Kamis, 06 Juni 2013

PENDIDIKAN ANAK USIA DINI MENURUT ISLAM


1.      Pendahuluan
Mencetak generasi unggul dan ”sukses hidup” di tengah persaingan global dapat dilakukan dengan jalan menyelenggarakan pendidikan yang memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada anak didik untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi, bakat, minat dan kesanggupannya. Menyelenggarakan pendidikan yang membebaskan anak dari tindak kekerasan. Menyelenggarakan pendidikan yang memperlakukan anak dengan ramah. Menyelenggarakan pendidikan yang memanusiakan anak. Menyelenggarakan pendidikan yang memenuhi hak-hak anak. Hal tersebut akan terwujud jika pendidikan yang demikian dilakukan sejak anak usia dini.
Islam sangat memperhatikan pemeliharaan hidup dan kehidupan manusia sejak dini. Perhatian itu melebihi perhatian apa pun yang ada pada undang-undang yang dibuat oleh manusia itu sendiri. Islam sangat memperhatikan anak-anak pada setiap fase kehidupan mereka. Bahkan Islam memperbolehkan seorang ibu yang hamil membatalkan puasanya, jika itu dikhawatirkan dapat membahayakan janin atau anaknya yang sedang dikandung atau disusuinya. Semua itu membuktikan bahwa Islam sangat menghargai keberadaan hidup dan kehidupan manusia semenjak manusia berupa janin sampai manusia menjadi besar dan dewasa. Oleh karena itu, pendidikan harus diberikan manusia semenjak usia dini. Karena pendidikan yang dimulai sejak usia dini mempunyai daya keberhasilan yang tinggi dalam menentukan tumbuh-kembang kehidupan anak selanjutnya. Oleh karena itu disini penulis akan membahas lebih lanjut tentang:
a.       Pendidikan Anak Usia Dini
b.      Hancurnya Pilar-Pilar Pendidikan Karakter
2.      Pembahasan
A.    Pengertian Pendidikan Anak Usia Dini
Sebelum dibicarakan tentang pendidikannya terlebih dahulu akan dibahas tentang anak usia dini. Yang dimaksud Anak Usia Dini adalah kelompok manusia yang berusia 0-6 tahun ( di Indonesia berdasarkan Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Menurut para pakar pendidikan anak, yaitu kelompok manusia yang berusia 0-8 tahun. Jadi anak usia dini adalah kelompok anak yang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang bersifat unik, dalam arti memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan (koordinasi motorik halus dan kasar), intelegensi (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, dan kecerdasan spiritual), sosial emosional (sikap dan prilaku serta agama), bahasa dan komunikasi yang khusus sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak.[1]
Berdasarkan keunikan dalam pertumbuhan dan perkembangannya, anak usia dini terbagi dalam empat tahapan, yaitu:
a.        Masa bayi lahir sampai 12 bulan
b.      Masa balita usia 1-3 tahun,
c.       Masa prasekolah usia 3-6 tahun
d.      Masa kelas awal SD 6-8 tahun.
Setelah diketahui pengertian Anak Usia Dini, berikut dipaparkan tentang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). PAUD adalah suatu proses pembinaan tumbuh kembang anak usia lahir hingga enam tahun secara menyeluruh, yang mencakup aspek fisik maupun non fisik, dengan memberikan rangsangan bagi perkembangan jasmani, rohani (moral dan spiritual), motorik, akal pikir, emosional dan sosial yang tepat agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Adapun upaya yang dilakukan mencakup stimulasi intelektual, pemeliharaan kesehatan, pemberian nutrisi, dan penyediaan kesempatan yang luas untuk mengeksplorasi dan belajar secara aktif.
Pendidikan usia dini dalam perspektif pendidikan Islam adalah usaha membantu anak agar fitrah (QS. 30:30) yang disebut dengan kecakapan/ability baik fisik maupun non fisik itu dapat dibantu perkembangannya sejak dini. Pendidikan usia dini dapat dimaknakan sebagai semua proses yang mengarah pada bantuan pemeliharaan jiwa manusia untuk selalu berada dalam kemaslahatan hidup baik di dunia maupun di akhirat, dan membantu agar fitrah yang merupakan kecakapan potensial yang dibawa sejak kelahirannya dapat berkembang secara maksimal sesuai dengan ketentuan dalam shari’at Islam.[2]
B.     Tujuan Pendidikan Anak Menurut Islam
Pendidikan dalam pandangan Islam dimaksudkan untuk peningkatan potensi spiritual dan membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, dan moral sebagai perwujudan dari tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan Islam tidak hanya membentuk anak yang beriman, berakhlak mulia, beramal shaleh tetapi juga menjadikan anak tersebut berilmu pengetahuan dan berteknologi, juga berketerampilan dan berpengalaman sehingga ia menjadi orang yang mandiri berguna bagi dirinya, agama, orang tua serta negaranya.[3]
Peningkatan potensi spritual mencakup pengenalan, pemahaman, dan penanaman nilai-nilai keagamaan, serta pengamalan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan individual ataupun kolektif kemasyarakatan. Peningkatan potensi spritual tersebut pada akhirnya bertujuan pada optimalisasi berbagai potensi yang dimiliki manusia yang aktualisasinya mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan menurut Islam dalam membentuk seorang muslim yang mampu melaksanakan kewajibannya kepada Allah, sebagaimana firman allah yang artinya, “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah kepada-Ku.” (Adz-Dzariyat: 56). Maksud dari kata menyembah di ayat ini adalah mentauhidkan Allah dalam segala macam bentuk ibadah. Sehingga jelas bahwa tujuan pendidikan dalam Islam harus terkait dengan tujuan penciptaan manusia itu sendiri di dunia ini, yakni menyembah Allah SWT dengan segala aspeknya ibadahnya, baik yang berhubungan dengan Allah, sesama manusia maupun dengan lingkungannya. Ibadah yang juga berhubungan dengan masalah ukhrowi (akhirat) maupun masalah dunia (ilmu dunia).
C.     Ruang Lingkup Pendidikan Anak Menurut Islam
Adapun Ruang lingkup pendidikan anak menurut secara garis besar dibagi menjadi 5, yaitu:
1.       Pendidikan Keimanan
Tujuan pendidikan dalam Islam yang paling hakiki adalah mengenalkan peserta didik kepada Allah SWT. Mengenalkan dalam arti memberikan pembelajaran tentang keesaan Allah SWT, kewajiban manusia terhadap Allah dan aspek-aspek aqidah lainnya. Dalam hal ini dapat dikaji dari nasehat Luqman kepada anaknya yang digambarkan Allah dalam firmannya:
Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya diwaktu ia memberikan pelajaran kepadanya:”hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesengguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kedzaliman yang nyata.” (Q.S 31:13)
Kemudian bagaimana cara mengenalkan Allah SWT dalam kehidupan peserta didik melalui proses pendidikan, antara lain:
a)      Menciptakan hubungan yang hangat dan harmonis
b)      Jalin hubungan komunikasi yang baik dengan anak, bertutur kata lembut, bertingkah laku positif.
c)      Menghadirkan sosok Allah melalui aktivitas rutin seperti ketika kita bersin katakan alhamdulillah. Ketika kita memberikan uang jajan katakan bahwa uang itu titipan Allah jadi harus dibelanjakan dengan baik seperti beli roti.
d)     Memanfaatkan momen religius seperti sholat bersama, tarawih bersama di bulan ramadhan, tadarus, buka shaum bersama.
e)      Memberi kesan positif tentang Allah
f)       Kenalkan sifat-sifat baik Allah Jangan mengatakan “ nanti Allah marah kalau kamu berbohong” tapi katakanlah “ anak yang jujur disayang Allah”.
g)      Beri teladan,  anak akan bersikap baik jika orang tuanya bersikap baik karena anak menjadikan orang tua model atau contoh bagi kehidupannya.
hai orang-orang yang beriman mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan”.(Q.S 61:2-3)
h)      Kreatif dan terus belajar sejalan dengan perkembangan anak. Anak akan terus banyak memberikan pertanyaan. Sebagai orang tua tidak boleh merasa bosan dengan pertanyaan anak malah kita harus dengan bijaksana menjawab segala pertanyaannya dengan mengikuti perkembangan anak.
2.      Pendidikan Akhlak
Allah mengutus Nabi Muhammad kepada umat manusia adalah untuk memperbaiki akhlak manusia. Dalam proses pendidikan terdapat hadits dari Ibnu Abas bahwa Rasulullah pernah bersabda: “… Akrabilah anak-anakmu dan didiklah akhlak mereka.”, begitu juga Rasulullah saw bersabda: ”Suruhlah anak-anak kamu melakukan shalat ketika mereka telah berumur tujuh tahun dan pukullah mereka kalau meninggalkan ketika mereka berumur sepuluh tahun, dan pisahkan tempat tidur mereka.” (HR. Abu Daud).
Bagaimana cara megenalkan akhlak kepada anak melalui proses pendidikan, antara lain:
a.       Penuhilah kebutuhan emosinya
Dengan mengungkapkan emosi lewat cara yang baik. Hindari mengekspresikan emosi dengan cara kasar, tidak santun dan tidak bijak. Berikan kasih sayang sepenuhnya, agar anak merasakan bahwa ia mendapatkan dukungan.
b.      Memberikan pendidikan mengenai yang haq dan bathil
Sebagaimana firman Allah dalam yang artinya:“Dan janganlah kamu campur adukan yang haq dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang haq itu, sedang kamu mengetahui .”(Q.S 2:42) Seperti bahwa berbohong itu tidak baik, memberikan sedekah kepada fakir miskin itu baik.
c.       Memenuhi janji
Dalam hal ini Hadits Rasulullah berbunyi:”…. Jika engkau menjanjikan sesuatu kepada mereka, penuhilah janji itu. Karena mereka itu hanya dapat melihat, bahwa dirimulah  yang memberi rizki kepada mereka.” (H.R Bukhari)
d.      Meminta maaf jika melakukan kesalahan
e.       Meminta tolong/ mengatakan tolong jika kita memerlukan bantuan.
3.      Pendidikan intelektual
Menurut kamus Psikologi istilah intelektual berasal dari kata intelek yaitu proses kognitif/berpikir, atau kemampuan menilai dan mempertimbangkan. Pendidikan intelektual ini disesuaikan dengan kemampuan berpikir anak. Menurut Piaget seorang Psikolog yang membahas tentang teori perkembangan yang terkenal juga dengan Teori Perkembangan Kognitif mengatakan ada 4 periode dalam perkembangan kognitif manusia, yaitu:
a.       Periode 1, yaitu 0 – 2 tahun (sensori motorik)
Mengorganisasikan tingkah laku fisik seperti menghisap, menggenggam dan memukul pada usia ini cukup dicontohkan melalui seringnya dibacakan ayat-ayat suci al-Quran atau ketika kita beraktivitas membaca bismillah.
b.      Periode 2, yaitu 2 tahun – 7 tahun (berpikir Pra Operasional)
Anak mulai belajar untuk berpikir dengan menggunakan symbol dan khayalan mereka tapi cara berpikirnya tidak logis dan sistematis.
Seperti contoh nabi Ibrahim mencari Robbnya.
c.       Periode 3, yaitu 7 tahun- 11 tahun (Berpikir Kongkrit Operasional)
Anak mengembangkan kapasitas untuk berpikir sistematik
Contoh : Angin tidak terlihat tetapi dapat dirasakan begitu juga dengan Allah SWT tidak dapat dilihat tetapi ada ciptaannya.
d.      Periode 4, yaitu 11 tahun- Dewasa (Formal Operasional)
Kapasitas berpikirnya sudah sistematis dalam bentuk abstrak dan konsep lebih idealistik. [4]
4.      Pendidikan fisik
Dengan memenuhi kebutuhan makanan yang seimbang, memberi waktu tidur dan aktivitas yang cukup agar pertumbuhan fisiknya baik dan mampu melakukan aktivitas seperti yang disunahkan Rasulullah: “ Ajarilah anak-anakmu memanah, berenang dan menunggang kuda.” (HR. Thabrani)
5.      Pendidikan Psikis
Dalam hal ini Allah berfirman: “Dan janganlah kamu bersifat lemah dan jangan pula berduka cita, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi derajatnya, jika kamu benar-benar orang yang beriman.” (QS. 3:139)
                        Upaya dalam melaksanakan pendidikan psikis terhadap anak antara lain :
a.        Memberikan kebutuhan emosi, dengan cara memberikan kasih sayang, pengertian, berperilaku santun dan bijak.
b.      Menumbuhkan rasa percaya diri
c.       Memberikan semangat tidak melemahkan
HANCURNYA PILAR-PILAR PENDIDIKAN KARAKTER
A.    Pengertian
Dalam kamus besar bahasa indonesia (1989), karakter berarti sifat-sifat kejiwaan, ahlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan orang lainn: tabiat dan watak.[5]
Pendidikan karakter pada hakikatnya adalah sebuah perjuangan setiap individu untulk menghayati kebebasanya dalam relasi mereka dengan orang lain dan lingkungannya sehingga ia dapat semakin mengukuhkan dirinya sebagai pribadi yang unik dan khas serta memiliki integritas moral yang dapat dipertanggung jawabkan. [6]
Pendidikan karakter yang baik adalah pendidikan yang dimulai sedini mungkin dalam keluarga menurut supyanto menyebutkan 9 karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal manusia. Pilar tersebut adalah cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya, tanggung jawab, kedisiplinan dan kemandirian, kejujuran, amanah dan diplomatis, hormat dan santun, kasih sayang, kepedulian, dan kerja sama. Lalu, percaya diri, kreatif, kerja keras dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan, baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai dan persatuan. Kemudian, ada pula K4 (kesehatan, kebersihan, kerapian dan keamanan).[7]
B.     Pilar-pilar pendidikan moral
Secara kebahasaan perkataan moral berasal dari ungkapan bahasa latin mores yang merupakan bentuk jamak dari perkataan mos yang berarti adapt kebiasaan. Dalam kamus Umum bahasa Indonesia dikatakan bahwa moral adalah penetuan baik buruk terhadap perbuatan dan kelakuan. Istilah moral biasanya dipergunakan untuk menentukan batas-batas suatu perbuatan, kelakuan, sifat dan perangkai dinyatakan benar, salah, baik, buruk, layak atau tidak layak, patut maupun tidak patut.[8]
Realisasi pendidikan karkter juga harus ditopang oleh tiga pilar utama lembaga pendidikan yaitu
1.      Rumah tangga
pendidikan di rumah tangga dilakukan oleh orang tua dan keluarga terdekat lainnya dengan dasar tanggung jawab moral keagamaan yakni dengan menganggap bahwa anak sebagai titipan dan amanah tuhan yang harus di pertanggung jawabkan. Namun dalam kenyataannya tidak semua orang tua memiliki wawasan, pengalaman, keahlian dan pemahaman tentang paedagogi, sehingga peran-peran yang harus di mainkan orang tua dalam mendidik karakter putra putrinya tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya.
2.      Sekolah
Bertolak dari berbagai kekurangan yang dimiliki orang tua dirumah maka pendidikan karakter selanjutnya diserahkan kepada sekolah dengan pertimbangan selain karena merupakan institusiyang di bangun atas tugas utamanya mendidik karakter bangsa juga sekolah terdapat infrastruktur sarana dan prasarana, SDM, manajement dan sistem yang lain yang berkaitan dengan urusan pendidikan. Namun karena tidak semua sekolah mempunyai visi, misi, tujuan dan komitmen yang jelas tentang pendidikan karakter, serta lemahnya dalam menerapkan metodologi dan pendekatan, menyebabkan pendidikan karakter disekolah tidak dapat berjalan dengan lancar.
3.      Masyarakat (negara)
Selanjutnya karena rumah tangga dan sekolah sebagai pilar-pilar utama bagi pendidikan karakter tersebut kurang efektif lagi bahkan sudah hancur maka pemerintah dan masyarakat juga harus bertanggung jawab terhadap pendidikan karakter. Melalui tanggung jawab, otoritas, dana, fasilitas, SDM, dan sistem yang dimilikinya.[9]
3.      Penutup
a.      Kesimpulan
Dari uraian di atas tadi dapat penulis simpulkan bahwa pendidikan anak usia dini dalam persepektif Islam yaitu usaha membantu anak agar fitrah yang disebut dengan kecakapan/ability baik fisik maupun non fisik itu dapat dibantu perkembangannya sejak dini dapat berkembang secara maksimal sesuai dengan ketentuan dalam shari’at Islam.
Tujuan pendidikan Islam yaitu membentuk anak yang beriman dan bertaqwa, berakhlak mulia, beramal shaleh dan juga menjadikan anak tersebut berilmu pengetahuan dan berteknologi, berketerampilan dan berpengalaman sehingga ia menjadi orang yang mandiri berguna bagi dirinya, agama, orang tua serta negaranya.
Pendidikan karakter yaitu pendidikan yang menanamkan nilai-nilai luhur pada diri peserta didik. Pendidikaan karakter terkait dengan tiga matra pendidikan yaitu, pendidikan individual, pendidikan sosial dan pendidikan moral.
b.      Saran
Sejalan dengan paradigma pendidikan yang semakin maju maka sebagai generasi penerus kita harus bisa untuk menjawab tantangan yang ada di depan mata. Untuk itu kami sebagai pemakalah memberikan sedikit sumber atau bahan bacaan bagi pembaca sebagai pedoman dalam menjalankan pendidikan dan kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan kita bersama.
DAFTAR PUSTAKA
Nana Syaodih Sukmadinata,2004. Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung : Remaja Rosdakarya, Cet. 2.
Abuddin Nata.2012.  Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Indrayani. 2012.  Pendidikan Karakter, Kerangka,Metode Dan Aplikasi Untuk Pendidik Dan Profesional, baduose media.
Jamal makmur asmani. 2011. Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter Disekolah,yogyakarta, diva press.
Kompasiana,sabtu, 27 oktober 2012, diakses dari: www.soulofcipta.blogspot.com
Eni Purwati, Rabu, 24 Oktober, diakses dari : http://anisachoeriah-paud.blogspot.com


[2] Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung : Remaja Rosdakarya, Cet. 2, 2004), hal.92
[3]  Abuddin Nata. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2012. Hal. 140.
[4] Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2009. hal. 101
[5] Indrayani, Pendidikan Karakter, Kerangka,Metode Dan Aplikasi Untuk Pendidik Dan Profesional, baduose media, 2012, h. 27
[6] Abudinnata, Kapita Selekta Pendidikan Ilslam,Rajawali Pers,jakarta,2012, .h149
[7] Jamal makmur asmani,Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter Disekolah,yogyakarta, diva press, 2011. H51
[8] Kompasiana,sabtu, 27 oktober 2012, diakses dari: www.soulofcipta.blogspot.com
[9] Abudinnata, Kapita Selekta Pendidikan Ilslam. Op Cit. Hal. 155
sumber: http://zainlzainal.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar