oleh : abina KH. Muhammad Ihya' Ulumiddin
بسم الله الرحمن الرحيم
من آداب الصحبة (1)
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم:
1)
الْمَرْءُ عَلَى دِيْنِ خَلِيْلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلْ . (رواه الحاكم فى المستدرك رقم 7319).
2)
الْمُؤْمِنُ الَّذِى يُخَالِطُ النَّاسَ وَيَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ خَيْرٌ
مِنَ الْمُؤْمِنِ الَّذِى لاَ يُخَالِطُهُمْ وَلاَ يَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ وَفِى
الْكُلِّ خَيْرٌ . (رواه ابن ماجة فى سننه
رقم:4032).
3)
لاَ خَيْرَ فِيْمَنْ لاَ يَأْلَفُ وَلاَ يُؤْلَفُ . (رواه الحاكم فى المستدرك رقم 59).
وقد قيل:
وَحْدَةُ
اْلإِنْسَانِ خَيْرٌ مِنْ # جَلِيْسِ السُّوْءِ عِِنْدَهُ
وَجَلِيْسُ
الْخَيْرِ خَيْرٌ مِنْ # جُلُوْسِ
الْمَرْءِ وَحْدَهُ
تَتَمَيَّزُ صِلاَتُ الْمُسْلِمِ الْوَاعِى وَعَلاَقَتُهَا
بِأَصْحَابِهِ عَنْ غَيْرِهَا فِى مَيْدَانِ الْحَيَاةِ, إِنَّهَا لَتُبْنَى عَلَى
أَسَاسٍ مِنَ التَّآخِي فىِ اللهِ الَّذِى هُوَ أَسْمَى رِبَاطٍ يَرْبِطُ بَيْنَ
إِنْسَانٍ وَإِنْسَانٍ رَجُلاً كَانَ أَوِ امْرَأَةً, إِنَّهُ رِبَاطُ
اْلإِيْمَانِ بِاللهِ الَّذِى عَقَدَهُ اللهُ بَيْنَ الْمُؤْمِنِيْنَ كَافَّةً
بِقَوْلِهِ: (إِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ إِخْوَةٌ) الحجرات:10.وَأُخُوَّةُ اْلإِيْمَانِ أَمْتَنُ رَوَابِطِ الْقُلُوْبِ
وَأَوْثَقُ عُرَى النُّفُوْسِ وَأَعْلَى صِلاَتِ الْعُقُوْلِ وَاْلأَرْوَاحِ
لِأَنَّهَا قَائِمَةٌ عَلَى الْحُبِّ فِى اللهِ الْمُجَرَّدِ عَنْ كُلِّ
مَنْفَعَةٍ الْبَرِيِّ مِنْ كُلِّ غَرَضٍ النَّقِيِّ مِنْ كُلِّ شَائِبَةٍ وَهُوَ
الْحُبُّ الطَّاهِرُ الَّذِى يَجِدُ فِيْهِ الْمُسْلِمُوْنَ وَالْمُسْلِمَاتُ
حَلاَوَةَ اْلإِيْمَانِ كَمَا قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: [ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ اْلِإيْمَانِ: أَنْ
يَكُوْنَ اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَخَبَّ إِلَيَّ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُحِبَّ
الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ ِللهِ وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُوْدَ فِى
الْكُفْرِ بَعْدَ أَنْ أَنْقَذَهُ اللهُ مِنْهُ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِى
النَّارِ] متفق عليه.
وَلِتَوْطِيْدِ هَذِهِ الصُّحْبَةِ وَتَوْثِيْقِهَا آدَابٌ
عَلَيْهِ أَنْ يُرَاعِيَهَا وَمِنْهَا:
1-
أَنْ يَصْحَبَ الْجِنْسَ وَمَنْ يَسْتَفِيْدُ مِنْهُ خَيْرًا . قَالَ اللهُ
تَعَالَى: (وَلاَ تُؤْمِنُوْا إِلاَّ لِمَنْ تَبِعَ دِيْنَكُمْ) آل عمران:73,وَإِنْ كَانَ
أَصْلُ هَذَا الْخِطَابِ ِلأَهْلِ الْكِتَابِ. وَقَدْ قِيْلَ: أَوْلَى النَّاسِ
بِالصُّحْبَةِ مَنْ يُوَافِقُكَ فِى اعْتِقَادِكَ وَتَحْتَشِمُهُ فِى
مُجَالَسَتِكَ .
2-
أَنْ يَصْحَبَ مَنْ يَثِقُ بِدِيْنِهِ وَأَمَانَتِهِ وَمَذْهَبِهِ وَوَرَعِهِ
. رُوِيَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ لَمَّا
نَزَلَ قَوْلُهُ تَعَالَى (لاَ تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُوْنَ باِللهِ
وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ يُوَادُّوْنَ مَنْ حَادَّ اللهَ وَرَسُوْلَهُ) المجادلة: 22:"أَللَّهُمَّ
لاَ تَجْعَلْ لِفَاجِرٍ عِنْدِيْ يَدًا فَيُحِبُّهُ قَلْبِي" (رواه أبو القاسم اللالكائي فى اعتقاد أهل السنة رقم 275)
3-
أَنْ لاَ يَصْحَبَ مَنْ يُخَالِفُهُ فِى مَذْهَبِهِ وَإِنْ كَانَ قَرِيْبًا
مِنْهُ. أَلاَ تَرَى نُوْحًا عَلَيْهِ السَّلاَمُ لَمَّا قَالَ: (إِنَّ ابْنِي
مِنْ أَهْلِي) هود:45. كَيْفَ أُجِيْبَ؟: (إِنَّهُ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ)
هود:46.
4-
أَنْ يَصْحَبَ مَنْ يُهْدِي إِلَيْهِ عُيُوْبَهُ وَيَدُلُّهُ عَلَى مَا فِيْهِ
صَلاَحُهُ وَجَمَالُهُ . قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (الْمُؤْمِنُ
مِرْآةُ الْمُؤْمِنِ) رواه أبو داود
رقم 4918 وقال عمر رضي الله عنه: رَحِمَ اللهُ امْرَأً أَهْدَى
إِلَيَّ عُيُوْبِيْ .
5-
أَنْ يَصْحَبَ مَنْ لاَ تَكُوْنُ صُحْبَتُهُ إِلاَّ بِاتِّفَاقِ الْبَوَاطِنِ.
قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى صِفَةِ الْمُنَافِقِيْنَ (تَحْسَبُهُمْ جَمِيْعًا
وَقُلُوْبُهُمْ شَتَّى) الحشر:14.
6-
أَنْ يَقُوْمَ بِخِدْمَةِ اْلإِخْوَانِ وَاْلأَصْحَابِ وَرَفْعِ الْمُؤَنِ
عَنْهُمْ وَاحْتِمَالِ أَذَاهُمْ وَتَرْكِ اْلإِنْكَارِ عَلَيْهِمْ إِلاَّ فِيْمَا
يُخَالِفُ الشَّرْعَ كَمَا وَرَدَ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: (سَيِّدُ الْقَوْمِ خَادِمُهُمْ) رواه الديلمي فى الفردوس رقم 3473. وَقَدْ قِيْلَ: إِذَا صَحِبْتَ إِنْسَانًا فَانْظُرْ عَقْلَهُ أَكْثَرَ
مِمَّا تَنْظُرُ دِيْنَهُ فَإِنَّ دِيْنَهُ لَهُ وَعَقْلُهُ لَهُ وَلَكَ وَلاَ
تَصْحَبْ مَنْ كَانَ أَكْثَرُ هَمِّهِ الدُّنْيَا وَالْنَّفْسُ وَالْهَوَى .
7-
أَنْ يُوَاجِهَهُمْ بِالْبِشْرِ وَاْلإِنْبِسَاطِ وَالْمُوَافَقَةِ وَبَذْلِ
الْمَعْرُوْفِ وَاْلإِحْسَانِ وَالْكَوْنِ مَعَهُمْ عَلَى حُكْمِ الْوَقْتِ .
رُوِيَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ كَانَ عِنْدَهُ
أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا فَدَخَلَ عُثْمَانُ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُ فَغَطَّى جِسْمَهُ وَسَوَّى ثِيَابَهُ وَجَلَسَ فَسُئِلَ عَنْ ذَلِكَ
فَقَالَ:"أَلاَ أَسْتَحِى مِمَّنْ تَسْتَحِى مِنْهُ الْمَلاَئِكَةُ" (رواه الطبراني فى المعجم الأوسط رقم 4918) فَحِشْمَةُ عُثْمَانَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ وَإِنْ
عَظُمَتْ فَالْحَالَةُ الَّتِى بَيْنَ
رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَبَيْنَهُمَا أَصْفَى.
[مُلْحَقٌ/لَهَا بَقِيَّةٌ]
=والله يتولى الجميع برعايته=
بسم الله الرحمن الرحيم
Di Antara Etika Shuhbah
Rosululloh shollallohu
alaihi wasallam bersabda:
- “Seseorang (cenderung) menetapi agama (perilaku) temannya, maka hendaklah salah seorang dari kalian melihat siapakah orang yang (dengannya)ia berteman!” (HR Hakim dalam al Mustadrok no 7319)
- “Seorang mukmin yang bergaul dengan manusia dan bersabar atas hal yang menyakitkan (dari) mereka, itu lebih baik daripada seorang mukmin yang tidak bergaul dengan mereka dan tidak (pula) bersabar atas hal yang menyakitkan (dari) mereka. Dan dalam keduanya (masing-masing) ada kebaikan” (HR Ibnu Majah dalam sunan nya no 4032)
- “Tidak ada kebaikan (sama sekali) pada diri seorang yang tidak lunak dan tidak pula bisa dilunakkan” (HR Hakim dalam al Mustadrok no 59)
Sungguh telah dikatakan:
Kesendirian lebih baik
bagi seseorang daripada teman buruk di sisinya
Teman yang baik itu lebih
baik daripada seseorang duduk seorang diri (menyendiri)
Dalam medan kehidupan,
jalinan dan hubungan seorang muslim tebina dengan teman-temannya sangat
istimewa dan berbeda dengan yang lain karena jalinan itu terbangun di atas
pondasi persaudaraan fillaah yang merupakan ikatan paling mulia yang
mengikat erat antara manusia satu dengan lainnya; laki-laki maupun perempuan.
Itulah ikatan Iman billaah yang dijadikan oleh Alloh sebagai
pengikat antara kaum beriman seluruhnya dengan firmanNya: “Sesungguhnya
orang-orang beriman itu (hanyalah) bersaudara” al Hujurot:10.
Jadi persaudaraan karena
iman adalah ikatan hati yang paling kokoh, ikatan jiwa yang paling kuat dan
penghubung akal yang paling tinggi (mulia) karena berdiri di atas landasan al
hubb fillaah yang sepi dari berbagai kepentingan, yang terbebas dari semua
tujuan dan bersih dari segala hal yang mencampuri. Ia adalah kecintaan yang
suci yang di dalamnya kaum muslimin muslimat akan mereguk manis (ekstase)
keimanan sebagaimana disabdakan Rosululloh shollallohu alaihi wasallam: “Tiga
hal yang apabila terdapat pada diri seseorang maka ia akan menemukan manis
keimanan; 1) hendaklah Alloh dan RosulNya lebih ia cintai daripada (apapun)
selain keduanya, 2) hendaklah ia mencintai seseorang, ia tidak mencintainya
kecuali karena Alloh, 3) dan hendaklah ia tidak suka untuk kembali kepada
kekafiran setelah Alloh menyelamatkannya darinya sebagaiman ia tidak suka
(jika) dilemparkan ke neraka”(Muttafaq alaih)
Dan demi menguatkan serta
meneguhkan pertemanan ini maka seorang muslim terbina wajib memperhatikan
etika-etika yang di antaranya:
- Hendaklah ia hanya bersahabat dengan orang yang sejenis dan orang yang darinya ia bisa mengambil faedah kebaikan. Alloh ta’ala berfirman: “dan janganlah kalian percaya kecuali orang yang mengikuti agamamu “Ali Imron:73, meskipun asal dari firman ini ditujukan untuk ahli kitab. Sungguh telah dikatakan: “Orang yang paling layak untuk berteman (dengannya) adalah orang yang memiliki aqidah selaras denganmu dan kamu merasakan kharismanya (kamu merasa malu) saat ia sedang duduk bersamamu”
- Hendaklah bersahabat dengan orang yang bisa ia percayai akan agama, sifat amanat, madzhab dan waro’( kehati-hatian) nya. Diriwayatkan bahwa ketika turun firman Alloh; “Kamu tidak akan mendapati seorang yang beriman kepada Alloh dan hari akhir (tetapi juga) mengadakan jalinan kasih sayang dengan orang yang menentang Alloh dan RosulNya” al Mujadilah:22, maka Nabi shollallohu alaihi wasallam berdo’a: “Ya Alloh, jangan jadikan seorang pendosa memiliki jasa kepadaku sehingga hatiku menyayanginya!” (HR Abu Qosim al Lalka’i dalam I’tiqod Ahlis sunnah wal jamaah no 275)
- Hendaklah tidak bersahabat dengan orang yang berbeda madzhab dengannya meski masih sanak kerabat. Apakah anda tidak melihat kepada Nabi Nuh alaihissalam ketika ia berkata: “Sesungguhnya anakku adalah termasuk keluargaku” Hud: 45, bagaimana beliau mendapatkan jawaban: “Sesungguhnya ia bukanlah termasuk keluargamu”Hud: 46.
- Hendaklah ia bersahabat dengan orang yang bisa menghadiahkan kepadanya aib-aibnya serta (sekaligus) menunjukkannya kepada sesuatu yang di situ ada kebaikan dan keindahan baginya. Nabi shollallohu alaihi wasallam bersabda: “Seorang mukmin adalah cermin bagi mukmin (lain)” (HR Abu Dawud no 4918). Umar ra mengatakan: “Semoga Alloh merahmati orang yang memberikan hadiah kepadaku berupa aib-aibku”.
- Hendaklah bersahabat dengan orang yang tidak terjadi persahabatan dengannya kecuali karena ada kecocokan hati (berteman dengan orang yang sehati). Tentang sifat orang-orang munafiq, Alloh berfirman: “Kamu menyangka mereka bersatu padu (sementara) hati mereka (sebenarnya) berbeda-beda”al Hasyr: 14.
- Hendaklah mau berkhidmah kepada saudara dan teman, menghilangkan beban bea yang memberati hidup mereka, tabah akan hal yang menyakitkan dari mereka dan tidak mengingkari mereka kecuali pada hal yang bertentangan dengan syara’ sebagaimana diriwayatkan dari Rosululloh shollallohu alaihi wasallam, beliau bersabda: “Pemimpin kaum adalah pelayan mereka” (HR Dailami dalam al Musnad al Firdaus no 3473). Sungguh telah dikatakan: “Jika anda bersahabat dengan seseorang maka perhatikanlah akalnya lebih banyak daripada perhatian anda kepada agamanya karena agamanya adalah miliknya sementara akalnya adalah miliknya juga milik anda! Dan jangan bersahabat dengan seorang yang kebanyakan keinginan (kepentingan)nya adalah dunia, nafsu dan kesenangan!”
- Hendaknya menghadapi mereka dengan wajah sumringah, familiar, menuruti keinginan (mereka), memberikan budi dan kebaikan serta bersama mereka sesuai dengan kondisi (alaa hukmil waqti). Diriwayatkan dari Nabi shollallohu alaihi wasallam bahwa beliau sedang bersama Abu Bakar dan Umar rodhiyallohu anhumaa. Maka ketika Utsman radhiyallohu anhu datang maka beliau segera menutup tubuh, merapikan pakaian dan (lalu) duduk. Ketika ditanya tentang hal itu maka beliau bersabda: “Kenapa aku tidak malu kepada orang yang malaikat (saja) malu kepadanya!” (HR Thobaroni dalam al Mu’jam al Ausath no 4918). Jadi rasa malu Utsman betapapun begitu besar, akan tetapi kondisi yang terjadi antara Rosululloh shollallohu alaihi dan Abu Bakar ra serta Umar ra lebih bersifat lepas. (bersambung)
=والله يتولى الجميع برعايته=
Tidak ada komentar:
Posting Komentar