-penyakit hati yang menyerang ulama dan
pelajar. Akibatnya mereka menjadi lemah dan tidak mampu menahan
tantangan dari luar.
Strategi dilakukan oleh Imam al-Ghazali dengan cara membangun kekuatan ilmu. Beliau menulis kitab berjudul “Ihya’ Ulumuddin” yang berarti menghidupkan ilmu-ilmu agama.
Pendidikan pada zaman melemahnya umat
Islam itu, menurutnya, lebih mementingkan bagaimana mengeluarkan
alumni-alumni yang siap menjadi pegawai pemerintahan yang bisa
ditempatkan pada pos-pos tertentu seperti menjadi hakim, pegawai
perwakafan dan lain-lain. Lalu, Imam al-Ghazali melontarkan kritik
sistem tersebut yang terlalu mementingkan materialistik dan mengabaikan
pembentukan ulama akhirat.
Maka, ia berupaya merumuskan sistem yang
baik yang diharapkan dapat mencetak ulama-ulama akhirat yang mampu
memperjuangkan tujuan-tujuan agama dan mengusung misi amar ma’ruf nahi munkar. Ia membangun madrasah sekembalinya keliling ke negeri Syam, dan Irak.
Majid Irsan al-Kilani dalam buku Hakadza Dzahara Jil Shalahuddin wa Hakadza ‘Adat al-Quds (edisi Indonesia Misteri Masa Kelam Islam dan Kemenangan Perang Salib,
Kalam Aulia Mediatama: 2007), menulis ringkasan strategi-strategi imam
al-Ghazali dalam memperbaiki pendidikan Islam. Di antaranya:
- Filsafat Pendidikan
Pendidikan Islam harus mendasarkan pada
fislafat pendidikan yang benar. Landasan yang mendari filsafat
pendidikan al-Ghazali adalah mewujudkan kebahagiaan manusia. Kebahagiaan
yang dimaksud adalah kebahagiaan akhirat karena sifatnya yang holistik
dan mencakup sesuatu yang diinginkan. Tujuan pendidikan adalah meraih
kebahagiaan akhirat. Kebahagiaan tersebut dapat diraih jika tersedia
ilmu dan amal. Karena keberadaan ilmu dan amal akan membuat perubahan
perilaku.
Mengenai hal ini ia mengatakan: “Jika
engkau mengatakan alangkah banyaknya pelajar yang berakhlak jelek
berhasil menguasai berbagai macam ilmu, maka sebenarnya ia terlalu jauh
dari pemahaman ilmu agama hakiki yang dapat mendatangkan kebahagiaan
baginya. Keberhasilan pelajar yang jelek akhlaknya itu tidak lebih dari
ungkapan yang sesekali muncul dari lisannya dan kadang-kadang muncul
dari hatinya, serta hanya sekedar ucapan yang terus diulang-ulang
olehnya. Padahal jika cahaya ilmu menyinari hatinya niscaya akhlak
menjadi baik”.
2. Kurikulum Pendidikan
Kurikulum yang dicanangkan al-Ghazali
memiliki keistimewaan yang berbeda dengan kurikulum-kurikulum yang
berkembang pada zamannya. Dimana kurikulum sebelumnya bersifat parsial
yang berkembang dalam tradisi madzhabisme. Kurikulum imam al-Ghazali
tidak berhenti pada ilmu-ilmu fikih tertentu melainkan membentuk
kerangka utuh yang menggabungkan seluruh ilmu agama seperti tauhid,
tasawuf, fikih dan lain-lain. Imam al-Ghazali juga menggabungkan antara
ilmu agama dengan ketrampilan duniawi. Menggabungkan ilmu fardhu ‘ain
dan fardhu kifayah.
Menurutnya, orang yang hanya terfokus
mempelajari ilmu dunia tanpa disertai ilmu syar’i, maka ia telah
menghabiskan umurnya dalam aktivitas yang tidak memberi manfaat apapun
di akhirat. Sebaliknya, orang yang hanya terfokus pada ilmu-ilmu agama
saja, maka tidak mampu memahami agama kecuali sebatas kulit kasarnya,
atau lebih jauh lagi hanya gambaran kasus-kasusnya saja, tanpa menyentuh
substansi sesungguhnya. Dengan demikian, ilmu-ilmu syar’i akan dapat
dikuasai dengan baik jika disertai ilmu-ilmu aqliyah (empirik-rasional). Ilmu rasional ibarat obat yang berguna untuk penyembuhan, sedangkan ilmu syar’i ibarat makanan.
Adapun buku-buku yang ditulis oleh Imam
al-Ghazali yang diajarkan kepada murid-muridnya menunjukkan bahwa
karya-karya Imam al-Ghazali mencakup empat bidang penting, yaitu:
Pertama, Membangun akidah Islam.
Tujuannya adalah membentuk akidah yang jelas dan dinamis yang berperan
sebagai ideologi yang menjelaskan dan mengarahkan berbagai macam
kebijakan. Di antara karya al-Ghazali yang secara eksplisit menggarap
masalah pembinaan akidah adalah kitab al-Hikmah min Makhluqat Allah ‘azza wa Jalla.
Siapapun yang menelaah buku tersebut akan mendapati dirinya seolah-olah
sedang berhadapan dengan seorang dokter spesialis dalam bidang
pembedahan, atau astronom yang sangat pakar dalam masalah antariksa.
Buku tersebut mencakup beberapa bab yang diberi judul al-Tafkir fi Khalq al-Sama’ wa fi Hadza al-‘Alam, Hikmat as-Syams, Hikmat al-Qamar wa al-Kawakib, Hikmat Khalqi al-Ardh,
dan beberapa tema lain tentang laut, air, angin, api dan manusia.
Buku
tersebut membahas masalah susunan anatomi manusia, hewan, burung,
lebah, tumbuh-tumbuhan dan segenap makhluk lainnya. Al-Ghazali
memaparkan tema-tema di atas dengan metode empirik berdasarkan
pembedahan anatomi, analisis gerakan planet dan penjelasan keserasian
fungsi setiap bagiannya dengan tujuan menjelaskan bahwa seluruh makhluk
di alam raya ini tercipta dengan sangat teratur dan penuh hikmah serta
ketelitian.
Kedua, Bidang pendidikan jiwa dan
kemauan. Tujuan bidang ini adalah meningkatkan kualitas manusia dari
derajat tunduk kepada dorongan syahwat dan nafsu menuju derajat
‘ubudiyah kepada Allah, di mana seorang individu mampu membebaskan diri
dari belenggu nafsu atau takut agar dapat bertindak sesuai dengan
kehendak Allah swt dengan rasa puas dan suka hati. Al-Ghazali membuat
kajian cukup panjang mengenai analisa terhadap jiwa, fase-fase
perkembangan jiwa dan kondisi-kondisi yang menyertainya, faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap perilaku dan pemikiran serta praktik-praktik
yang harus dilalui oleh pelajar.
Ketiga, Mengkaji ilmu-ilmu fikih
dan seluruh sistem serta prinsip yang diperlukan untuk mengimbangi pola
muamalat yang berlaku pada masa itu dan permasalahan-permasalahan
masyarakat yang ril dan senantiasa berkembang. Kajian-kajian al-Ghazali
di bidang ini bebas dari trend fanatisme madzhab.
Keempat, Bidang hikmah atau
persiapan fungsional. Menurut al-Ghazali, bidang ini mencakup seluruh
bentuk kebijakan, manajemen dan profesi yang dibutuhkan oleh masyarakat
saat itu serta tatacara penempatan masyarakat di semua sektor sesuai
dengan kesiapan dan kemampuannya. Secara eksplisit, al-Ghazali
menyatakan bahwa ilmu-ilmu dalam ini tidak terbatas pada apa yang telah
diketahui oleh manusia saat itu, namunakan banyak lagi ilmu-ilmu yang
muncul di masa mendatang disebabkan oleh tabiat kehidupan yang terus
berlanjut dan kebutuhan manusia yang senantiasa berkembang.
Di antara jasa al-Ghazali dalam bidang ini adalah kitabnya yang berjudul al-Tibr al-Masbuk fi Nasihati al-Muluk
yang memuat sejumlah riwayat yang menonjolkan urgensi keadilan,
kebijakan sultan dan kebijakan para menteri dengan cara mengetengahkan
fakta sejarah pemerintahan Persia, Romawi dan Khalifah-Khalifah Islam.
Buku ini bisa dianggap sebagai landasan-landasan tertentu untuk
menjelaskan konsep manajemen pemerintahan dari perspektif al-Ghazali.
Selain itu, al-Ghazali juga membahas
tema kemajuan dan perkembangan ilmu, teori-teori pembelajaran,
perkembangan budaya dan perkembangan berbagai macam masyarakat sepanjang
masa dan tema-tema lainnya yang berkaitan dengan paradigma pendidikan
baik yang berkenaan dengan masalah sosial, akidah maupun pendidikan itu
sendiri.
Imam Al-Ghazali mengaplikasikan ide-ide
pendidikannya tersebut di sekolah yang dia bangun sendiri dan mengajar
penuh di sana bersama beberapa koleganya. Sekolah tersebut menyumbangkan
pengaruh yang sangat besar dalam mencetak generasi baru yang memberi
kontribusi luar biasa kepada gerakan islah dan reformasi di kemudian hari. (diringkas dari kitab Hakadza Dzahara Jil Shalahuddin wa Hakadza ‘Adat al-Quds, karya Dr. Majid Irsan Kailani)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar