Jumat, 19 Juni 2015

Puasa & penaklukkan Makkah (Fathu Makkah)



“Puasa & sejarah Fathu Makkah”
Oleh: Syukri Wahid,drg

Dari semua serial pembahasan siroh nabawiyyah, boleh jadi sejarah “fathu Makkah” atau penaklukkan kota Makkah adalah pembahasan yang paling menarik sekaligus dramatis, mengapa demikian para pembaca sekalian?. Setidaknya ada beberapa alasan yang bisa kita kemukakan disini, yang pertama adalah bahwa dari sekian banyak janji Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW adalah berupa kemenangan dalam perjuangan da’wahnya, bahwa kelak Islam yang dibawa oleh beliau akan mewarnai bumi ini dan kemudian akan memimpin peradabannya.
 

Image result for penaklukan mekkah 

Salah satu janji Allah SWT tersebut adalah berupa “fathan mubiina” atau kemenangan yang nyata, kabar kemenangan ini terdapat pada ayat pertama surat al fath, Allah SWT berfirman,” Inna faathna laka fathan mubiina” artinya “sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata”, ayat ini turun pada tahun 6 Hijriah pada saat peristiwa terjadinya perjanjian Hudaibiyah antara Rasulullah SAW dengan pihak musyrikin Makkah, ketika rombongan Umrah yang dipimpin oleh Nabi Muhammad SAW terpaksa kandas di lembah Hudaibiyyah, karena pihak musyrikin Quraisy melarang kaum muslimin memasuki kota Makkah, walaupun tujuan Nabi bukanlah perang, tapi murni ingin menunaikann ibadah umrah, tujuan beribadah. 

Perjanjian Hudaibiyah adalah sebuah perjanjian yang meliputi gencatan senjata antara keduabelah pihak selama 10 tahun, semua suku di jazirah Arab dipersilahkan bergabung dengan pihak muslimin atau ke pihak musyrikin Quraisy , kaum muslimin tidak boleh masuk ke kota Makkah tahun itu dan hanya boleh masuk ke kota Makkah tahun depannya itupun dibatasi hanya 3 hari saja dan jika ada orang Makkah yang ke Madinah, walaupun dengan ijin walinya, maka dia harus dikembalikan ke Makkah, namun jika ada orang Madinah yang ke Makkah maka dia tidak boleh dikembalikan ke Madinah.
 

Mayoritas sahabat tidak bisa menerima keputusan yang diambil oleh Beliau, mengapa Nabi Muhammad SAW mau “duduk berdamai, mengalah dan menyetujui” perjanjian dengan musyrikin Makkah saat itu, para sahabat mengatakan ini adalah kekalahan, namun Nabi Muhammad SAW mengatakan justru ini adalah pintu kemenangan, terjadilah perbedaan cara pandang antara Nabi dan para sahabat, maka turunlah ayat diatas, yaitu surat al fath yang berarti “kemenangan”. Nabi Muhammad SAW mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kemenangan yang nyata itu adalah “kelak Makkah akan jatuh kepangkuanku”, apa yang terjadi pembaca sekalian bahwa ternyata dua tahun setelah turunnya ayat ini barulah Allah SWT membuktikannya kepada kaum muslimin, yah…penaklukan kota Makkah dan itu terjadi tepat pada bulan puasa dibulan Ramadhan tahun 8 Hijriah.
 

Alasan kedua adalah sebagaimana janji Allah SWT juga pada ayat yang lain, pada akhir ayat delapanbelas dan ayat sembilanbelas, bahwa Allah SWT berfirman,”…….., maka Allah mengetahui apa yang ada didalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya)”. Serta harta rampasan yang banyak yang dapat mereka ambil.Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana “. Jika pada tahun perjanjian hudaibiyah tersebut pada akhirnya memaksa kaum muslimin harus rela kembali ke Madinah dan akhirnya membatalkan niat umrah mereka ke kota Makkah saat itu, maka itu bukanlah kekalahan, itu bukanlah akhir dari segalanya. 

Mungkin diantara para sahabat telah mendefinisikan kemenangan saat itu adalah jika kita bisa masuk ke kota Makkah dan melakukan ibadah umrah, dan mereka pun telah mendefinisikan kekalahan adalah jika kita tidak bisa masuk ke Makkah dan harus pulang ke Madinah, gara-gara orang Makkah tidak mengijinkan mereka masuk kedalam kota Makkah, titik seperti itu. Padahal menurut Allah SWT ini hanya persoalan “umrah yang tertunda” , kelak mereka akan umrah tanpa tekanan, kelak mereka akan umrah tanpa adanya intimidasi dari pihak musyrikin, jadi ini yang mungkin kita sebut “kemenangan yang tertunda”. Dan Allah menghibur kaum muslimin diayat tersebut dengan kata “fathan qoriiba” atau kemenangan yang sudah dekat waktunya, jadi ini masalah momentum saja.

Tanggal 10 Ramadhan tahun 8 Hijriah, ketika sedang berpuasa kaum muslimin meninggalkan Madinah menuju kota Makkah, dengan kekuatan 10 ribu pasukan, apa pasal yang menyebabkan kaum muslimin mengerahkan pasukan sebesar itu? Ternyata perjanjian hudaibiyah hanya berumur 19 bulan saja, pihak Quraisy melanggar perjanjian, dimana bani bakar sekutu dari Quraisy membunuh dan memerangi bani khuzaah yang merupakan sekutu Rasulullah SAW, karenanya Nabi SAW mengambil sikap tegas terhadap para pelanggar perjanjian, yaitu memerangi mereka.
 

Sekarang saya ingin mengajak anda semua menduga-duga seperti ini, kira-kira apa yang ada dalam benak sahabat yang ada dalam pasukan besar tersebut, tiga ribu diantaranya adalah mereka yang pernah “gagal umrah” pada perjanjian hudaibiyah. Kejadian hari itu dimaknai oleh sebagian dari mereka adalah ajang “balas dendam”, sebagaimana diungkapkan oleh sahabat Sa’ad bin ubadah, pembawa bendera kaum Anshar, “ hari ini adalah hari pembantaian, hari ini kesucian ka’bah dihalalkan. Hari ini Allah akan merendahkan kaum Quraisy”. Teriakan keras sahabat ini terdengar oleh Abu sufyan yang sedang melihat dari puncak bukit, dibenaknya Abu sufyan sudah menduga bahwa kaum muslim sudah “marah besar”, bahwa kaum muslimin akan memerangi mereka semuanya.
 

Apa reaksi Rasulullah SAW, ternyata ungkapan Sa’ad dijawab oleh Rasul dan bahkan diluruskan, beliau bersabda,” Bahkan hari ini adalah hari kasih sayang, hari ini, Ka’bah diagungkan. Hari ini dimana Allah memuliakan kaum Quraisy”. Dan setelah itu Nabi mencopot jabatan Sa’ad dan diganti oleh anaknya Qais bin Sa’ad. Sebuah pemandangan yang indah pembaca sekalian, bahwa disaat Nabi memiliki semua alasan untuk membalas dan memerangi kaum Quraisy, justru yang keluar adalah kelemahlembutan. Jadi inilah yang kita sebut dengan “orang kuat yang memaafkan”, kalau orang lemah memaafkan itu biasa. 

Puasa itu mampu melahirkan kekuatan jiwa seperti itu, mampu mengendalikan nafsu, jiwa-jiwa pemaaf itu lahir dari rahim Ramadhan. Ketika semua penduduk Makkah terduduk lemah didepan Ka.bah dihadapan Rasulullah SAW, mereka menyatakan menyerah dan kini mereka sedang menunggu-nunggu apa yang bakal mereka terima dari Sang pemimpin Nabiullah Muhammad SAW, memecah keheningan itu, Nabi mengajukan satu pertanyaan singkat,”yaa ma’syaral Quraisy!!!, maadza tarauna anni faa’ilun bikum???”, wahai orang Quraisy, apa yang akan saya lakukan kepada kalian sekarang?. Apa makna ucapan ini bagi Hindun yang pernah memakan hati paman Nabi, Hamzah diperang uhud? Mereka menjawab seraya merayu, engkau adalah saudara kami yang baik. “Pergilah kalian semua, kalian aku maafkan…” tiba-tiba Nabi mengatakan demikian. Mungkinkah kita sekarang lahir seperti jiwa-jiwa yang juga mengatakan hal yang sama diatas???,,,,tergantung puasa kita.

copas dari http://pesonasejarah.blogspot.com/2008/10/puasa-penaklukkan-makkah-fathuh-makkah.html 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar