1. Pendahuluan
Mencetak generasi unggul dan ”sukses
hidup” di tengah persaingan global dapat dilakukan dengan jalan
menyelenggarakan pendidikan yang memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada
anak didik untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi, bakat, minat dan
kesanggupannya. Menyelenggarakan pendidikan yang membebaskan anak dari tindak
kekerasan. Menyelenggarakan pendidikan yang memperlakukan anak dengan ramah.
Menyelenggarakan pendidikan yang memanusiakan anak. Menyelenggarakan pendidikan
yang memenuhi hak-hak anak. Hal tersebut akan terwujud jika pendidikan yang
demikian dilakukan sejak anak usia dini.
Islam sangat memperhatikan
pemeliharaan hidup dan kehidupan manusia sejak dini. Perhatian itu melebihi
perhatian apa pun yang ada pada undang-undang yang dibuat oleh manusia itu
sendiri. Islam sangat memperhatikan anak-anak pada setiap fase kehidupan
mereka. Bahkan Islam memperbolehkan seorang ibu yang hamil membatalkan
puasanya, jika itu dikhawatirkan dapat membahayakan janin atau anaknya yang
sedang dikandung atau disusuinya. Semua itu membuktikan bahwa Islam sangat
menghargai keberadaan hidup dan kehidupan manusia semenjak manusia berupa janin
sampai manusia menjadi besar dan dewasa. Oleh karena itu, pendidikan harus
diberikan manusia semenjak usia dini. Karena pendidikan yang dimulai sejak usia
dini mempunyai daya keberhasilan yang tinggi dalam menentukan tumbuh-kembang
kehidupan anak selanjutnya. Oleh karena itu disini penulis akan membahas lebih
lanjut tentang:
a. Pendidikan
Anak Usia Dini
b. Hancurnya
Pilar-Pilar Pendidikan Karakter
2. Pembahasan
A. Pengertian Pendidikan Anak Usia Dini
Sebelum dibicarakan tentang pendidikannya terlebih dahulu
akan dibahas tentang anak usia dini. Yang dimaksud Anak Usia Dini adalah
kelompok manusia yang berusia 0-6 tahun ( di Indonesia berdasarkan
Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Menurut
para pakar pendidikan anak, yaitu kelompok manusia yang berusia 0-8 tahun. Jadi
anak usia dini adalah kelompok anak yang berada dalam proses pertumbuhan dan
perkembangan yang bersifat unik, dalam arti memiliki pola pertumbuhan dan
perkembangan (koordinasi motorik halus dan kasar), intelegensi (daya pikir,
daya cipta, kecerdasan emosi, dan kecerdasan spiritual), sosial emosional
(sikap dan prilaku serta agama), bahasa dan komunikasi yang khusus sesuai
dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak.[1]
Berdasarkan keunikan dalam pertumbuhan dan perkembangannya,
anak usia dini terbagi dalam empat tahapan, yaitu:
a.
Masa bayi lahir sampai 12 bulan
b.
Masa
balita usia 1-3 tahun,
c.
Masa
prasekolah usia 3-6 tahun
d.
Masa kelas
awal SD 6-8 tahun.
Setelah
diketahui pengertian Anak Usia Dini, berikut dipaparkan tentang Pendidikan Anak
Usia Dini (PAUD). PAUD adalah suatu proses pembinaan tumbuh kembang anak usia
lahir hingga enam tahun secara menyeluruh, yang mencakup aspek fisik maupun non
fisik, dengan memberikan rangsangan bagi perkembangan jasmani, rohani (moral
dan spiritual), motorik, akal pikir, emosional dan sosial yang tepat agar anak
dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Adapun upaya yang dilakukan
mencakup stimulasi intelektual, pemeliharaan kesehatan, pemberian nutrisi, dan
penyediaan kesempatan yang luas untuk mengeksplorasi dan belajar secara aktif.
Pendidikan
usia dini dalam perspektif pendidikan Islam adalah usaha membantu anak agar
fitrah (QS. 30:30) yang disebut dengan kecakapan/ability baik fisik
maupun non fisik itu dapat dibantu perkembangannya
sejak dini. Pendidikan usia dini dapat dimaknakan sebagai semua proses yang
mengarah pada bantuan pemeliharaan jiwa manusia untuk selalu berada dalam
kemaslahatan hidup baik di dunia maupun di akhirat, dan membantu agar fitrah
yang merupakan kecakapan potensial yang dibawa sejak kelahirannya dapat
berkembang secara maksimal sesuai dengan ketentuan dalam shari’at Islam.[2]
B. Tujuan Pendidikan Anak Menurut Islam
Pendidikan
dalam pandangan Islam dimaksudkan untuk peningkatan potensi spiritual dan
membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi
pekerti, dan moral sebagai perwujudan dari tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan
Islam tidak hanya membentuk anak yang beriman, berakhlak mulia, beramal shaleh
tetapi juga menjadikan anak tersebut berilmu pengetahuan dan berteknologi, juga
berketerampilan dan berpengalaman sehingga ia menjadi orang yang mandiri
berguna bagi dirinya, agama, orang tua serta negaranya.[3]
Peningkatan
potensi spritual mencakup pengenalan, pemahaman, dan penanaman nilai-nilai
keagamaan, serta pengamalan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan individual
ataupun kolektif kemasyarakatan. Peningkatan potensi spritual tersebut pada
akhirnya bertujuan pada optimalisasi berbagai potensi yang dimiliki manusia
yang aktualisasinya mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan.
Dari
uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan menurut Islam dalam
membentuk seorang muslim yang mampu melaksanakan kewajibannya kepada Allah,
sebagaimana firman allah yang artinya, “Dan
aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah
kepada-Ku.” (Adz-Dzariyat: 56). Maksud dari kata menyembah di ayat ini
adalah mentauhidkan Allah dalam segala macam bentuk ibadah. Sehingga jelas
bahwa tujuan pendidikan dalam Islam harus terkait dengan tujuan penciptaan
manusia itu sendiri di dunia ini, yakni menyembah Allah SWT dengan segala
aspeknya ibadahnya, baik yang berhubungan dengan Allah, sesama manusia maupun
dengan lingkungannya. Ibadah yang juga berhubungan dengan masalah ukhrowi
(akhirat) maupun masalah dunia (ilmu dunia).
C. Ruang
Lingkup Pendidikan Anak Menurut Islam
Adapun Ruang lingkup pendidikan anak menurut secara garis
besar dibagi menjadi 5, yaitu:
1. Pendidikan
Keimanan
Tujuan pendidikan dalam Islam yang paling hakiki adalah
mengenalkan peserta didik kepada Allah SWT. Mengenalkan dalam arti memberikan
pembelajaran tentang keesaan Allah SWT, kewajiban manusia terhadap Allah dan
aspek-aspek aqidah lainnya. Dalam hal ini dapat dikaji dari nasehat Luqman kepada
anaknya yang digambarkan Allah dalam firmannya:
“Dan ingatlah ketika
Luqman berkata kepada anaknya diwaktu ia memberikan pelajaran kepadanya:”hai
anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesengguhnya mempersekutukan
Allah adalah benar-benar kedzaliman yang nyata.” (Q.S 31:13)
Kemudian bagaimana cara mengenalkan Allah SWT dalam
kehidupan peserta didik melalui proses pendidikan, antara lain:
a)
Menciptakan
hubungan yang hangat dan harmonis
b)
Jalin
hubungan komunikasi yang baik dengan anak, bertutur kata lembut, bertingkah
laku positif.
c)
Menghadirkan
sosok Allah melalui aktivitas rutin seperti ketika kita bersin katakan alhamdulillah. Ketika kita memberikan
uang jajan katakan bahwa uang itu titipan Allah jadi harus dibelanjakan dengan
baik seperti beli roti.
d)
Memanfaatkan
momen religius seperti sholat bersama, tarawih bersama di bulan ramadhan,
tadarus, buka shaum bersama.
e)
Memberi
kesan positif tentang Allah
f)
Kenalkan
sifat-sifat baik Allah Jangan mengatakan “ nanti Allah marah kalau kamu
berbohong” tapi katakanlah “ anak yang jujur disayang Allah”.
g)
Beri
teladan, anak akan
bersikap baik jika orang tuanya bersikap baik karena anak menjadikan orang tua
model atau contoh bagi kehidupannya.
“hai orang-orang yang beriman mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan”.(Q.S 61:2-3)
“hai orang-orang yang beriman mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan”.(Q.S 61:2-3)
h)
Kreatif
dan terus belajar sejalan dengan perkembangan anak. Anak akan terus banyak
memberikan pertanyaan. Sebagai orang tua tidak boleh merasa bosan dengan
pertanyaan anak malah kita harus dengan bijaksana menjawab segala pertanyaannya
dengan mengikuti perkembangan anak.
2. Pendidikan Akhlak
Allah mengutus Nabi Muhammad kepada umat manusia adalah
untuk memperbaiki akhlak manusia. Dalam proses pendidikan terdapat hadits dari
Ibnu Abas bahwa Rasulullah pernah bersabda: “… Akrabilah anak-anakmu dan didiklah akhlak mereka.”, begitu juga
Rasulullah saw bersabda: ”Suruhlah
anak-anak kamu melakukan shalat ketika mereka telah berumur tujuh tahun dan
pukullah mereka kalau meninggalkan ketika mereka berumur sepuluh tahun, dan
pisahkan tempat tidur mereka.” (HR. Abu Daud).
Bagaimana cara megenalkan akhlak kepada anak melalui
proses pendidikan, antara lain:
a.
Penuhilah
kebutuhan emosinya
Dengan mengungkapkan emosi lewat cara yang baik. Hindari
mengekspresikan emosi dengan cara kasar, tidak santun dan tidak bijak. Berikan
kasih sayang sepenuhnya, agar anak merasakan bahwa ia mendapatkan dukungan.
b.
Memberikan
pendidikan mengenai yang haq dan bathil
Sebagaimana firman Allah dalam yang artinya:“Dan janganlah kamu campur adukan yang haq
dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang haq itu, sedang kamu
mengetahui .”(Q.S 2:42) Seperti bahwa berbohong itu tidak baik, memberikan
sedekah kepada fakir miskin itu baik.
c.
Memenuhi
janji
Dalam hal ini Hadits Rasulullah berbunyi:”…. Jika engkau menjanjikan sesuatu kepada
mereka, penuhilah janji itu. Karena mereka itu hanya dapat melihat, bahwa
dirimulah yang memberi rizki kepada mereka.” (H.R Bukhari)
d.
Meminta
maaf jika melakukan kesalahan
e.
Meminta
tolong/ mengatakan tolong jika kita memerlukan bantuan.
3. Pendidikan intelektual
Menurut kamus Psikologi istilah intelektual berasal dari
kata intelek yaitu proses kognitif/berpikir, atau kemampuan menilai dan
mempertimbangkan. Pendidikan intelektual ini disesuaikan dengan kemampuan
berpikir anak. Menurut Piaget seorang Psikolog yang membahas tentang teori
perkembangan yang terkenal juga dengan Teori Perkembangan Kognitif mengatakan
ada 4 periode dalam perkembangan kognitif manusia, yaitu:
a.
Periode 1,
yaitu 0 – 2 tahun (sensori motorik)
Mengorganisasikan tingkah laku fisik seperti menghisap,
menggenggam dan memukul pada usia ini cukup dicontohkan melalui seringnya
dibacakan ayat-ayat suci al-Quran atau ketika kita beraktivitas membaca
bismillah.
b.
Periode 2,
yaitu 2 tahun – 7 tahun (berpikir Pra Operasional)
Anak mulai belajar untuk berpikir dengan menggunakan symbol
dan khayalan mereka tapi cara berpikirnya tidak logis dan sistematis.
Seperti contoh nabi Ibrahim mencari Robbnya.
Seperti contoh nabi Ibrahim mencari Robbnya.
c.
Periode 3,
yaitu 7 tahun- 11 tahun (Berpikir Kongkrit Operasional)
Anak mengembangkan kapasitas untuk berpikir sistematik
Contoh : Angin tidak terlihat tetapi dapat dirasakan begitu juga dengan Allah SWT tidak dapat dilihat tetapi ada ciptaannya.
Contoh : Angin tidak terlihat tetapi dapat dirasakan begitu juga dengan Allah SWT tidak dapat dilihat tetapi ada ciptaannya.
d.
Periode 4,
yaitu 11 tahun- Dewasa (Formal Operasional)
Kapasitas berpikirnya sudah sistematis dalam bentuk abstrak
dan konsep lebih idealistik. [4]
4. Pendidikan fisik
Dengan memenuhi kebutuhan makanan yang seimbang, memberi
waktu tidur dan aktivitas yang cukup agar pertumbuhan fisiknya baik dan mampu
melakukan aktivitas seperti yang disunahkan Rasulullah: “ Ajarilah anak-anakmu memanah, berenang dan menunggang kuda.” (HR.
Thabrani)
5. Pendidikan Psikis
Dalam hal ini Allah berfirman: “Dan janganlah kamu bersifat lemah dan jangan pula berduka cita, padahal
kamulah orang-orang yang paling tinggi derajatnya, jika kamu benar-benar orang
yang beriman.” (QS. 3:139)
Upaya dalam melaksanakan
pendidikan psikis terhadap anak antara lain :
a.
Memberikan kebutuhan emosi, dengan
cara memberikan kasih sayang, pengertian, berperilaku santun dan bijak.
b.
Menumbuhkan
rasa percaya diri
c.
Memberikan
semangat tidak melemahkan
HANCURNYA
PILAR-PILAR PENDIDIKAN KARAKTER
A. Pengertian
Dalam kamus besar bahasa indonesia
(1989), karakter berarti sifat-sifat kejiwaan, ahlak atau budi pekerti yang
membedakan seseorang dengan orang lainn: tabiat dan watak.[5]
Pendidikan karakter pada hakikatnya
adalah sebuah perjuangan setiap individu untulk menghayati kebebasanya dalam
relasi mereka dengan orang lain dan lingkungannya sehingga ia dapat semakin
mengukuhkan dirinya sebagai pribadi yang unik dan khas serta memiliki
integritas moral yang dapat dipertanggung jawabkan. [6]
Pendidikan karakter yang baik
adalah pendidikan yang dimulai sedini mungkin dalam keluarga menurut supyanto
menyebutkan 9 karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal manusia. Pilar
tersebut adalah cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya, tanggung jawab,
kedisiplinan dan kemandirian, kejujuran, amanah dan diplomatis, hormat dan
santun, kasih sayang, kepedulian, dan kerja sama. Lalu, percaya diri, kreatif,
kerja keras dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan, baik dan rendah
hati, toleransi, cinta damai dan persatuan. Kemudian, ada pula K4 (kesehatan,
kebersihan, kerapian dan keamanan).[7]
B. Pilar-pilar pendidikan moral
Secara kebahasaan perkataan moral berasal dari ungkapan
bahasa latin mores yang
merupakan bentuk jamak dari perkataan mos yang berarti adapt kebiasaan. Dalam
kamus Umum bahasa Indonesia dikatakan bahwa moral adalah penetuan baik buruk
terhadap perbuatan dan kelakuan. Istilah moral biasanya dipergunakan untuk
menentukan batas-batas suatu perbuatan, kelakuan, sifat dan perangkai
dinyatakan benar, salah, baik, buruk, layak atau tidak layak, patut maupun
tidak patut.[8]
Realisasi
pendidikan karkter juga harus ditopang oleh tiga pilar utama lembaga pendidikan
yaitu
1. Rumah tangga
pendidikan di rumah tangga
dilakukan oleh orang tua dan keluarga terdekat lainnya dengan dasar tanggung
jawab moral keagamaan yakni dengan menganggap bahwa anak sebagai titipan dan
amanah tuhan yang harus di pertanggung jawabkan. Namun dalam kenyataannya tidak
semua orang tua memiliki wawasan, pengalaman, keahlian dan pemahaman tentang
paedagogi, sehingga peran-peran yang harus di mainkan orang tua dalam mendidik
karakter putra putrinya tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya.
2. Sekolah
Bertolak dari berbagai kekurangan
yang dimiliki orang tua dirumah maka pendidikan karakter selanjutnya diserahkan
kepada sekolah dengan pertimbangan selain karena merupakan institusiyang di
bangun atas tugas utamanya mendidik karakter bangsa juga sekolah terdapat
infrastruktur sarana dan prasarana, SDM, manajement dan sistem yang lain yang
berkaitan dengan urusan pendidikan. Namun karena tidak semua sekolah mempunyai
visi, misi, tujuan dan komitmen yang jelas tentang pendidikan karakter, serta
lemahnya dalam menerapkan metodologi dan pendekatan, menyebabkan pendidikan karakter
disekolah tidak dapat berjalan dengan lancar.
3. Masyarakat (negara)
Selanjutnya karena
rumah tangga dan sekolah sebagai pilar-pilar utama bagi pendidikan karakter
tersebut kurang efektif lagi bahkan sudah hancur maka pemerintah dan masyarakat
juga harus bertanggung jawab terhadap pendidikan karakter. Melalui tanggung
jawab, otoritas, dana, fasilitas, SDM, dan sistem yang dimilikinya.[9]
3. Penutup
a. Kesimpulan
Dari
uraian di atas tadi dapat penulis simpulkan bahwa pendidikan anak usia dini
dalam persepektif Islam yaitu usaha membantu anak agar fitrah yang disebut dengan
kecakapan/ability baik fisik maupun non fisik itu dapat dibantu perkembangannya
sejak dini dapat berkembang secara maksimal sesuai dengan ketentuan dalam
shari’at Islam.
Tujuan pendidikan Islam yaitu membentuk anak yang beriman
dan bertaqwa, berakhlak mulia, beramal shaleh dan juga menjadikan anak tersebut
berilmu pengetahuan dan berteknologi, berketerampilan dan berpengalaman
sehingga ia menjadi orang yang mandiri berguna bagi dirinya, agama, orang tua
serta negaranya.
Pendidikan karakter yaitu pendidikan yang menanamkan
nilai-nilai luhur pada diri peserta didik. Pendidikaan karakter terkait dengan
tiga matra pendidikan yaitu, pendidikan individual, pendidikan sosial dan
pendidikan moral.
b.
Saran
Sejalan dengan
paradigma pendidikan yang semakin maju maka sebagai generasi penerus kita harus
bisa untuk menjawab tantangan yang ada di depan mata. Untuk itu kami sebagai
pemakalah memberikan sedikit sumber atau bahan bacaan bagi pembaca sebagai
pedoman dalam menjalankan pendidikan dan kami berharap semoga makalah ini dapat
menambah pengetahuan kita bersama.
DAFTAR
PUSTAKA
Nana Syaodih Sukmadinata,2004. Landasan
Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung : Remaja Rosdakarya, Cet. 2.
Abuddin
Nata.2012. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Indrayani.
2012. Pendidikan Karakter, Kerangka,Metode Dan
Aplikasi Untuk Pendidik Dan Profesional, baduose media.
Jamal
makmur asmani. 2011. Buku Panduan
Internalisasi Pendidikan Karakter Disekolah,yogyakarta, diva press.
Kompasiana,sabtu,
27 oktober 2012, diakses dari: www.soulofcipta.blogspot.com
Eni Purwati, Rabu, 24 Oktober, diakses dari : http://anisachoeriah-paud.blogspot.com
[2] Nana
Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung :
Remaja Rosdakarya, Cet. 2, 2004), hal.92
[3] Abuddin Nata. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
2012. Hal. 140.
[4] Desmita, Psikologi
Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2009. hal. 101
[5] Indrayani, Pendidikan
Karakter, Kerangka,Metode Dan Aplikasi Untuk Pendidik Dan Profesional,
baduose media, 2012, h. 27
[6] Abudinnata, Kapita
Selekta Pendidikan Ilslam,Rajawali Pers,jakarta,2012, .h149
[7] Jamal makmur asmani,Buku
Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter Disekolah,yogyakarta, diva press,
2011. H51
[8] Kompasiana,sabtu, 27
oktober 2012, diakses dari: www.soulofcipta.blogspot.com
[9] Abudinnata,
Kapita Selekta Pendidikan Ilslam.
Op Cit. Hal. 155
sumber: http://zainlzainal.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar