Selasa, 24 September 2013

BUAH MENITI JALAN ISTIQOMAH

dr ta'lim abina: 

Allah Subhaanahuu wata’aalaa berfirman: “Dan bahwasanya jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar–benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar “ QS al Jinn: 16. 

Dalam menjalani hidup sebagai seorang beriman, ada sebuah tanggung jawab yang mesti dilakukan yaitu ber Istiqomah dalam segala aspek keimanan. Baik dalam Aqidah, Suluk, maupun Amal. Sesungguhnya orang–orang yang berkata: “Tuhan kami adalah Allah kemudian mereka ber Istiqomah….” QS Fusshilat: 30. 

Dalam beraqidah, seorang beriman harus menjernihkan Aqidahnya dari hal–hal yang bertentangan dengan watak Aqidah itu sendiri seperti halnya meyakini adanya kekuatan selain Allah, meyakini hari naas dan sebagainya. Dalam ber–suluk/berakhlak, seseorang harus bersikap seimbang tidak ekstrim. Tidak pelit juga tidak terlalu dermawan. Juga tidak penakut serta juga tidak terlalu pemberani yang dampaknya adalah sikap ngawur (Tahawwur). Dalam beramal dan berusaha seseorang juga dituntut untuk ber Istiqomah. 

Istiqomah dalam Amal ini meliputi dua hal pokok: 

1). Bersikap I’tidal atau bermadia dan tidak memaksakan diri. Karena itu ketika ada sekelompok sahabat bertekad tidak menikah selamanya, akan semalaman melakukan ibadah atau senantiasa berpuasa pada siang hari maka Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam segera menegur, “ Kalian orang yang berkata begini dan begitu. Demi Allah, sungguh aku adalah orang yang paling takut dan paling bertaqwa kepada Allah , tetapi aku berpuasa juga berbuka. Aku shalat juga tidur dan aku juga menikahi wanita. Maka barang siapa yang menjauh dari sunnahku berarti ia bukan golonganku “ HR Bukhari. 

Artinya dalam menjalani agama ini (dalam beramal) seseorang jika berharap bisa Istiqamah maka ia harus menjauh dari tindakan dua sisi yang sama–sama tidak baik; Tafrith/Taqshiir (teledeor) dan Ifrath atau Ghuluw, ekstrim dan terlalu. “ Waspadailah tindakan Ghuluw oleh kalian. Sungguh orang–orang sebelum kalian hancur sebab Ghuluw dalam beragama “ HR Ahmad. 

Allah Subhaanahu wata’aalaa berfirman: “ Hai ahli kitab, jangan kalian bertindak Ghuluw dalam agama kalian “ QS an Nisa’: 171. Seseorang yang tidak bermadia dalam beramal dipastikan terseret pada tindakan Ghuluw yang akibatnya ia tidak akan bisa eksis dalam beramal. Orang tak ubahnya seperti kendaraan yang dimuati beban melebihi kapasitas. Dan bisa dipastikan ia tidak akan sampai pada tujuan. “Sesungguhnya orang yang terlalu memaksakan diri tidak akan sampai tujuan dan tidak pula bisa merawat punggungnya” maksudnya punggungnya akan patah. Ibarat mobil yang kelebihan muatan maka ban nya akan pecah. 

Karena itu dalam beramal sebaiknya juga diselingi dengan hal–hal yang menyenangkan hati. Sayyidina Ali ra mengatakan, “Istirahatkanlah (berikan hiburan) hatimu sesaat demi sesaat. Sebab jika hati itu payah maka ia akan buta “. Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda: “… Bermadialah–bermadialah maka kalian akan sampai “ HR Bukhari. 

2). Mudaawamah, melanggengkan amal. Sesungguhnya amal yang paling dicintai oleh Allah adalah yang paling langgeng. Karena itulah sangat dianjurkan bagi setiap orang agar memiliki amalan Istiqamah yang dengan itu ia memiliki peluang mendapatkan kecintaan dari Allah. Betapapun kecil suatu amal, tetapi jika dilakukan secara Mudaawamah, langgeng, terus menerus dan tak pernah telat maka pada suatu saat amal itu akan memberikan buah manis bagi pelakunya. 

Dan pada puncaknya amal itu akan menyelamatkan pelakunya dari kobaran api neraka. Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda: “ Waspadailah neraka meski hanya dengan secuilkurma “ Muttafaq alaih Maksudnya, “Jadikan antara dirimu dan neraka ada penghalang meski hanya dengan secuil kurma ( meski dengan hanya sedikit amal). 

Tentu saja bila sedikit amal tersebut dilakukan secara rutin dan tidak pernah ditinggalkan” Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam pernah bertanya kepada Bilal, “Ceritakan kepadaku akan amal yang kamu lakukan dan yang paling kamu harapkan dalam Islam! Sungguh aku mendengar suara sandalmu di depanku di surga” Bilal menjawab: “Saya tidak melakukan amal yang paling saya harapkan daripada setiap kali bersuci pada malam atau siang hari maka saya pasti melakukan shalat dengan Thaharah tersebut “Muttafaq alaihi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar