Sayyid
Prof. Dr. Muhammad ibn Sayyid ‘Alawi ibn Sayyid ‘Abbas ibn Sayyid
‘Abdul ‘Aziz al-Maliki al-Hasani al-Makki al-Asy’ari asy-Syadzili lahir
di Makkah pada tahun 1365 H. Pendidikan pertamanya adalah Madrasah
Al-Falah, Makkah, dimana ayah beliau Sayyid Alawi bin Abbas al Maliki
sebagai guru agama di sekolah tersebut yang juga merangkap sebagai
pengajar di halaqah di Haram Makki yang tempatnya sangat masyhur dekat
Bab As-salam. Beliau juga belajar kepada ulama-ulama Makkah terkemuka
lainnya, seperti Sayyid Amin Kutbi, Hassan Masshat, Muhammad Nur Sayf,
Sa’id Yamani, dan lain-lain.
Sayyid
Muhammad memperoleh gelar Ph.D-nya dalam Studi Hadits dengan
penghargaan tertinggi dari Jami’ al-Azhar di Mesir, pada saat baru
berusia dua puluh lima tahun. Beliau kemudian melakukan perjalanan dalam
rangka mengejar studi Hadits ke Afrika Utara, Timur Tengah, Turki,
Yaman, dan juga anak benua Indo-Pakistan, dan memperoleh sertifikasi
mengajar (ijazah) dan sanad dari Imam Habib Ahmad Mashhur al Haddad,
Syaikh Hasanayn Makhluf, Ghumari bersaudara dari Marokko, Syekh
Dya’uddin Qadiri di Madinah, Maulana Zakariyya Kandihlawi, dan banyak
lainnya.
Sayyid
Muhammmad merupakan pendidik Ahlus Sunnah wal Jama'ah, seorang ‘alim
kontemporer dalam ilmu hadits, ‘alim mufassir (penafsir) Qur’an, Fiqh,
doktrin (‘aqidah), tasawwuf, dan biografi Nabawi (sirah). Sayyid
Muhammad al-Makki merupakan seorang 'aliim yang mewarisi pekerjaan
dakwah ayahanda, membina para santri dari berbagai daerah dan negara di
dunia Islam di Makkah al-Mukarromah. Ayahanda beliau adalah salah satu
guru dari ulama-ulama sepuh di Indonesia, seperti Hadratus Syaikh K.H.
Hasyim Asy'ari, KH. Abdullah Faqih Langitan, KH. Maimun Zubair dan
lain-lain.
Ayah beliau, Sayyid
Alwi bin Abbas Almaliki (kelahiran Makkah th 1328H), seorang alim ulama
terkenal dan ternama di kota Makkah. Disamping aktif dalam berdawah baik
di Masjidil Haram atau di kota kota lainnya yang berdekatan dengan kota
Makkah seperti Thoif, Jeddah dll, Sayyid Alwi Almaliki adalah seorang
alim ulama yang pertama kali memberikan ceramah di radio Saudi setelah
salat Jumat dengan judul “Hadist al-Jumah”. Begitu pula ayah beliau
adalah seorang Qadhi yang selalu di panggil masyarakat Makkah jika ada
perayaan pernikahan.
Selama menjalankan tugas da’wah, Sayyid Alwi bin Abbas Almaiki selalu membawa kedua putranya Muhammad dan Abbas. Mereka berdua selalu mendampinginya kemana saja ia pergi dan berceramah baik di Makkah atau di luar kota Makkah. Adapun yang meneruskan perjalanan dakwah setelah wafat beliau adalah Sayyid Muhammad bin Alwi Almaliki dan Sayyid Abbas selalu berurusan dengan kemaslahatan kehidupan ayahnya.
Sebagaimana adat para Sadah dan Asyraf ahli Makkah, Sayyid Alwi Almaliki selalu menggunakan pakaian yang berlainan dengan ulama yang berada di sekitarnya. Beliau selalu mengenakan jubbah, serban (imamah) dan burdah atau rida yang biasa digunakan dan dikenakan Asyraf Makkah.
Selama menjalankan tugas da’wah, Sayyid Alwi bin Abbas Almaiki selalu membawa kedua putranya Muhammad dan Abbas. Mereka berdua selalu mendampinginya kemana saja ia pergi dan berceramah baik di Makkah atau di luar kota Makkah. Adapun yang meneruskan perjalanan dakwah setelah wafat beliau adalah Sayyid Muhammad bin Alwi Almaliki dan Sayyid Abbas selalu berurusan dengan kemaslahatan kehidupan ayahnya.
Sebagaimana adat para Sadah dan Asyraf ahli Makkah, Sayyid Alwi Almaliki selalu menggunakan pakaian yang berlainan dengan ulama yang berada di sekitarnya. Beliau selalu mengenakan jubbah, serban (imamah) dan burdah atau rida yang biasa digunakan dan dikenakan Asyraf Makkah.
Dalam
meneruskan perjuangan ayahandanya, Sayyid Muhammad sebelumnya
mendapatkan sedikit kesulitan karena beliau merasa belum siap untuk
menjadi pengganti ayahnya. Maka langkah pertama yang diambil adalah
melanjutkan studi dan ta'limnya terlebih dahulu. Beliau berangkat ke
Kairo dan Universitas al-Azhar Assyarif merupakan pilihannya. Setelah
meraih S1, S2 dan S3 dalam fak Hadith dan Ushuluddin beliau kembali ke
Makkah untuk melanjutkan perjalanan yang telah di tempuh sang ayah.
Disamping mengajar di Masjidil Haram di halaqah, beliau diangkat sebagai
dosen di Universitas King Abdul Aziz- Jeddah dan Univesitas Ummul Qura
Makkah bagian ilmu Hadith dan Usuluddin. Cukup lama beliau menjalankan
tugasnya sebagai dosen di dua Universitas tsb, sampai beliau memutuskan
mengundurkan diri dan memilih mengajar di Masjidil Haram sambil membuka
majlis ta'lim dan pondok di rumah beliau. Adapun pelajaran yang di
berikan baik di masjidil haram atau di rumah tidak bertumpu pada ilmu
tertentu seperti di Universitas, akan tetapi semua pelajaran yang
diberikannya bisa di terima semua masyarakat baik masyarakat awam atau
terpelajar, semua bisa menerima dan mencicipi apa yang diberikan Sayyid
Muhammad
Maka dari itu beliau
selalu menitik beratkan untuk membuat rumah yang lebih besar dan bisa
menampung lebih dari 500 murid per hari yang biasa dilakukan selepas
sholat Maghrib sampai Isya di rumahnya di Hay al Rashifah. Begitu pula
setiap bulan Ramadan dan hari raya, beliau selalu menerima semua tamu
dan muridnya dengan tangan terbuka tanpa memilih golongan atau derajat.
Semua di sisinya sama tamu-tamu dan murid murid, semua mendapat
penghargaan yang sama dan semua mencicipi ilmu bersama. Dari rumah
beliau telah keluar ulama-ulama yang membawa panji Rasulallah ke suluruh
pelosok permukaan bumi. Di Indonesia, India, Pakistan, Afrika, Eropa,
Amerika, apa lagi di Asia yang merupakan sebagai orbit dakwah Sayyid
Muhammad al Maliki, ribuan murid murid beliau yang bukan hanya menjadi
kyai dan ulama akan tetapi tidak sedikit yang masuk ke dalam
pemerintahan.
Foto: Beliau bersama Al-Habib Al-Imam Al-Quthb Abdullah bin Abdul Qadir Balfaqih al-Husaini, pendiri pesantren Darul Hadits, Malang, Jawa Timur.
Foto: Beliau bersama Al-Habib Al-Imam Al-Quthb Abdullah bin Abdul Qadir Balfaqih al-Husaini, pendiri pesantren Darul Hadits, Malang, Jawa Timur.
Di samping
pengajian dan taklim yang rutin di lakukan setiap hari, beliau juga
mengasuh pondok yang jumlah santrinya tidak sedikit, semua berdatangan
dari penjuru dunia, belajar, makan, dan minum tanpa di pungut biaya
sepeser pun bahkan beliau memberikan beasiswa kepada para santri sebagai
uang saku. Setelah beberapa tahun belajar, para santri dipulangkan ke
negara-negara mereka untuk menyiarkan agama. Sayyid Muhammad al Maliki
dikenal sebagai guru, pengajar dan pendidik yang tidak beraliran keras,
tidak berlebih- lebihan, dan selalu menerima hiwar dengan hikmah dan
mauidhah hasanah.
Beliau ingin
mengangkat derajat dan martabat Muslimin menjadi manusia yang
berperilaku, baik dalam muamalatnya kepada Allah dan kepada sesama,
terhormat dalam perbuatan, tindakan serta pikiran dan perasaannya.
Beliau adalah orang cerdas dan terpelajar, berani dan jujur serta adil
dan cinta kasih terhadap sesama. Itulah ajaran utama Sayyid Muhammad bin
Alawi Al Maliki. Beliau selalu menerima dan menghargai pendapat orang
dan menghormati orang yang tidak sealiran dengannya. Semua yang
berlawanan diterima dengan sabar dan usaha menjawab dengan hikmah dan
memecahkan sesuatu masalah dengan kenyataan dan dalil-dalil yang benar
bukan dengan emosi dan pertikaian yang tidak bermutu dan berkesudahan.
Sayyid
Muhammad tahu persis bahwa kelemahan Islam terdapat pada pertikaian
para ulamanya dan ini memang yang di inginkan musuh Islam. Sampai-sampai
beliau menerima dengan rela digeser dari kedudukannya baik di
Universitas dan ta'lim beliau di masjidil Haram. Semua ini beliau terima
dengan kesabaran dan keikhlasan bahkan beliau selalu menghormati orang
orang yang tidak sependapat dan sealiran dengannya, semasih mereka
memiliki pandangan khilaf yang bersumber dari al-Qur’an dan Sunah.
Adapun ulama yang telah mendapat gemblengan dari Sayyid Muhammad bin
Alawi Al Maliki, mereka sangat pandai, di samping menguasai bahasa Arab,
mereka juga menguasai ilmu-ilmu agama yang cukup untuk dijadikan
pegangan dan referensi di negara-negara mereka.
Pada
akhir hayat beliau saat terjadi insiden teroris di Saudi Arabia, beliau
mendapatkan undangan dari ketua umum Masjidil Haram Syekh sholeh bin
Abdurahman Alhushen untuk mengikuti "Hiwar Fikri" di Makkah yang
diadakan pada tg 5 sd 9 DhulQo'idah 1424 H dengan judul "Al-qhuluw wal
I'tidal Ruya Manhajiyyah Syamilah", di sana beliau mendapat kehormatan
untuk mengeluarkan pendapatnya tentang thatarruf atau yang lebih poluler
disebut ajaran yang beraliran fundamentalists atau extremist (keras).
Dan dari sana beliau telah meluncurkan sebuah buku yang sangat popular
dikalangan masyarakat Saudi yang berjudul "Alqhuluw Dairah Fil Irhab Wa
Ifsad Almujtama". Dari situ, mulailah pandangan dan pemikiran beliau
tentang da'wah selalu mendapat sambutan dan penghargaan masyarakat luas.
Pada tg 11/11/1424 H, beliau mendapat kesempatan untuk memberikan
ceramah di hadapan wakil raja Amir Abdullah bin Abdul Aziz yang isinya
beliau selalu menggaris-bawahi akan usaha menyatukan suara ulama dan
menjalin persatuan dan kesatuan da'wah.
Di
samping tugas beliau sebagai da'i, pengajar, pembibing, dosen,
penceramah dan segala bentuk kegiatan yang bermanfaat bagi agama, beliau
juga seorang pujangga besar dan penulis unggul. Tidak kurang dari 100
buku yang telah dikarangnya, semuanya beredar di seluruh dunia. Tidak
sedikit dari kitab-kitab beliau yang beredar telah diterjemahkan kedalam
bahasa Inggris, Prancis, Urdu, Indonesia dll. Mafahim Yujibu
an-Tusahhah (Konsep-konsep yang perlu diluruskan) adalah salah satu
kitab karya Sayyid Muhammad, red.) bersinar layaknya suatu kemilau
mutiara.
Inilah
seorang manusia yang menantang rekan-rekan senegaranya, kaum
Salafi-Wahhabi, dan membuktikan kesalahan doktrin-doktrin mereka dengan
menggunakan sumber-sumber dalil mereka. Untuk keberanian intelektualnya
ini, Sayyid Muhammad dikucilkan oleh ‘rumah Najd’ dan dituduh sebagai
“seorang yang sesat”. Beliau pun dicekal dari kedudukannya sebagai
pengajar di Haram (yaitu di Masjidil Haram, Makkah, red.). Kitab-kitab
karya beliau dilarang, bahkan kedudukan beliau sebagai professor di Umm
ul-Qura pun dicabut. Beliau ditangkap dan passport-nya ditahan. Namun,
dalam menghadapi semua hal tersebut, Sayyid Muhammad sama sekali tidak
menunjukkan kepahitan dan keluh kesah. Beliau tak pernah menggunakan
akal dan intelektualitasnya dalam amarah, melainkan menyalurkannya untuk
memperkuat orang lain dengan ilmu (pengetahuan) dan tasawwuf. Saat kaum
Salafi-Wahhabi mendiskreditkan beliau, beliau pun menulis lebih banyak
buku dan mendirikan Zawiyyah beliau sendiri yang menjadi “United
Nations” (Perserikatan Bangsa- Bangsa) dari para ‘Ulama.
Akhirnya,
protes dari dunia Muslim memaksa kaum Salafi-Wahhabi untuk menghentikan
usaha mereka mem-peti es-kan sang ‘alim kontemporer’ yang paling
terkenal dalam mazhab Maliki ini. Beberapa di antara mereka bahkan mulai
mendukung beliau. Kedengkian mereka sebenarnya didorong oleh fakta
bahwa Sayyid Muhammad al-Maliki jauh lebih unggul untuk dijadikan
tandingan mereka. Dengan sendirian saja, beliau mengambil Islam Sunni
dari klaim tangan-tangan Neo-Khawarij Salafi-Wahhabi dan menempatkannya
kembali ke tangan mayoritas ummat ini. Melalui berbagai karya-karyanya
yang menonjol, beliau menyuntikkan kepercayaan diri yang amat dibutuhkan
dalam perdebatan saat kaum jahil yang mengandalkan ijtihad pribadi
mulai meracuni pemikiran umat Islam.
Beliau Wafat
Jumat 15 Ramadhan, Makkah dan dunia Islam menangis. Setelah azan subuh dikumandangkan dan sholat subuh didirikan di Masjidil Haram- Makkah, tersiarlah berita bahwa Sayyid Mohammad bin Alwi Almaliki, wafat. Beliau meninggal sekitar pukul 6 pagi di salah satu rumah sakit di Makkah, setelah beberapa jam saja berjuang melawan penyakit yang datang secara mendadak. Berita itu membuat cukup kabut keluarga, murid-muridnya, dan masyarakat Makkah yang tengah menunggu kepulihan kembali kesehatan beliau. Tapi sebaliknya berita yang didengar adalah wafatnya beliau. Ini benar-benar yang membuat mereka menjadi kalang kabut.
Jumat 15 Ramadhan, Makkah dan dunia Islam menangis. Setelah azan subuh dikumandangkan dan sholat subuh didirikan di Masjidil Haram- Makkah, tersiarlah berita bahwa Sayyid Mohammad bin Alwi Almaliki, wafat. Beliau meninggal sekitar pukul 6 pagi di salah satu rumah sakit di Makkah, setelah beberapa jam saja berjuang melawan penyakit yang datang secara mendadak. Berita itu membuat cukup kabut keluarga, murid-muridnya, dan masyarakat Makkah yang tengah menunggu kepulihan kembali kesehatan beliau. Tapi sebaliknya berita yang didengar adalah wafatnya beliau. Ini benar-benar yang membuat mereka menjadi kalang kabut.
Begitu
mendengar berita duka dari mulut ke mulut, ribuan masyarakat pencinta
beliau panik. Mereka kalang-kabut dan berbondong-bondong menyerbu rumah
kediaman beliau untuk menyaksikan kebenaran wafatnya beliau yang secara
mendadak. Karena mereka hampir tidak percaya dengan berita itu. Suasana
pun tambah panik lagi pagi itu setelah jasad Almarhum dibawa dari rumah
sakit ke rumah beliau.
Ribuan
orang berduyun-duyun ke rumah beliau ingin menyaksikan jenazah Almarhum
secara langsung. Kepanikan warga Makkah itu membuat macet lalu-lintas.
Jalan menuju Hay al Rashifah, rumah kediaman beliau, dipadati kendaraan
dan manusia.
Beberapa jam
sebelum kepulangan beliau ke rahmatullah, tidak sedikit masyarakat dan
santri datang seperti biasa ke rumahnya di hay Rashifah Makkah untuk
mendengarkan wejangan dan ceramah Ramadhan yang biasa di berikan setiap
hari usai sholat tarawih. Mereka semua mendunggu ceramah dan nafahat
ramadhaniyah khususnya ceramah tentang perang Badar yang dijanjikan
beliau akan diutarakannya pada pertengahan bulan yang suci Ramadhan.
Akan
tetapi Allah telah merencanakan kematian beliau di hari itu yang tidak
bisa ditolak oleh siapapun. Pada saat itu Sayyid Mohammad bin Alwi al
Maliki mendapatkan serangan jantung secara mendadak dan segera dibawa
kerumah sakit. Hanya beberapa jam saja beliau tinggal di rumah sakit dan
dengan kesedihan yang dalam diberitakan beliau telah menghembuskan
nafasnya yang terakhir.
Beliau
wafat hari jumat tgl 15 ramadhan 1425 H ( 2004 M) dan dimakamkan di
pemakaman Al-Ma'la disamping makam istri Rasulallah Saw. Khadijah binti
Khuailid Ra. dengan meninggalkan 6 putra, Ahmad, Abdullah, Alawi, Ali,
al- Hasan dan al-Husen dan beberapa putri-putri yang tidak bisa disebut
satu persatu disini.
Dan yang menyaksikan pemakaman beliau hampir seluruh umat muslimin yang berada di Makkah pada saat itu termasuk para pejabat, ulama, para santri yang datang dari seluruh pelosok negeri, baik dari luar Makkah atau dari luar negeri. Semuanya menyaksikan hari terakhir beliau sebelum disemayamkan, setelah disholatkan di Masjidil Haram ba'da sholat isya yang dihadiri oleh tidak kurang dari sejuta manusia. Begitu pula selama tiga hari tiga malam rumahnya terbuka bagi ribuan orang yang ingin mengucapkan belasungkawa dan melakukan `aza'. Dan di hari terakhir `Aza, wakil Raja Saudi, Amir Abdullah bin Abdul Aziz dan Amir Sultan datang ke rumah beliau untuk memberikan sambutan belasungkawa dan mengucapkan selamat tinggal kepada pemimpin agama yang tidak bisa dilupakan umat. Ketika jenazah Sayyid Muhammad Al Maliki hendak dishalatkan di Masjidil Haram, ribuan warga kota Mekkah bergantian menggusung jenazahnya. Dikabarkan toko-toko di sekitar Masjidil Haram yang dilewati jenazah mematikan lampu sebagai tanda dukacita. Kebesaran keluarga Al Maliki, bukan hanya di Indonesia, tapi juga di negara-negara Afrika, Mesir, dan Asia Tenggara. Jadi tidak heran dengan meninggalnya Sayyid Muhammad Al Maliki umat Islam telah kehilangan satu ulama yang telah mengoreskan tinta sejarah perjuangan menegakkan kalimat tauhid di muka bumi ini yang menjadi tauladan buat kita semua.
Dan yang menyaksikan pemakaman beliau hampir seluruh umat muslimin yang berada di Makkah pada saat itu termasuk para pejabat, ulama, para santri yang datang dari seluruh pelosok negeri, baik dari luar Makkah atau dari luar negeri. Semuanya menyaksikan hari terakhir beliau sebelum disemayamkan, setelah disholatkan di Masjidil Haram ba'da sholat isya yang dihadiri oleh tidak kurang dari sejuta manusia. Begitu pula selama tiga hari tiga malam rumahnya terbuka bagi ribuan orang yang ingin mengucapkan belasungkawa dan melakukan `aza'. Dan di hari terakhir `Aza, wakil Raja Saudi, Amir Abdullah bin Abdul Aziz dan Amir Sultan datang ke rumah beliau untuk memberikan sambutan belasungkawa dan mengucapkan selamat tinggal kepada pemimpin agama yang tidak bisa dilupakan umat. Ketika jenazah Sayyid Muhammad Al Maliki hendak dishalatkan di Masjidil Haram, ribuan warga kota Mekkah bergantian menggusung jenazahnya. Dikabarkan toko-toko di sekitar Masjidil Haram yang dilewati jenazah mematikan lampu sebagai tanda dukacita. Kebesaran keluarga Al Maliki, bukan hanya di Indonesia, tapi juga di negara-negara Afrika, Mesir, dan Asia Tenggara. Jadi tidak heran dengan meninggalnya Sayyid Muhammad Al Maliki umat Islam telah kehilangan satu ulama yang telah mengoreskan tinta sejarah perjuangan menegakkan kalimat tauhid di muka bumi ini yang menjadi tauladan buat kita semua.
Selamat
tinggal ayah yang berhati baik. Selamat tinggal sosok tubuh yang pernah
menanamkan hikmah, ilmu, teladan dihati hati kami. Selamat tinggal
pemimpin umat yang tak bisa kami lupakan dalam pendiriannya dan
keikhlasannya. Selamat tinggal pahlawan yang jujur, ikhlas dalam amal
dan perbuatanya. Selamat jalan… selamat jalan,.. kebaikan dan kemulyaan
kamu telah meliputimu semasa hidupmu dan disaat wafatmu. Kamu telah
hidupi hari hari mu didunia dengan mulia, dan sekarang kamu telah terima
imbalannya disaat wafatmu pula dengan mulia. Jika sekarang kita telah
berpisah untuk sementara, maka kami pasti akan menyusulmu Insya Allah
dan kita pasti akan bertemu dan berkumpul kembali.
Murid Beliau di Indonesia
Sayid Muhammad Al Maliki mendirikan tidak kurang 30 buah pesantren dan sekolah di Asia Tenggara. Karangannya mencapai puluhan kitab mengenai usuluddin, syariah, fikih dan sejarah Nabi Muhammad. Ia mendapat gelar profesor dari Universitas Al-Azhar pada tanggal 6 Mei 2000. Ratusan murid yang menampa pendidikan di pesantrennya, biaya makan dan pemondokan ditanggungnya, alias gratis.
Sayid Muhammad Al Maliki mendirikan tidak kurang 30 buah pesantren dan sekolah di Asia Tenggara. Karangannya mencapai puluhan kitab mengenai usuluddin, syariah, fikih dan sejarah Nabi Muhammad. Ia mendapat gelar profesor dari Universitas Al-Azhar pada tanggal 6 Mei 2000. Ratusan murid yang menampa pendidikan di pesantrennya, biaya makan dan pemondokan ditanggungnya, alias gratis.
Menurut
Habib Abdurahman A Basurrah, wakil sekjen Rabithah Alawiyah yang lama
mukim di Arab Saudi, di Indonesia di antara murid-murid Al-Maliki banyak
yang menjadi ulama terkenal dan pendiri dari berbagai pesantren.
Murid-muridnya itu antara lain Habib Abdulkadir Alhadad, pengurus Al-Hawi di Condet, Jakarta Timur; Habib Hud Baqir Alatas pimpinan majelis taklim As-Shalafiah; Habib Saleh bin Muhammad Alhabsji; Habib Naqib Bin Syechbubakar yang memimpin majelis taklim di Bekasi; Novel Abdullah Alkaff
yang membuka pesantren di Parangkuda, Sukabumi.
Di antara ulama Betawi lainnya yang pernah menimba ilmu di Makkah adalah KH Abdurahman Nawi,
yang kini memiliki tiga buah madrasah/pesantren masing-masing di Tebet,
Jakarta Timur, dan dua di Depok. Masih belasan pesantren dan madrasah
di Indonesia yang pendirinya adalah alumni dari Al-Maliki. Seperti KH Ihya Ulumuddin
yang memiliki pesantren di Batu, Malang. Demikian pula Pesantren
Riyadul Solihin di Ketapang (Probolinggo), dan Pondok Pesantren
Genggong, juga di Probolinggo.
Karya-karya Beliau:
Aqidah
- Mafahim Yajib ‘an Tusahhah (read online)
- Manhaj al-Salaf fi Fahm al-Nusus
- Al-Tahzir min al-Takfir
- Huwa Allah
- Qul Hazihi Sabeeli
- Sharh ‘Aqidat al-‘Awam
Tafsir
- Zubdat al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an
- Wa Huwa bi al-Ufuq al-‘A’la
- Al-Qawa‘id al-Asasiyyah fi ‘Ulum al-Quran
- Hawl Khasa’is al-Quran
Hadits
- Al-Manhal al-Latif fi Usul al-Hadith al-Sharif
- Al-Qawa‘id al-Asasiyyah fi ‘Ilm Mustalah al-Hadith
- Fadl al-Muwatta wa Inayat al-Ummah al-Islamiyyah bihi
- Anwar al-Masalik fi al-Muqaranah bayn Riwayat al-Muwatta lil-Imam Malik
Sirah
- Muhammad(Sall Allahu ‘Alayhi Wa Sallam) al-Insan al-Kamil
- Tarikh al-Hawadith wa al-Ahwal al-Nabawiyyah
- ‘Urf al-T ‘arif bi al-Mawlid al-Sharif
- Al-Anwar al-Bahiyyah fi Isra wa M’iraj Khayr al-Bariyyah
- Al-Zakha’ir al-Muhammadiyyah
- Zikriyat wa Munasabat
- Al-Bushra fi Manaqib al-Sayyidah Khadijah al-Kubra
Ushul
- Al-Qawa‘id al-Asasiyyah fi Usul al-Fiqh
- Sharh Manzumat al-Waraqat fi Usul al-Fiqh
- Mafhum al-Tatawwur wa al-Tajdid fi al-Shari‘ah al-Islamiyyah
Fiqh
- Al-Risalah al-Islamiyyah Kamaluha wa Khuluduha wa ‘Alamiyyatuha
- Labbayk Allahumma Labbayk
- Al-Ziyarah al-Nabawiyyah bayn al-Shar‘iyyah wa al-Bid‘iyyah
- Shifa’ al-Fu’ad bi Ziyarat Khayr al-‘Ibad
- Hawl al-Ihtifal bi Zikra al-Mawlid al-Nabawi al-Sharif
- Al-Madh al-Nabawi bayn al-Ghuluww wa al-Ijhaf
Tasawwuf
- Shawariq al-Anwar min Ad‘iyat al-Sadah al-Akhyar
- Abwab al-Faraj
- Al-Mukhtar min Kalam al-Akhyar
- Al-Husun al-Mani‘ah
- Mukhtasar Shawariq al-Anwar
Lain-lain
- Fi Rihab al-Bayt al-Haram (Sejarah Kota Mekah)
- Al-Mustashriqun Bayn al-Insaf wa al-‘Asabiyyah (Study of Orientalism)
- Nazrat al-Islam ila al-Riyadah (Sports in Islam)
- Al-Qudwah al-Hasanah fi Manhaj al-Da‘wah ila Allah (Methods of Dawah)
- Ma La ‘Aynun Ra’at (Description of Paradise)
- Nizam al-Usrah fi al-Islam (Islam and Family)
- Al-Muslimun Bayn al-Waqi‘ wa al-Tajribah (Contemporary Muslim world)
- Kashf al-Ghumma (Virtues of helping fellow Muslims)
- Al-Dawah al-Islahiyyah (Call for Reform)
- Fi Sabil al-Huda wa al-Rashad (Collection of speeches)
- Sharaf al-Ummah al-Islamiyyah (Superiority of the Muslim Ummah)
- Usul al-Tarbiyah al-Nabawiyyah (Prophetic methods of education)
- Nur al-Nibras fi Asanid al-Jadd al-Sayyid Abbas (Set of Grandfather’s Ijazahs)
- Al-‘Uqud al-Lu’luiyyah fi al-Asanid al-Alawiyyah (Set of father’s Ijazahs)
- Al-Tali‘ al-Sa‘id al-Muntakhab min al-Musalsalat wa al-Asanid (Set of Ijazahs)
- Al-‘Iqd al-Farid al-Mukhtasar min al-Athbah wa al-Asanid (Set of Ijazahs)
sumber: http://www.kitabklasik.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar