kangen Abuya........
Sayyid Muhammad ibn Alawi Al-Maliki (1365-1425 H / – 2004M)
Sayyid
Prof. Dr. Muhammad ibn Sayyid ‘Alawi ibn Sayyid ‘Abbas ibn Sayyid ‘Abdul
‘Aziz al-Maliki al-Hasani al-Makki al-Asy’ari asy-Syadzili lahir di
Makkah pada tahun 1365 H. Pendidikan pertamanya adalah Madrasah
Al-Falah, Makkah, dimana ayah beliau Sayyid Alawi bin Abbas al Maliki
sebagai guru agama di sekolah tersebut yang juga merangkap sebagai
pengajar di halaqah di Haram Makki, dekat Bab As-salam
Ayah beliau, Sayyid Alwi bin Abbas Al-Maliki (kelahiran
Makkah th 1328H), seorang alim ulama terkenal dan ternama di kota
Makkah. Disamping aktif dalam berdawah baik di Masjidil Haram atau di
kota kota lainnya yang berdekatan dengan kota Makkah seperti Thoif,
Jeddah dll, Sayyid Alwi Almaliki adalah seorang alim ulama yang pertama
kali memberikan ceramah di radio Saudi setelah salat Jumat dengan judul
“Hadist al-Jumah”. Begitu pula ayah beliau adalah seorang Qadhi yang
selalu di panggil masyarakat Makkah jika ada perayaan pernikahan.
Selama
menjalankan tugas da’wah, Sayyid Alwi bin Abbas Almaiki selalu membawa
kedua putranya Muhammad dan Abbas. Mereka berdua selalu mendampinginya
kemana saja ia pergi dan berceramah baik di Makkah atau di luar kota
Makkah. Adapun yang meneruskan perjalanan dakwah setelah wafat beliau
adalah Sayyid Muhammad bin Alwi Almaliki dan Sayyid Abbas selalu
berurusan dengan kemaslahatan kehidupan ayahnya.
Sebagaimana adat para Sadah dan Asyraf
ahli Makkah, Sayyid Alwi Almaliki selalu menggunakan pakaian yang
berlainan dengan ulama yang berada di sekitarnya. Beliau selalu
mengenakan jubbah, serban (imamah) dan burdah atau rida yang biasa
digunakan dan dikenakan Asyraf Makkah.
Setelah
wafat Sayyid Alwi Almaliki, anaknya Sayyid Muhammad tampil sebagai
penerus ayahnya. Dan sebelumnya ia selalu mendapatkan sedikit kesulitan
karena ia merasa belum siap untuk menjadi pengganti ayahnya. Maka
langkah pertama yang diambil adalah ia melanjutkan studi dan ta’limnya
terlebih dahulu. Beliau berangkat ke Kairo dan Universitas al-Azhar Assyarif
merupakan pilihanya. Setelah meraih S1, S2 dan S3 dalam fak Hadith dan
Ushuluddin beliau kembali ke Makkah untuk melanjutkan perjalanan yang
telah di tempuh sang ayah.
Disamping mengajar di Masjidi Haram di
halaqah, beliau diangkat sebagai dosen di Universitas King Abdul Aziz-
Jeddah dan Univesitas Ummul Qura Makkah bagian ilmu Hadith dan
Usuluddin. Cukup lama beliau menjalankan tugasnya sebagai dosen di dua
Universitas tsb, sampai beliau memutuskan mengundurkan diri dan memilih
mengajar di Masjidil Haram sambil menggarap untuk membuka majlis ta’lim
dan pondok di rumah beliau.
Adapun
pelajaran yang di berikan baik di masjid haram atau di rumah beliau
tidak berpoin kepada ilmu tertentu seperti di Universitas. Akan tetapi
semua pelajaran yang diberikannya bisa di terima semua masyarakat baik
masyarakat awam atau terpelajar, semua bisa menerima dan semua bisa
mencicipi apa yang diberikan Sayyid Maliki. Maka dari itu beliau selalu
menitik-beratkan untuk membuat rumah yang lebih besar dan bisa menampung
lebih dari 500 murid per hari yang biasa dilakukan selepas sholat
Maghrib sampai Isya di rumahnya di Hay al Rashifah. Begitu pula setiap
bulan Ramadan dan hari raya beliau selalu menerima semua tamu dan
muridnya dengan tangan terbuka tanpa memilih golongan atau derajat.
Semua di sisinya sama tamu-tamu dan murid murid, semua mendapat
penghargaan yang sama dan semua mencicipi ilmu bersama-sama.
Dari
rumah beliau telah keluar ulama-ulama yang membawa panji Rasulallah ke
suluruh pelosok permukaan bumi. Di mana negara saja kita dapatkan murid
beliau, di India, Pakistan, Afrika, Eropa, Amerika, apa lagi di Asia
yang merupakan sebagai orbit dahwah sayid Muhammad Almaliki, ribuan
murid murid beliau yang bukan hanya menjadi kyai dan ulama akan tetapi
tidak sedikit dari murid2 beliau yang masuk ke dalam pemerintahan.
Di
samping pengajian dan taklim yang rutin di lakukan setiap hari pula
beliau telah berusaha mendirikan pondok yang jumlah santrinya tidak
sedikit, semua berdatangan dari seluruh penjuru dunia, belajar, makan,
dan minum tanpa di pungut biaya sepeser pun bahkan beliau memberikan
beasiswa kepada para santri sebagai uang saku. Setelah beberapa tahun
belajar para santri dipulangkan ke negara-negara mereka untuk menyiarkan
agama.
Sayid
Muhammad Almaliki dikenal sebagai guru, pengajar dan pendidik yang
tidak beraliran keras, tidak berlebih-lebihan, dan selalu menerima hiwar
dengan hikmah dan mauidhah hasanah.
Beliau ingin mengangkat derajat dan martabat Muslimin menjadi manusia
yang berperilaku baik dalam muamalatnya kepada Allah dan kepada sesama,
terhormat dalam perbuatan, tindakan serta pikiran dan perasaannya.
Beliau adalah orang cerdas dan terpelajar, berani dan jujur serta adil
dan cinta kasih terhadap sesama. Itulah ajaran utama Sayyid Muhammad bin
Alwi Al-Maliki.
Beliau selalu menerima dan menghargai pendapat orang
dan menghormati orang yang tidak sealiran dengannya atau tidak searah
dengan thariqahnya. Dalam
kehidupannya beliau selalu bersabar dengan orang-orang yang tidak
bersependapat baik dengan pemikirannya atau dengan alirianya. Semua yang
berlawanan diterima dengan sabar dan usaha menjawab dengan hikmah dan
menklirkan sesuatu masalah dengan kenyataan dan dalil-dalil yang jitu
bukan dengan emosi dan pertikaian yang tidak bermutu dan berkesudahan.
Beliau tahu persis bahwa kelemahan Islam terdapat pada pertikaian para
ulamanya dan ini memang yang di inginkan musuh Islam. Sampai-sampai
beliau menerima dengan rela digeser dari kedudukannya baik di
Universitas dan ta’lim beliau di masjidil Haram. Semua ini beliau terima
dengan kesabaran dan keikhlasan bahkan beliau selalu menghormati orang
orang yang tidak bersependapat dan sealiran dengannya, semasih mereka
memiliki pandangan khilaf yang bersumber dari al-Quran dan Sunah. Adapun
ulama yang telah mendapat gemblengan dari Sayyid Muhammad bin Alwi
Almaliki, mereka pintar-pintar dan terpelajar. Di samping menguasai
bahasa Arab, mereka menguasai ilmu-ilmu agama yang cukup untuk dijadikan
marja’ dan reference di negara-negara mereka.
Tulisan Beliau
Di
samping tugas beliau sebagai da’i, pengajar, pembibing, dosen,
penceramah dan segala bentuk kegiatan yang bermanfaat bagi agama, beliau
pula seorang pujangga besar dan penulis unggul. Tidak kurang dari 100 buku yang telah dikarangnya,
semuanya beredar di seluruh dunia. Tidak sedikit dari kitab2 beliau
yang beredar telah diterjemahkan kedalam bahasa Inggris, Prancis, Urdu,
Indonesia dll.
Sayyid
Muhammad merupakan seorang penulis prolifik dan telah menghasilkan
hampir seratus buah kitab. Beliau telah menulis dalam pelbagai topik
agama, undang-undang, social serta sejarah, dan kebanyakan bukunya
dianggap sebagai rujukan utama dan perintis kepada topik yang
dibicarakan dan dicadangkan sebagai buku teks di Institusi-institusi
Islam di seluruh dunia. Kita sebutkan sebahagian hasilnya dalam pelbagai
bidang: Aqidah:
- Mafahim Yajib an Tusahhah
- Manhaj As-salaf fi Fahm An-Nusus
- At-Tahzir min at-Takfir
- Huwa Allah
- Qul Hazihi Sabeeli
- Sharh ‘Aqidat al-‘Awam
Tafsir:
- Zubdat al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an
- Wa Huwa bi al-Ufuq al-‘A’la
- Al-Qawa‘id al-Asasiyyah fi ‘Ulum al-Quran
- Hawl Khasa’is al-Quran
Hadith:
- Al-Manhal al-Latif fi Usul al-Hadith al-Sharif
- Al-Qawa‘id al-Asasiyyah fi ‘Ilm Mustalah al-Hadith
- Fadl al-Muwatta wa Inayat al-Ummah al-Islamiyyah bihi
- Anwar al-Masalik fi al-Muqaranah bayn Riwayat al-Muwatta lil-Imam Malik
Sirah:
- Muhammad (Sallallahu Alaihi Wasallam) al-Insan al-Kamil
- Tarikh al-Hawadith wa al-Ahwal al-Nabawiyyah
- ‘Urf al-Ta’rif bi al-Mawlid al-Sharif
- Al-Anwar al-Bahiyyah fi Isra wa M’iraj Khayr al-Bariyyah
- Al-Zakha’ir al-Muhammadiyyah
- Zikriyat wa Munasabat
- Al-Bushra fi Manaqib al-Sayyidah Khadijah al-Kubra
Usul:
- Al-Qawa‘id al-Asasiyyah fi Usul al-Fiqh
- Sharh Manzumat al-Waraqat fi Usul al-Fiqh
- Mafhum al-Tatawwur wa al-Tajdid fi al-Shari‘ah al-Islamiyyah
Fiqh:
- Al-Risalah al-Islamiyyah Kamaluha wa Khuluduha wa ‘Alamiyyatuha
- Labbayk Allahumma Labbayk
- Al-Ziyarah al-Nabawiyyah bayn al-Shar‘iyyah wa al-Bid‘iyyah
- Shifa’ al-Fu’ad bi Ziyarat Khayr al-‘Ibad
- Hawl al-Ihtifal bi Zikra al-Mawlid al-Nabawi al-Sharif
- Al-Madh al-Nabawi bayn al-Ghuluww wa al-Ijhaf
Tasawwuf:
- Shawariq al-Anwar min Ad‘iyat al-Sadah al-Akhyar
- Abwab al-Faraj
- Al-Mukhtar min Kalam al-Akhyar
- Al-Husun al-Mani‘ah
- Mukhtasar Shawariq al-Anwar
Lain-lain:
- Fi Rihab al-Bayt al-Haram (Sejarah Makkah)
- Al-Mustashriqun Bayn al-Insaf wa al-‘Asabiyyah (Kajian Berkaitan Orientalis)
- Nazrat al-Islam ila al-Riyadah (Sukan dalam Islam)
- Al-Qudwah al-Hasanah fi Manhaj al-Da‘wah ila Allah (Teknik Dawah)
- Ma La ‘Aynun Ra’at (Butiran Syurga)
- Nizam al-Usrah fi al-Islam (Peraturan Keluarga Islam)
- Al-Muslimun Bayn al-Waqi‘ wa al-Tajribah (Muslimun, Antara Realiti dan Pengalaman)
- Kashf al-Ghumma (Ganjaran Membantu Muslimin)
- Al-Dawah al-Islahiyyah (Dakwah Pembaharuan)
- Fi Sabil al-Huda wa al-Rashad (Koleksi Ucapan)
- Sharaf al-Ummah al-Islamiyyah (Kemulian Ummah Islamiyyah)
- Usul al-Tarbiyah al-Nabawiyyah (Metodologi Pendidikan Nabawi)
- Nur al-Nibras fi Asanid al-Jadd al-Sayyid Abbas (Kumpulan Ijazah Datuk beliau, As-Sayyid Abbas)
- Al-‘Uqud al-Lu’luiyyah fi al-Asanid al-Alawiyyah (Kumpulan Ijazah Bapa beliau, As-Sayyid Alawi)
- Al-Tali‘ al-Sa‘id al-Muntakhab min al-Musalsalat wa al-Asanid (Kumpulan Ijazah)
- Al-‘Iqd al-Farid al-Mukhtasar min al-Athbah wa al-Asanid (Kumpulan Ijazah)
Daftar buku
di atas merupakan beberapa kitab As-Sayyid Muhammad yang telah
dihasilkan dan diterbitkan. Terdapat banyak lagi kitab yang tidak
disebutkan dan juga yang belum dicetak.Kita juga tidak menyebutkan
banyak penghasilan turath yang telah dikaji, dan diterbitkan buat
pertama kali, dengan nota kaki dan komentar dari As-Sayyid Muhammad.
Secara keseluruhannya, sumbangan As-Sayyid Muhammad amat berguna. Banyak
hasil kerja As-Sayyid Muhammad telah diterjemahkan ke pelbagai bahasa.
Mafahim Yujibu an-Tusahhah
(Konsep-konsep yang perlu diluruskan) adalah salah satu kitab karya
Sayyid Muhammad, red.) bersinar layaknya suatu kemilau mutiara. Inilah
seorang manusia yang menantang rekan-rekan senegaranya, kaum
Salafi-Wahhabi, dan membuktikan kesalahan doktrin-doktrin mereka dengan
menggunakan sumber-sumber dalil mereka.
Untuk
keberanian intelektualnya ini, Sayyid Muhammad dikucilkan dan dituduh
sebagai “seorang yang sesat”. Beliau pun dicekal dari kedudukannya
sebagai pengajar di Haram (yaitu di Masjidil Haram, Makkah, red.).
Kitab-kitab karya beliau dilarang, bahkan kedudukan beliau sebagai
professor di Umm ul-Qura pun dicabut. Beliau ditangkap dan passport-nya
ditahan. Namun, dalam menghadapi semua hal tersebut, Sayyid Muhammad
sama sekali tidak menunjukkan kepahitan dan keluh kesah. Beliau tak
pernah menggunakan akal dan intelektualitasnya dalam amarah, melainkan
menyalurkannya untuk memperkuat orang lain dengan ilmu (pengetahuan) dan
tasawwuf.
Pada
akhir hayatnya yang berkenaan dengan adanya kejadian teroris di Saudi
Arabia, beliau mendapatkan undangan dari ketua umum Masjidil Haram
Syeikh sholeh bin Abdurahman Alhushen untuk mengikuti “Hiwar Fikri“ di Makkah yang diadakan pada tg 5 sd 9 Dhul Q’idah 1424 H dengan judul “Al-qhuluw wal I’tidal Ruya Manhajiyyah Syamilah“, di sana beliau mendapat kehormatan untuk mengeluarkan pendapatnya tentang thatarruf
atau yang lebih poluler disebut ajaran yang beraliran fundamentalists
atau extremist. Dan dari sana beliau telah meluncurkan sebuah buku yang
sangat popular dikalangan masyarakat Saudi yang berjudul “Alqhuluw Dairah Fil Irhab Wa Ifsad Almujtama”. Dari situ, mulailah pandangan dan pemikiran beliau tentang da’wah selalu mendapat sambutan dan penghargaan masyarakat luas.
Pada
tg 11/11/1424, beliau mendapat kesempatan untuk memberikan ceramah di
hadapan wakil raja Amir Abdullah bin Abdul Aziz yang isinya beliau
selalu menggaris-bawahi akan usaha menyatukan suara ulama dan menjalin
persatuan dan kesatuan da’wah.
Beliau
wafat meninggalkan 6 putra, Ahmad, Abdullah, Alwi, Ali, al- Hasan dan
al-Husen dan beberapa putri-putri yang tidak bisa disebut satu persatu
disini .
Beliau
wafat hari jumat tg 15 ramadhan 1425 dan dimakamkan di pemakaman
Al-Ma’la disamping kuburan istri Rasulallah Khadijah binti Khuailid ra.
Dan yang menyaksikan penguburan beliau seluruh umat muslimin yang berada
di Makkah pada saat itu termasuk para pejabat, ulama, para santri yang
datang dari seluruh pelosok negeri, baik dari luar Makkah atau dari luar
negri. Semuanya menyaksikan hari terakhir beliau sebelum disemayamkan,
semua menyaksikan janazah beliau setelah disembahyangkan di Masjidil
Haram ba’da sholat isya yang dihadiri oleh tidak kurang dari sejuta
manusia. Begitu pula selama tiga hari tiga malam rumahnya terbuka bagi
ribuan orang yang ingin mengucapkan belasungkawa dan melakukan `aza’.
Dan di hari terakhir `Aza, wakil Raja Saudi, Amir Abdullah bin Abdul
Aziz dan Amir Sultan datang ke rumah beliau untuk memberikan sambutan
belasungkawa dan mengucapkan selamat tinggal kepada pemimpin agama yang
tidak bisa dilupakan umat.
Semoga kita bisa meneladani beliau.
Amien.
Sayyid Al-Maliki: Pembina Ulama di Indonesia
Pengantar Redaksi:
Berbicara
tentang pesantren di Indonesia, bahkan di Asia Tenggara, serta para
kyai dan ulama pengasuhnya, tak bisa dilepaskan dari sang ‘aliim dari
Makkah ini, (Almarhum) as-Sayyid As-Syaikh Muhammad ibn ‘Alawi ibn
‘Abbas al-Maliki al-Hasani al-Makki. Seorang ‘aliim yang mewarisi
pekerjaan dakwah ayahanda dan kakekndanya, membina para santri dari
berbagai daerah dan negara di dunia Islam, di tanah suci ummat Islam,
Makkah al-Mukarromah. Ayahanda (atau mungkin Kakeknda) beliau adalah
salah satu guru dari ulama-ulama sepuh di Indonesia, seperti Hadratus Syaikh K.H. Hasyim Asy’ari, KH. Abdullah Faqih Langitan,
dan lain-lain. Dunia Islam kehilangan salah satu ulama terbesarnya di
abad ini, setelah wafatnya beliau medio Ramadan tahun 1425H yang lalu.
Muslimdelft.nl menampilkan biografi beliau, sebagai ulama pertama dari
luar Indonesia yang kami muat di rubrik biografi ini. Insya Allah, kita
akan membaca beberapa kenangan dan kisah hidup beliau dari beberapa
murid dan santri yang pernah mendapatkan ilmu dan barakah lewat beliau.
Selamat membaca dan menikmati!
Tentang as-Sayyid Muhammad ibn ‘Alawi
oleh Dr. G. F. Haddad
As-Syaikh
as-Sayyid Dr. Muhammad ibn as-Sayyid ‘Alawi ibn as-Sayyid ‘Abbas ibn
as-Sayyid ‘Abdul ‘Aziz al-Maliki al-Hasani al-Makki al-Asy’ari
asY-Syadzili adalah seorang pendidik Ahlus Sunnah wal Jama’ah dan cahaya dari Rumah Nabi sall-Allahu ‘alaihi wasallam di zaman kita saat ini, seorang ‘alim kontemporer dalam ilmu hadits, ‘alim mufassir (penafsir) Quran, Fiqh, doktrin (‘aqidah), tasawwuf, dam biografi Nabawi (sirah), beliau saat ini adalah otoritas yang paling dihormati di kalangan Ahlus Sunnah wal Jama’ah
di Ibu dari segala kota. Baik ayahandanya (wafat 1971 CE) maupun kakek
beliau adalah para imam dan pimpinan para khatib (penceramah) di Kota
Suci Makkah., seperti juga Sayyid Muhammad sendiri sejak permulaan 1971
hingga 1983, saat mana beliau dicekal dari kedudukannya setelah penerbitan kitab beliau Mafahim Yujib an Tusahhah.
Sayyid
Muhammad dididik semenjak kecil oleh ayahanda beliau dalam
sumber-sumber keislaman, selain pula oleh ulama-ulama Makkah terkemuka
lainnya, seperti Sayyid Amin Kutbi, Hassan Masshat, Muhammad Nur Sayf,
Sa’id Yamani, dan lain-lain. Beliau memperoleh gelar Ph.D-nya dalam Studi Hadits dengan penghargaan tertinggi dari Jami’ al-Azhar
di Mesir, saat beliau baru berusia dua puluh lima tahun. Beliau
kemudian melakukan perjalanan dalam rangka mengejar studi Hadits ke
Afrika Utara, Timur Tengah, Turki, Yaman, dan juga anak benua
Indo-Pakistani, dan memperoleh sertifikasi mengajar (ijazat) dan rantai transmissi (isnad) dari Imam Habib Ahmad Mashhur al-Haddad, Syaikh Hasanayn Makhluf, Ghumari bersaudara dari Marokko, Syaikh Dya’uddin Qadiri di Madinah, Mawlana Zakariyya Kandihlawi, dan banyak lainnya.
Shaykh
Sayyid Muhammad telah mengarang lebih dari seratus buku, monograf, dan
artikel-artikel dan bahasa Arab tentang berbagai topic dalam ilmu-ilmu
keislaman. Di antara karya-karya beliau yang paling terkenal, adalah:
· Abwab al-Faraj (“Gerbang-gerbang Pengiriman”)
[Kairo: Dar al-Ja’fari, tanpa tahun], sebuah manual yang
mendeskripsikan tentang doa munajah, dan bacaan untuk berbagai situasi
dari Qur’an, Sunnah, dan para Imam Islam, disertai deskripsi akan
adab/tata cara bagi sang pendoa. Buku ini berisi pula resep yang
berharga untuk membaca Fatihah secara sering.
· Al Anwar al-Bahiyyah min Isra’ wa Mi’raj Khayr al-Bariyya (“Cahaya-cahaya Menakjubkan dari Perjalanan Malam dan Naiknya Sang Ciptaan Terbaik”)
[edisi kedua, Riyadh: tanpa penerbit, 1998], sebuah monograph yang
mengumpulkan seluruh riwayat-riwayat sahih tentang perjalanan malam (Isra’) Nabi sall-Allahu ‘alayhi wasallam serta naiknya beliau ke langit (Mi’raj) dalam suatu narasi tunggal.
· Al-Bayan wa at-Ta’rif fi Dzikra al-Mawlid as-Syarif (“Penjelasan dan Definisi Perayaan Mawlid yang Mulia”) [diterbitkan as-Sayyid Muhammad Alawi 1995], sebuah antologi singkat akan teks dan sya’ir yang terkait dengan subjek Mawlid.
· Hawl al-Ihtifal bi Dzikra al-Mawlid an-Nabawi as-Syarif (“Berkaitan dengan Peringatan Hari Kelahiran Nabi sall-allahu ‘alaihi wasallam”)
[ed. 10, Cairo: Dar Jawami’ al-Kalim, 1998], kumpulan detail dari bukti
dan dalil yang diajukan ulama akan kebolehan merayakan mawlid. [untuk
topik ini, lihat pula kitab karya ‘Izz ad-Din Husayn as-Syaikh, al-Adilla as-Syar’iyya fi Jawaz al-Ihtifal bi Milad Khayrul Bariyya] (1993).
· Al-Husun al-Mani’a (“Benteng-genteng Tak Terkalahkan”), sebuah buklet tentang ibadah harian yang dipilih dari Sunnah dan praktek para Salaf.
· Huwa Allah (“(Dia adalah Allah)”), sebuah statement akan doktrin Sunni untuk menolak penyimpangan kaum anthropomorphisme (mujassimah).
· Khulasa Shawariq al-Anwar min Ad’iya as-Sada al-Akhyar (“Ringkasan Cahaya-cahaya yang Terbit dari Doa-doa Shuyukh Terpilih”), sebuah manual munajat diambil dari Sunnah dan para Imam Islam. Berisi antara lain doa-doa bernilai tinggi, seperti hizb Imam an-Nawawi yang dimulai dengan kata-kata:Dengan
nama Allah, Allah Maha Besar! Aku berkata atas diriku, agamaku,
istri-istriku, anak-anakku, hartaku, teman-temanku, Agama mereka, dan
harta mereka, seribu kali “Tak ada daya dan kekuatan kecuali dengan
Allah Yang Tinggi Yang Agung.”
· Al-Madh an-Nabawi Bayn al-Ghuluww wa al-Insaf (“Pujian pada Nabi sall-Allahu ‘alayhi wasallam, Antara Berlebihan dan Kepantasan”)
[Kairo: Dar Wahdan, tanpa tanggal], sebuah studi dengan contoh-contoh
dari Qur’an, Hadits, Komentar-komentar, dan sya’ir menunjukkan bahwa
memuji Nabi sall-Allahu ‘alayhi wasallam adalah bagian dari kesempurnaan
Islam seseorang, dan bukannya sebagaimana kalian mereka yang dengki,
berlawanan dengan hadits: “Jangan memujiku berlebihan (laa tutruunii)
seperti kaum Kristen memuji berlebihan ‘Isa bin Maryam [yaitu dengan
menuhankannya].” [diriwayatkan dari ‘Umar oleh Bukhari, Ahmad, Malik,
dan ad-Darimi].
· Mafahim Yujib an Tusahhah (“Koreksi-koreksi yang Perlu atas Beberapa Kesalahpahaman”) [ed. 10, Madinah 1999], mungkin adalah pernyataan kontemporer paling penting dari Ahl as-Sunnah atas ajaran-ajaran “Salafi”. Dalam buku ini, Syaikh Muhammad ibn ‘Alawi menuliskan bukti-bukti dan posisi dari Imam-Imam AhlusSunnah terhadap topik-topik seperti tasawwuf, tawassul, syafa’at Nabi Sall-Allahu ‘alaihi wasallam,
peringatan hari kelahiran beliau atau Mawlid, mazhab Asy’ari, dan
lain-lain dengan dokumentasi yang ekstensif, termasuk dari sumber-sumber
yang diklaim sebagai autoritatif bagi Salafi sendiri.
· Mafhum at-Tatawwur wa at-Tajdid fi Shari’a al-Islamiyya (“Apa yang Dimaksud dengan Pertumbuhan dan Pembaharuan dalam Hukum Islam”).
· Manhaj as-Salaf fi Fahm an-Nusus Bayn an-Nazariyya wa at-Tatbiq (“Metodologi para Pendahulu dalam Memahami Teks: Teori dan Praktik”),
karya terakhir beliau, sebuah kelanjutan dan update dari Mafahim.·
Muhammad sall-allahu ‘alayhi wasallam al-Insan al-Kamil (“Muhammad sall-Allahu ‘alayhi wasallam Manusia Sempurna”) [ed. 4 Madina: Matabi’ ar-Rasyid, 1990], suatu ringkasan komprehensif akan sifat-sifat (atribut) Nabi sall-Allahu ‘alayhi wasallam dengan penyampaian seperti kitab-kitab Syamail [e.g. at-Tirmidzi, as-Syama’il; al-Qadi ‘Iyad, as-Syifa’; al-Baghawi, al-Anwar fi Syama’il an-Nabi al-Mukhtar; Abu Nu’aym, al-Bayhaqi, dan lainnya: Dala’il an-Nubuwwah, al-Qastallani, al-Mawahib al-Laduniyya dan komentarnya oleh az-Zurqani; as-Suyuti, al-Khasa’is al-Kubra dan ar-Riyad an-Aniqa; Syams ad-Din Muhammad ibn Yusuf as-Shami as-Salihi, Subul al-Huda wa al-Rashad fi Sira Khayr al-‘Ibad, dikompilasi dari lebih tiga ratus sumber; an-Nabahani, Shawahid al-Haqq; Shaykh ‘Abd Allah Siraj ad-Din, Sayyiduna Muhammad sall-Allahu ‘alayhi wasallam, dan lain sebagainya]. Bab-babnya memiliki judul-judul antara lain:“Kesempurnaan Keutamaan-keutamaan Beliau dan Sifat-sifat Sucinya.”“Kesempurnaan
akan Kesuciannya dari Cacat dan Aspek-aspek yang Dipertanyakan, dan
Penjagaan Allah atas Beliau dari Musuh-musuh, Setan dan Serangan serta
Gangguan.”“Kesempurnaan Keutamaannya yang Mulia dan Karakter Pribadinya yang Tak Tertandingi”“Kesempurnaan Kebijaksanaanya dalam Pemerintahan dam Kepemimpinan Militer.”“Kesempurnaan
Perilakunya dalam Pemerintahan dan Pendidikan Ummatnya, dan Interaksi
Penuh Perhatian darinya dengan Mereka secara Umum, dan dengan Keluarga
Beliau dan Sahabat-Sahabatnya secara khusus.”“Kesempurnaan
Hukum Beliau dan Pemenuhannya atas Kebutuhan Manusia serta
Kebersesuaian dengan Semangat Waktu tanpa Adanya Perubahan ataupun
Penggantian.”
· Al-Mustashriqun Bayn al-Insaf wa al-‘Asabiyya (“Orientalis Antara Kejujuran dan Prasangka”) [Jeddah: Matabi’ Sahar, 1982], sebuah survey singkat akan celah kekurangan literature tentang Islam oleh non-Muslim.
· Al-Qawa’id al-Asasiyya fi ‘Ulum al-Qur’an (“Kaidah-kaidah Mendasar dalam Ilmu-ilmu Al-Quran”) [Makkah: diterbitkan pengarang, 1999], sebuah pendahuluan atas kitab karya Dr. Nur al-Din ‘Itr, ‘Ulum al-Quran al-Kariim (“Ilmu-ilmu Quran Mulia”). [edisi ke-6, Damascus: Matba’a al-Sabah, 1996].
· Al-Qawa’id al-Asasiyya fi Usul al-Fiqh (“Kaidah-kaidah Mendasar dalam Usul Fiqh-Prinsip-prinsip Hukum”) [Makkah, diterbitkan penerbit, 1999], sebuah pendahuluan dan pengenalan akan buku dua jilid karya Dr. Wahba al-Zuhayli, Usul al-Fiqh al-Islami [Damascus: Dar al-Fikr, 1986].
· Al-Qudwa al-Hasana fi Manhaj ad-Da’wah ila Allah (“Teladan Luhur dalam Metode Da’wah Memanggil Orang Lain menuju Allah”) [ed. 10, Madinah, 1999].
· Qul Hadzihi Sabili (“(Katakan: Inilah Jalanku) (12:108)”), sebuah manual ringkas tentang doktrin dan akhlaq Islami.· Ar-Risala al-Islamiyya Kamaluha wa Khuluduha wa ‘Alamiyyatuha (“Pesan Islam: Kesempurnaannya, Keabadiannya, dan Keuniversalannya”) [Editor: Najih Maymun al-Indonisi. Jeddah: Matabi’ Sahar, 1990]
· Shifa’ al-Fu’ad bi Ziyara Khayr al-‘Ibad (“Penyembuh Hati berkenaan dengan Ziyarah Sebaik-baik Manusia”), yang menerangkan bukti-bukti dan posisi para Imam Ahlus Sunna akan subjek bepergian mengunjungi Nabi sall-Allahu ‘alaihi wasallam, dengan tujuan untuk memperoleh barakah (tabarrukan) dan syafa’ah (tasyaffu’an).
· At-Tali’ as-Sa’id al-Muntakhab Min al-Musalsalat wa al-Asanid (“Bulan Baru Kebahagiaan: Pilihan atas Hadits-hadits dan Isnad-isnad Serupa”). [edisi ke-2. Makkah: Matabi’ al-Safa, 1992]
· Tarikh al-Hawadits wa al-Ahwal an-Nabawiyya (“Peristiwa-peristiwa Bersejarah dan Penanda dalam Kehidupan Nabi sall-Allahu ‘alayhi wasallam”) [ed 12. Jeddah: Matabi’ Sahar, 1996],
· Al-‘Uqud al-Lu’lu’iyya bi al-Asanid al-‘Alawiyya (“Kalung Mutiara: Isnad-isnad ‘Alawi”)
[edisi 2], sang Syaikh mencantumkan rantai transmisi yang beliau terima
dari ayahnda beliau, as-Sayyid ‘Alawi ibn ‘Abbas al-Maliki.
· Wa Huwa bi al-Ufuq al-A’la (“(Dan Dia di Cakrawala yang Paling Tinggi) (53:7)”),
sebuah komentar paling komprehensif hingga saat ini akan perjalanan
malam dan naikna (Isra’ Mi’raj) Nabi sall-Allahu ‘alayhi wasallam,
berisi lebih dari empat puluh karya yang khusus tentang subjek tersebut.
Sebuah karya sandingan dari karya Syaikh lainnya al-Anwar al-Bahiyya,
buku ini berisi komentar detail atas ayat-ayat yang terkait dengan
melihat Allah Subhanahu wa Ta’ala dan dokumentasi lengkap atas
riwayat-riwayat releven yang sahih.Sayyid
Muhammad ibn ‘Alawi amat dicintai oleh penduduk Makkah, Madinah, dan
Hijaz. Setelah pencekalan beliau dari pengajaran umum dan khutbah,
beliau mendedikasikan dirinya dalam pendidikan secara privat atas
ratusan murid-murid dalam studi Islam, dengan penekanan atas orang-orang
Asia Tenggara, di kediaman danmasjid beliau di jalan al-Maliki di
distrik Rusayfa di Makkah. Dr. Zuhayr Kutbi dari Makkah menulis biografi
beliau yang diterbitkan di Mesir tahun 1995. [dengan catatan yang
dituylis oleh Syaikh Fakhruddin Owaisi al-Madani, semoga Allah membalas
kebaikan padanya atas hal ini].
as-Sayyid Muhammad ibn Alawi Al-Maliki: Pembina Calon Ulama’ Indonesia (2)
Oleh: DHB Wicaksono
Bismilahirrahmanirrahim
Walhamdulillahi Rabbil ‘aalamiin Wassholatu Wassalamu `Ala Rasulillah,
Wa’ala Aalihie Washohbihie Waman Walaah amma ba’du…
Sebelum Meninggal Kumpulkan Santri, In Memoriam Sayid Muhammad
Tahashshontu Bidzil Mulki Walmalakuut. Wa’tasomtu Bidzil ‘Izaati Waljabaruut. Watawakkaltu ‘alal Maliki…SETIDAK-TIDAKNYA saya mendapatkan ijazah tiga hizib
dari Sayid Muhammad bin Alawi bin Abbas Al-Maliki Alhasani Makkah,
ketika sowan kali pertama, musim haji tahun 2003. Potongan bait di atas
adalah Hizib Nashor atau “Hizbun Nashor”. Dua hizib yang lain yaitu “Hizbun Nawawi” dan “Hizbul Bahr”. Ketiganya termuat dalam kitab kecil karya Sayid Muhammad “Syawariqul Anwar”. Selain memuat hizib, dalam kitab tersebut juga terdapat catatan “Istighfar Alkabir”, “Alwirdul Latif”, “Ratibul Imam” dan lain-lain.
Ketika
sowan Sayid di rumahnya, Jalan Al Maliki, kawasan Rusyaifah, sekitar 8
km arah Selatan Masjidil Haram, Makkah, saya ditemani KH Maemun Zubair,
Pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar, Karangmangu, Sarang, Rembang dan Drs
HM Chabib Thoha MA, Kakanwil Depag Jateng.
Nama
Sayid Muhammad di kalangan kiai dan ulama Indonesia sangat akrab.
Bahkan Kiai Maemun menuturkan pernah menjadi santri ayah Sayid Muhammad
yaitu Sayid Abbas. Maka kabar meninggalnya Sayid Muhammad, Jumat dini
hari lalu (29/10/2004) mengagetkan para kiai dan ulama.
Sejumlah
kiai yang tengah menunaikan umroh Ramadan tidak kalah kagetnya. “Kami
berencana sowan Kamis malam. Bahkan sudah janjian lewat santri Sayid di
rumahnya. Belum sempat sowan, Jumat dini hari sudah dipanggil Allah
Subhanahu Wataala,” tutur KH Abdul Wahid Zuhdi sambil terbata-bata
melalui telepon.
Wakil Rois Syuriyah PWNU Jateng yang kini memimpin pesantren di Bandungsari Grobogan itu, pernah menjadi santri di rubat (pesantren) milik Sayid Muhammad. “Tolong diumumkan di Indonesia dan shalat ghaib untuk Sayid,” pesan Gus Wahid.
Agar Diamalkan
Kiai Maemun Zubair berpesan agar hizib dan doa-doa yang diijazahkan Sayid diamalkan. “Insya Allah bermanfaat Gus,” katanya.
Ketika mendengar Sayid Muhammad meninggal, saya hanya bisa menangis sambil mendekat erat-erat Kitab “Syawariqul Anwar”-nya Sayid.
Menurut
Mbah Maemun, hizib-hizib itu mempunyai fungsi yang berbeda- beda.
Pengaruhnya menjadi sangat luar biasa tergantung dari sasaran dan
tujuannya. Makanya di kalangan pesantren, tidak sembarangan kiai
memberikan ijazah hizib kepada santrinya. Untuk mendapatkannya, ada yang
harus melewati ritual seperti puasa, riyadhah dan lain-lain.
Sebelum
meninggal, kata Gus Rouf (Abdul Rouf), putra KH Maemun Zubair yang
masih menjadi santri Sayid Muhammad, ulama terkemuka di Makkah itu
seolah-olah tahu akan dipanggil Sang Khalik. Buktinya beberapa jam
sebelumnya Sayid sempat mengumpulkan para santri dan memberikan
wejangan.
Ratusan
santrinya, sebagian besar berasal dari Indonesia. Menurut Mbah Maemun,
mereka tidak dipungut biaya serupiah pun. Bahkan tiap santri mendapat
uang saku sari Sayid tiap bulan 200 real (sekitar Rp 500.000).Yang
menarik lagi, hampir setiap tamu yang bersilaturahim ke rumah,
pulangnya pasti diberi oleh-oleh. Mungkin kitab-kitab atau makanan
bahkan uang.
Kali
kedua bertemu Sayid Muhammad, Ramadan tahun lalu saya sudah lebih
percaya diri. Kalau kunjungan pertama ditemani Mbah Maemun Zubair dan
Drs HM Chabib Thoha MA, kunjungan kedua diantar Gus Wahid.Saya
merasa lebih senang dan tidak lagi deg-degan seperti kunjungan pertama.
Mengapa? Karena di dekat saya ada 80 kiai NU dan pengasuh Pondok
Pesantren se-Jateng yang jagoan berkomunikasi dalam Bahasa Arab. (Agus Fathuddin Yusuf-33) dari Suara Merdeka
Sayid Muhammad Meninggal Dunia
SEMARANG – Innalillahi wa Inna Ilaihi Rajiun. Ulama Besar Makkah (Min Kibaril Ulamail Makkah)
Sayid Muhammad bin Alawi bin Abbas Almaliki Alhasani, Jumat pagi (Waktu
Arab Saudi) wafat. Sejumlah kiai dan ulama dari Jateng yang tengah
menunaikan ibadah umrah Ramadan, bertakziah ke rumah duka, kawasan
Rusyaifah, Jl Maliki, sekitar 8 km dari Masjidil Haram, Makkah.Pengasuh
Pondok Pesantren Futuhiyyah, Suburan Mranggen, KH Hanif Muslih Lc
melalui telepon internasional kepada Suara Merdeka menjelaskan, Sayid
Muhammad wafat sekitar pukul 04.00 (Waktu Arab Saudi). “Yang sangat luar
biasa, beliau wafat hari Jumat di bulan suci Ramadan,” katanya.
Kamis
malam, sehari sebelum wafat, para kiai dipimpin KH Abdul Wahid Zuhdi
(Gus Wahid) Bandungsari, Ngaringan, Grobogan, bermaksud silaturahmi ke
kediaman Sayid. Namun, menurut salah seorang santrinya, Abdul Rouf (Gus
Rouf) Sayid tengah pergi ke suatu tempat yang dirahasiakan. Gus Rouf
adalah putra KH Maemun Zubair yang telah menjadi santri kepercayaan Sayid Muhammad di Makkah beberapa tahun lamanya. Gus Wahid sendiri pernah menjadi santri Sayid selama tiga tahun
sebelum pulang memimpin pondok di Bandungsari, Grobogan. (B13, amp-63)
dari Suara Merdeka
as-Sayyid Muhammad ibn Alawi Al-Maliki:
Pembina Calon Ulama’ Indonesia (3)
Bismilahirrahmanirrahim
Walhamdulillahi Rabbil ‘aalamiin Wassholatu Wassalamu `Ala Rasulillah,
Wa’ala Aalihie Washohbihie Waman Walaah amma ba’du…“
AS-SAYYID MUHAMMAD BIN ALWI AL-MALIKI”
oleh Hasan Husen Assagaf
Makkah
dan dunia Islam menangis, jumat 15 Ramadhan. Setelah azan subuh
dikumandangkan dan sholat subuh didirikan di Masjidil Haram- Makkah,
tersiarlah berita bahwa Sayyid Mohammad bin Alwi Almaliki, wafat. Beliau
meninggal sekitar pukul 6 pagi di salah satu rumah sakit di Makkah,
setelah beberapa jam saja berjuang melawan penyakit yang datang secara
mendadak. Berita itu membuat cukup kabut keluarga, murid-muridnya, dan
masyarakat Makkah yang tengah menunggu kepulihan kembali kesehatan
beliau. Tapi sebaliknya berita yang didengar adalah wafatnya beliau. Ini
benar-benar yang membuat mereka menjadi kalang kabut.
Begitu
mendengar berita duka dari mulut ke mulut, ribuan masyarakat pencinta
beliau panik. Mereka kalang-kabut dan berbondong-bondong menyerbu rumah
kediaman beliau untuk menyaksikan kebenaran wafatnya beliau yang secara
mendadak. Karena mereka hampir tidak percaya dengan berita itu. Suasana
pun tambah panik lagi pagi itu setelah jasad Almarhum dibawa dari rumah
sakit ke rumah beliau.Ribuan orang berduyun-duyun ke rumah beliau ingin menyaksikan jenazah Almarhum secara langsung.
Kepanikan warga Makkah itu membuat macet lalu-lintas. Jalan menuju Hay al Rashifah,
rumah kediaman beliau, dipadati kendaraan dan manusia. Itulah sekedar
info yang saya dapatkan dari kawan-kawan saya di Makkah disaat
kepulangan Sayyid Muhammad Almaliki ke rahmatullah pada hari Jumat lalu.Beberapa jam sebelum kepulangan beliau ke rahmatullah, tidak sedikit masyarakat dan santri datang seperti biasa ke rumahnya di hay Rashifah
Makkah untuk mendengarkan wejangan dan ceramah Ramadhan yang biasa di
berikan setiap hari usai sholat tarawih.
Mereka semua menunggu ceramah
dan nafahat ramadhaniyah khususnya ceramah tentang perang Badar yang dijanjikan beliau akan diutarakannya pada pertengahan bulan yang suci Ramadhan.Akan
tetapi Allah telah merencanakan kematian beliau di hari itu yang tidak
bisa ditolak oleh siapapun. Pada saat itu Sayyid Mohammad bin Alwi al
Maliki mendapatkan serangan jantung secara mendadak dan segera dibawa
kerumah sakit.
Hanya
beberapa jam saja beliau tinggal di rumah sakit dan dengan kesedihan
yang dalam diberitakan beliau telah menghembuskan nafasnya yang
terakhir.Untuk
mengenang jasa-jasa beliau yang begitu besar bagi umat Islam, saya
ringkaskan dibawah ini sekelumit kisah beliau yang diketahui, adapun
yang tidak diketahui lebih banyak dari yang diketahui.
Sayyid Muhammad bin Alwi Almaliki lahir di makkah tahun 1365H. Pendidikan pertamanya adalah Madrasah Al-Falah –Makkah, dimana ayah beliau Sayyid Alwi bin Abbas Almaliki sebagai guru agama di sekolah tersebut yang juga merangkap sebagai pengajar di halaqah di Haram Makki yang tempatnya sangat masyhur dekat Bab As salamAyah beliau, Sayyid Alwi bin Abbas Almaliki (kelahiran Makkah th 1328H), seorang alim ulama terkenal dan ternama di kota Makkah.
Disamping
aktif dalam berdawah baik di Masjidil Haram atau di kota kota lainnya
yang berdekatan dengan kota Makkah seperti Thoif, Jeddah dll, Sayyid
Alwi Almaliki adalah seorang alim ulama yang pertama kali memberikan
ceramah di radio Saudi setelah salat Jumat dengan judul “Hadist
al-Jumah”. Begitu pula ayah beliau adalah seorang Qadhi yang selalu di panggil masyarakat Makkah jika ada perayaan pernikahan.Selama menjalankan tugas da’wah, Sayyid Alwi bin Abbas Almaiki selalu membawa kedua putranya Muhammad dan Abbas. Mereka berdua selalu mendampinginya kemana saja ia pergi dan berceramah baik di Makkah atau di luar kota Makkah.
Adapun
yang meneruskan perjalanan dakwah setelah wafat beliau adalah Sayyid
Muhammad bin Alwi Almaliki dan Sayyid Abbas selalu berurusan dengan
kemaslahatan kehidupan ayahnya.Sebagaimana adat para Sadah [1] dan Asyraf [2]
ahli Makkah, Sayyid Alwi Almaliki selalu menggunakan pakaian yang
berlainan dengan ulama yang berada di sekitarnya. Beliau selalu
mengenakan jubbah, serban (imamah) dan burdah atau rida yang biasa
digunakan dan dikenakan Asyraf Makkah.
Setelah
wafat Sayyid Alwi Almaiki, anaknya Sayyid Muhammad tampil sebagai
penerus ayahnya. Dan sebelumnya ia selalu mendapatkan sedikit kesulitan
karena ia merasa belum siap untuk menjadi pengganti ayahnya. Maka
langkah pertama yang diambil adalah ia melanjutkan studi dan ta’limnya
terlebih dahulu. Beliau berangkat ke Kairo dan Universitas al-Azhar Assyarif merupakan pilihanya. Setelah meraih S1, S2 dan S3 dalam fak Hadith dan Ushuluddin
beliau kembali ke Makkah untuk melanjutkan perjalanan yang telah di
tempuh sang ayah. Disamping mengajar di Masjidi Haram di halaqah, beliau
diangkat sebagai dosen di Universitas King Abdul Aziz- Jeddah dan
Univesitas Ummul Qura Makkah bagian ilmu Hadith dan Usuluddin. Cukup
lama beliau menjalankan tugasnya sebagai dosen di dua Universiatas tsb,
sampai beliau memutuskan mengundurkan diri dan memilih mengajar di
Masjidil Haram sambil menggarap untuk membuka majlis ta’lim dan pondok
di rumah beliau.
Adapun
pelajaran yang di berikan baik di masjid haram atau di rumah beliau
tidak berpoin kepada ilmu tertentu seperti di Universitas. Akan tetapi
semua pelajaran yang diberikannya bisa di terima semua masyarakat baik
masyarakat awam atau terpelajar, semua bisa menerima dan semua bisa
mencicipi apa yang diberikan Sayyid Maliki. Maka dari itu beliau selalu
menitik-beratkan untuk membuat rumah yang lebih besar dan bisa menampung
lebih dari 500 murid per hari yang biasa dilakukan selepas sholat
Maghrib sampai Isya di rumahnya di Hay al Rashifah. Begitu pula setiap
bulan Ramadan dan hari raya beliau selalu menerima semua tamu dan
muridnya dengan tangan terbuka tanpa memilih golongan atau derajat.
Semua di sisinya sama tamu-tamu dan murid murid, semua mendapat
penghargaan yang sama dan semua mencicipi ilmu bersama-sama.
Dari
rumah beliau telah keluar ulama-ulama yang membawa panji Rasulallah ke
suluruh pelosok permukaan bumi. Di mana negara saja kita dapatkan murid
beliau, di India, Pakistan, Afrika, Eropa, Amerika, apa lagi di Asia yang merupakan sebagai orbit dahwah sayid Muhammad Almaliki, ribuan murid murid beliau yang bukan hanya menjadi kyai dan ulama akan tetapi tidak sedikit dari murid2 beliau yang masuk ke dalam pemerintahan.
Di
samping pengajian dan taklim yang rutin di lakukan setiap hari pula
beliau telah berusaha mendirikan pondok yang jumlah santrinya tidak
sedikit, semua berdatangan dari seluruh penjuru dunia, belajar, makan,
dan minum tanpa di pungut biaya sepeser pun bahkan beliau memberikan beasiswa kepada para santri sebagai uang saku.
Setelah beberapa tahun belajar para santri dipulangkan ke negara-negara mereka untuk menyiarkan agama.Sayid
Muhammad Almaliki dikenal sebagai guru, pengajar dan pendidik yang
tidak beraliran keras, tidak berlebih-lebihan, dan selalu menerima hiwar
dengan hikmah dan mauidhah hasanah.
Beliau ingin mengangkat derajat dan martabat Muslimin menjadi manusia
yang berperilaku baik dalam muamalatnya kepada Allah dan kepada sesama,
terhormat dalam perbuatan, tindakan serta pikiran dan perasaannya.
Beliau adalah orang cerdas dan terpelajar, berani dan jujur serta adil
dan cinta kasih terhadap sesama. Itulah ajaran utama Sayyid Muhammad bin
Alwi Almaliki.
Beliau selalu menerima dan menghargai pendapat orang dan
menghormati orang yang tidak sealiran dengannya atau tidak searah
dengan thariqahnya. Dalam kehidupannya beliau selalu bersabar
dengan orang-orang yang tidak bersependapat baik dengan pemikirannya
atau dengan alirianya. Semua yang berlawanan diterima dengan sabar dan
usaha menjawab dengan hikmah dan menklirkan sesuatu masalah dengan
kenyataan dan dalil-dalil yang jitu bukan dengan emosi dan pertikaian
yang tidak bermutu dan berkesudahan. Beliau tahu persis bahwa kelemahan
Islam terdapat pada pertikaian para ulamanya dan ini memang yang di
inginkan musuh Islam.
Sampai-sampai
beliau menerima dengan rela digeser dari kedudukannya baik di
Universitas dan ta’lim beliau di masjidil Haram. Semua ini beliau terima
dengan kesabaran dan keikhlasan bahkan beliau selalu menghormati orang
orang yang tidak bersependapat dan sealiran dengannya, semasih
mereka memiliki pandangan khilaf yang bersumber dari al-Quran dan Sunah.
Adapun ulama yang telah mendapat gemblengan dari Sayyid Muhammad bin
Alwi Almaliki, mereka pintar-pintar dan terpelajar. Di samping menguasai
bahasa Arab, mereka menguasai ilmu-ilmu agama yang cukup untuk
dijadikan marja’ dan reference di negara-negara mereka.
Pada
akhir hayatnya yang berkenaan dengan adanya kejadian teroris di Saudi
Arabia, beliau mendapatkan undangan dari ketua umum Masjidil Haram
Syeikh sholeh bin Abdurahman Alhushen untuk mengikuti “Hiwar Fikri” di Makkah yang diadakan pada tg 5 sd 9 Dhul Q’idah 1424 H dengan judul “Al-qhuluw wal I’tidal Ruya Manhajiyyah Syamilah”, di sana beliau mendapat kehormatan untuk mengeluarkan pendapatnya tentang thatarruf
atau yang lebih poluler disebut ajaran yang beraliran fundamentalists
atau extremist. Dan dari sana beliau telah meluncurkan sebuah buku yang
sangat popular dikalangan masyarakat Saudi yang berjudul “Alqhuluw Dairah Fil Irhab Wa Ifsad Almujtama”. Dari situ, mulailah pandangan dan pemikiran beliau tentang da’wah selalu mendapat sambutan dan penghargaan masyarakat luas.
Pada
tg 11/11/1424, beliau mendapat kesempatan untuk memberikan ceramah di
hadapan wakil raja Amir Abdullah bin Abdul Aziz yang isinya beliau
selalu menggaris-bawahi akan usaha menyatukan suara ulama dan menjalin
persatuan dan kesatuan da’wah.Di
samping tugas beliau sebagai da’i, pengajar, pembibing, dosen,
penceramah dan segala bentuk kegiatan yang bermangfaat bagi agama,
beliau pula seorang pujangga besar dan penulis unggul. Tidak kurang dari 100 buku yang telah dikarangnya,
semuanya beredar di seluruh dunia. Tidak sedikit dari kitab2 beliau
yang beredar telah diterjemahkan kedalam bahasa Inggris, Prancis, Urdu,
Indonesia dll.
Beliau
wafat meninggalkan 6 putra, Ahmad, Abdullah, Alwi, Ali, al- Hasan dan
al-Husen dan beberapa putri-putri yang tidak bisa disebut satu persatu
disini .Beliau
wafat hari jumat tg 15 ramadhan 1425 dan dimakamkan di pemakaman
Al-Ma’la disamping kuburan istri Rasulallah Khadijah binti Khuwailid ra.
Dan yang menyaksikan penguburan beliau seluruh umat muslimin yang
berada di Makkah pada saat itu termasuk para pejabat, ulama, para santri
yang datang dari seluruh pelosok negeri, baik dari luar Makkah atau
dari luar negri. Semuanya menyaksikan hari terakhir beliau sebelum
disemayamkan, semua menyaksikan janazah beliau setelah disembahyangkan
di Masjidil Haram ba’da sholat isya yang dihadiri oleh tidak kurang dari
sejuta manusia. Begitu pula selama tiga hari tiga malam rumahnya
terbuka bagi ribuan orang yang ingin mengucapkan belasungkawa dan
melakukan `aza’. Dan di hari terakhir `Aza, wakil Raja Saudi, Amir
Abdullah bin Abdul Aziz dan Amir Sultan datang ke rumah beliau untuk
memberikan sambutan belasungkawa dan mengucapkan selamat tinggal kepada
pemimpin agama yang tidak bisa dilupakan umat.Selamat tinggal ayah yang berhati baik.
Selamat
tinggal sosok tubuh yang pernah menanamkan hikmah, ilmu, teladan dihati
hati kami. Selamat tinggal pemimpin umat yang tak bisa kami lupakan
dalam pendiriannya dan keikhlasannya. Selamat tinggal pahlawan yang
jujur, ikhlas dalam amal dan perbuatanya. Selamat jalan… selamat
jalan,.. kebaikan dan kemulyaan kamu telah meliputimu semasa hidupmu dan
disaat wafatmu. Kamu telah hidupi hari hari mu didunia dengan mulia,
dan sekarang kamu telah terima imbalannya disaat wafatmu pula dengan
mulia. Jika sekarang kita telah berpisah untuk sementara, maka kami
pasti akan menyusulmu Insya Allah dan kita pasti akan bertemu dan
berkumpul kembali.
Assalamualaikum
Hasan Husen Assagaf.
20 Ramadhan 1425H
Catatan Kaki:
[1]
Sadah, bentuk plural (jamak) dari Sayyid, di daerah Hijaz, khususnya
Makkah Madinah berarti keturunan Nabi Muhammad sall-Allahu ‘alayhi wa
aalihi wasahbihi wasallam, yang biasa menjadi ‘aliim ulama’.
[2]
Asyraf, bentuk plural (jamak) dari Syarif, di daerah Hijaz, khususnya
Makkah Madinah, berarti keturunan Nabi Muhammad sall-Allahu ‘alayhi wa
aalihi wasahbih wasallam, yang biasa menjadi penguasa/pimpinan (sebelum
munculnya Dinasti Sa’ud).
as-Sayyid Muhammad ibn Alawi Al-Maliki:
Pembina Calon Ulama’ Indonesia (4)
Bismilahirrahmanirrahim
Walhamdulillahi Rabbil ‘aalamiin Wassholatu Wassalamu `Ala Rasulillah,
Wa’ala Aalihie Washohbihie Waman Walaah amma ba’du…
Sayid Muhammad Al-Maliki Ulama Kenamaan Makkah
Berita
dukacita datang dari kota suci Mekkah. Sayid Muhammad Bin Alwi Bin Abbas
Alhasani, wafat pada 15 Ramadhan 1425 H, bertepatan dengan tanggal 29
Oktober 2004. Meninggalnya ulama kelahiran Mekkah tahun 1943 (1362H)
cukup mengejutkan warga kota Mekkah, khususnya para mukimin
Indonesia yang tinggal di Kota Suci itu. Karena, ulama yang menjadi
panutan para kyai di banyak negara ini, sebelum menghembuskan nafas
terakhir masih menunaikan shalat subuh di kediamannya.
Ketika
jenazah Sayid Muhammad Al Maliki hendak dishalatkan di Masjidil Haram,
ribuan warga kota Mekkah bergantian menggusung jenazahnya. Dikabarkan
sejumlah warga Afrika banyak yang menangis dan histeris. Sementara
toko-toko di sekitar Masjidul Haram yang dilewati jenazah mematikan
lampu sebagai tanda dukacita.Jenazah
almarhum di makamkan di pemakaman Ma’la di Mekkah, berdekatan dengan
makam Sayidatina Khadijah, istri pertama Rasulullah SAW. Harian Arab
Saudi Okaz sengaja mengetengahkan tiga halaman suratkabarnya untuk memuat kegiatan, aktivitas, dan biografi almarhum.
Kebesaran
Al Maliki, bukan hanya di Indonesia, tapi juga di negara-negara Afrika,
Mesir, dan Asia Tenggara. Ayahnya Sayid Alwi Al Maliki adalah guru dari
pendiri NU, KH Hasyim Ashari.
Dia juga pernah menjadi guru besar di Masjidil Haram pada 1930-an dan
40-an. Banyak ulama sepuh dari Nahdlatul Ulama (NU) yang menimba ilmu
dari Sayid Alwi Al-Maliki. Sepeninggal Sayid Alwi, kiprahnya dilanjutkan
oleh Sayid Muhammad Al-Maliki.Sayid
Alwi juga pernah mengajar di Masjidil Haram, Makkah. Almarhum ayahnya
ini dulu tinggal di Aziziah, yang tidak jauh dari Masjidil Haram. Di
masjid yang dijadikan sebagai kiblat umat Islam ini, Sayid Alwi mengajar
murid-muridnya yang datang dari berbagai negara, termasuk para jamaah
dari Indonesia. Warga Betawi sendiri pada masa-masa itu, banyak
mengirimkan anak-anak mereka belajar ke tanah Hejaz (sebutan Kerajaan
Arab Saudi kala itu).
Ketika
dua tahun lalu saya berkunjung di kediamannya di Rushaifah sekitar
empat kilometer dari Masjidil Haram, terlihat ratusan muridnya yang
berdiam di pesantren dan sekaligus kediamannya. Banyak diantara mereka
yang berasal dari Indonesia. Di samping dari Malaysia, Singapura, Brunei
Darussalam, dan sejumlah negara di Afrika.Ketua
Umum DPP PAN Amien Rais pernah berkunjung ke Sayid Muhammad Al-Maliki.
Demikian pula Hamzah Haz saat masih menjabat sebagai wakil presiden.
Banyak ulama Indonesia, saat melaksanakan ibadah haji dan umrah, selalu sowan ke rumah Al Maliki.Almarhum
yang telah beberapa kali ke Indonesia dan murid-muridnya mempunyai
banyak pesantren di pulau Jawa, Sulawesi dan Sumatera, punya perhatian
khusus pada Indonesia.
Seperti saat Hamzah Haz tahun lalu
mengunjunginya, di hadapan para ulama Mekkah dan berbagai negara Islam,
ia berdoa agar bangsa Indonesia dipersatukan Allah, dan tidak bercerai
berai.Di
depan kediamannya, terdapat sebuah masjid cukup besar. Sementara di
bagian dalam, terdapat sebuah lapangan yang biasa digunakan untuk
menerima tamu dalam jumlah besar. Boleh dikata Al-Maliki tidak pernah
sepi menerima banyak tamu tiap hari. Al-Maliki yang murah senyum dan
berwajah tampan, ketika itu, tengah mengadakan pertemuan dengan sejumlah
ulama, di antaranya dari Afrika dan Eropa. Pertemuan silaturahmi
semacam ini hampir tiap malam dilakukan.
Dalam pertemuan itu dibacakan maulid Nabi Muhammad SAW,
yang boleh dikatakan jarang terjadi di Arab Saudi. Menurut keterangan,
di antara murid-muridnya itu banyak para mukimin asal Indonesia yang
telah menjadi warga Arab Saudi. Biasanya, setelah shalat Isya para tamu
kemudian makan bersama berupa nasi kebuli. Satu nampan besar umumnya
dihidangkan untuk 5 hingga 6 orang. Almarhum yang pada tahun 1970-an dan
1980-an kerap berkunjung ke Indonesia. Ia singgah di berbagai pesantren
dan perguruan Islam di Indonesia. Ia juga pernah beberapa kali
berkunjung ke Majelis Taklim Kwitang, Attahiriyah, dan Assyafiiyah.
Tak henti belajar
Sayid Muhammad Al Maliki memulai pendidikan di Masjidil Haram, tempat ayahnya pernah mengajar. Kemudian dilanjutkan di sekolah Tahfidil Quran.
Masih dalam usia muda, Sayid yang tidak pernah bosan menempa ilmu itu
kemudian berkeliling ke India dan Pakistan. Di sini ia belajar di kota
Bombay, Hederabad, dan Karachi dari ulama di kota-kota tersebut.Ia
kemudian melanjutkan pelajarannya di Universitas Al-Azhar Bidang
Usuluddin dan mendapat gelar doktor. Dari Al-Azhar ia melanjutkan
pendidikan ke Maroko dan beberapa negara Afrika Utara.
Setelah
ayahnya wafat, pada 1971 ia menjadi guru besar di Masjidil Haram.
Sebelumnya menjadi dosen syariah di Universitas Makkah Mukarommah. Ia
juga pernah dipilih sebagai ketua penelitian internasional dalam
perlombaan MTQ pada pertengahan tahun 1970-an. Sayid Muhammad Al Maliki
mendirikan tidak kurang 30 buah pesantren dan sekolah di Asia Tenggara.
Karangannya mencapai puluhan kitab mengenai usuluddin, syariah, fikih
dan sejarah Nabi Muhammad. Ia mendapat gelar profesor dari Universitas
Al-Azhar pada tanggal 6 Mei 2000.
Ratusan murid yang menampa pendidikan di pesantrennya, biaya makan dan pemondokan ditanggungnya, alias gratis.Menurut
Habib Abdurahman A Basurrah, wakil sekjen Rabithah Alawiyah yang lama
mukim di Arab Saudi, di Indonesia di antara murid-murid Al-Maliki banyak
yang menjadi ulama terkenal dan pendiri dari berbagai pesantren.
Murid-muridnya itu antara lain Habib Abdulkadir Alhadad, pengurus Al-Hawi di Condet, Jakarta Timur; Habib Hud Baqir Alatas pimpinan majelis taklim As-Shalafiah; Habib Saleh bin Muhammad Alhabsji; Habib Naqib Bin Syechbubakar yang memimpin majelis taklim di Bekasi; Novel Abdullah Alkaff yang membuka pesantren di Parangkuda, Sukabumi.Di antara ulama Betawi lainnya yang pernah menimba ilmu di Makkah adalah KH Abdurahman Nawi, yang kini memiliki tiga buah madrasah/pesantren masing-masing di Tebet, Jakarta Timur, dan dua di Depok. Masih belasan pesantren dan madrasah di Indonesia yang pendirinya adalah alumni dari Al-Maliki. Seperti KH Ihya Ulumuddin yang memiliki pesantren di Batu, Malang. Demikian pula Pesantren Riyadul Solihin di Ketapang (Probolinggo), dan Pondok Pesantren Genggong, juga di Probolinggo.(alwi shahab )Sumber: Harian Republika
As-Sayyid Muhammad ibn Alawi Al-Maliki:
Pembina Calon Ulama’ Indonesia (5-TAMMAT)
Bismilahirrahmanirrahim
Walhamdulillahi Rabbil ‘aalamiin Wassholatu Wassalamu `Ala Rasulillah,
Wa’ala Aalihie Washohbihie Waman Walaah amma ba’du…
Mengenang As-Sayyid Muhammad `Alawi al-Maliki al-Hasani
‘Allamah daerah al-Hijaz
Sebuah kenangan pribadi
oleh Shafiq Morton
Saat
berita itu muncul bahwa Nabi Muhammad (s) telah wafat karena demam di
Madinah, timbul ketidakpercayaan di antara para Sahabat. Sayyidina ‘Umar
yang ketika itu hendak berangkat menuju Syria, mula-mula menolak untuk
mempercayai berita bahwa Nabi (s) telah wafat.
Sungguh,
rasa duka dapat mengambil beragam bentuk penyangkalan, amarah,
keputusasaan, dan tentu saja, kerusakan. Malaikat Maut adalah sesosok
makhluk yang tak dapat diduga. Keterkejutan diri kita akan mendadaknya
maut, suatu hal yang paling pasti setelah peristiwa kelahiran, adalah
suatu bagian kemanusiaan diri kita.Mungkin, karena insting pertama kita adalah untuk survive
dan yang kedua adalah kenyamanan dari dunia ini. Kita memiliki
pekerjaan, kita memiliki rumah, kita memiliki anak-anak, kita memiliki
suatu kehidupan dan kita ingin hidup itu terus berlanjut. Singkat kata,
kita tak ingin meninggalkan semua itu!
Namun pada Jumat, 14 Ramadan (1425 H, red.),
sang daun telah gugur dari pohon Sayyid Muhammad al-Maliki dan Sang
Malaikat Maut telah datang untuk mengambil satu di antara ulama terbesar
di era modern ini.Sayyid
Muhammad adalah Grand-Shaikh saya, dan ketika berita wafatnya mulai
menyeruak ke Cape Town di Jumat pagi, saya pun tak mempercayai apa yang
baru saya dengar. Tak mungkin!Saat
kebenaran itu muncul di hadapan saya, saya pun amat terpukul.
Kehilangan seorang Syaikh, mata air pengetahuan Anda dan penjaga jiwa
Anda, adalah seperti kehilangan orang tua Anda.
Saya
hanyalah seorang murid yang paling hina, namun ketika saya menulis ini,
hati saya dipenuhi dengan citra yang lebih besar daripada kehidupan,
citra Sayyid Muhammad… pemurah, menyejukkan dan bijaksana – sungguh
suatu miniatur kopi dari kakek moyang beliau yang seorang Nabi – Sayyid
Muhammad demikian baik pada diri saya walau beliau tak mengenal saya,
dan demikian pemurah sekalipun di saat beliau tak mesti melakukannya
bagi diri saya.Nama-nama
para Syaikh beliau di Makkah yang hebat-hebat pun melintas di hadapan
mata saya, namun saya tak mampu memaksa diri saya menuliskan nama-nama
itu. Merekalah otoritas (bidang agama, red.) di zaman mereka, dan mereka semua memberkati kejeniusan Sayyid Muhammad dengan totalitas barakah mereka.
Dan pada gilirannya, pada barakah beliau-lah, saya ingin mengikatkan diri ini.Judul-judul buku dan kitab karangan beliau (lebih dari seratus judul) berenang dalam alam kesadaran diri saya. Mafahim Yujibu an-Tusahhah (Konsep-konsep yang perlu diluruskan,
salah satu kitab karya Sayyid Muhammad, red.) bersinar layaknya suatu
kemilau mutiara. Inilah seorang manusia yang menantang rekan-rekan
senegaranya, kaum Salafi-Wahhabi, dan membuktikan kesalahan
doktrin-doktrin mereka dengan menggunakan sumber-sumber dalil mereka.Untuk
keberanian intelektualnya ini, Sayyid Muhammad dikucilkan oleh ‘rumah
Najd’ dan dituduh sebagai “seorang yang sesat”. Beliau pun dicekal dari kedudukannya sebagai pengajar di Haram (yaitu di Masjidil Haram, Makkah, red.).
Kitab-kitab karya beliau dilarang, bahkan kedudukan beliau sebagai
professor di Umm ul-Qura pun dicabut. Beliau ditangkap dan passport-nya
ditahan. Namun, dalam menghadapi semua hal tersebut, Sayyid Muhammad
sama sekali tidak menunjukkan kepahitan dan keluh kesah.Beliau
tak pernah menggunakan akal dan intelektualitasnya dalam amarah,
melainkan menyalurkannya untuk memperkuat orang lain dengan ‘ilm (pengetahuan) dan tasawwuf.
Saat kaum
Salafi-Wahhabi mendiskreditkan beliau, beliau pun menulis lebih banyak
buku dan mendirikan Zawiyyah beliau sendiri yang menjadi “United Nations” (Perserikatan Bangsa-Bangsa) dari para ‘Ulama.
Akhirnya,
protes dari dunia Muslim memaksa kaum Salafi-Wahhabi untuk menghentikan
usaha mereka memeti-eskan sang ‘aliim kontemporer yang paling terkenal
dalam mazhab Maliki ini. Beberapa di antara mereka bahkan mulai
mendukung beliau, dan yang lain membenci beliau bahkan lebih dalam lagi.Kedengkian
mereka sebenarnya didorong oleh fakta bahwa Sayyid Muhammad al-Maliki
jauh lebih unggul dari sekedar tandingan mereka. Hampir secara sendirian
saja, beliau mengambil Islam Sunni dari klaim tangan-tangan
Neo-Khawarij Salafi-Wahhabi dan menempatkannya kembali ke tangan
mayoritas ummat ini.Melalui
berbagai karya-karyanya yang menonjol, beliau menyuntikkan kepercayaan
diri yang amat dibutuhkan dalam per‘debat’an saat kaum jahil dan pseudo-tradisionalis yang mengandalkan ijtihad-pribadi mulai meracuni mainstream Islam.Saya dapat menuliskan lebih banyak dan lebih banyak lagi tentang hal ini.
Sayyid
Muhammad telah mencapai banyak hal dalam 60 tahun hidupnya yang singkat
bersama kita. Hidupnya tentu saja tidaklah hanya berisi peperangan
intelektualnya melawan kaum Wahabi. Adalah kemampuannya untuk melihat
kebaikan yang demikian menyentuh hati.Saat
waktu-waktu fajar mulai terbit, saya pun berjuang mencari kata-kata.
Ingatan akan Sayyid Muhammad tetap memenuhi ruangan saya. Seakan-akan
beliau tengah melihat melalui bahu saya, dengan tongkat yang terpegang
di satu tangan, dan tasbih hitam di tangan yang lain, senyumannya, wajahnya yang bercahaya dibingkai oleh lilitan turban hijau.
Saya
tahu diri saya egois, namun saya hanya mampu mengekspresikan kehilangan
atas beliau dengan becermin tentang arti beliau bagi diri hina ini.
Semata ini karena Sayyid Muhammad selalu menyirami diri saya, yang bukan
siapa-siapa sama sekali ini, dengan berbagai hadiah kapan pun saya
berkunjung menemui beliau.Tentu saja, itu bukan karena favoritisme – jauh dari hal itu sama sekali – melainkan itulah Sunnah dari Nabi sall-Allahu ‘alayhi wasallam. Bagi seseorang yang baru masuk dalam Islam seperti saya, Sayyid Muhammad demikian dalam perhatiannya sebagaimana sang Nabi sall-Allahu ‘alayhi wasallam melakukan hal yang sama bagi mereka yang baru memeluk Din ini.Namun,
adalah karena sifat dari hadiah itu yang demikian bermakna, dan di
waktu yang sama, sangat tipikal dari seseorang seperti Sayyid Muhammad.Saya
memandangi hadiah-hadiah itu dengan penuh ketakjuban. Mereka
bersama-sama datang bagi diri ini untuk mensimbolisasikan sesuatu yang
demikian agung, karena melalui hadiah-hadiah beliau, beliau telah
memberikan pada saya suatu dunia. Beliau mestilah kini tengah tersenyum
di alam barzakh saat saya menggosokkan jari-jari ini pada kebenaran! (tentang hadiah-hadiah itu, red.
Saya teringat akan sepotong kain kiswah
(kain penutup ka’bah, red.) yang tersimpan dalam secarik amplop. Saat
saya pandang jahitan-jahitan hitam gelapnya, saya tersadar bahwa kain
hitam ini bermakna bagaikan arah, untuk Qiblah yang harus ada dalam hati saya. Saya membuka halaman-halaman Quran wangi hadiah beliau. Inilah al-Furqan, Kriteria yang mesti saya bawa selama hidup ini.Saya
pun teringat akan jubah dan fez Maroko yang tersimpan dalam lemari,
inilah pakaian-pakaian Perlindungan yang mesti saya kenakan.
Di atas meja saya, “kitab hijau” berisi doa-doa karya beliau yang demikian terkenal, Syawariq ul-Anwar (Lampu-lampu yang Bersinar)
adalah Sarana-sarana. Dalam laci saya, tersimpar pena emas yang beliau
berikan pada diri saya, suatu alat Senjata yang jauh lebih tajam
daripada sebilah pedang.Saya terkesima akan kebijaksanaannya. Sebuah e-mail tiba dari Saudi Arabia. Fakhruddin Owaisi al-Madani melukiskan janazah Sayyid Muhammad dengan detail yang mengharukan.
Demikian besar proses pemakaman beliau hingga prosesi janazah tersebut memanjang dari Masjidil Haram hingga pekuburan Jannat ul-Ma’la. [Dikatakan lebih dari 300.000 orang menghadiri salat jenazah beliau.]“Makkah
menangis baginya, Arabia tengah menangisi kepergiannya… seluruh dunia
Islam menangis bagi dirinya,” tulis Fakhruddin, “semoga Allah
mengkaruniakan padanya (Sayyid Muhammad) Jannah tertinggi di samping
kakenda tercinta beliau, Sayyidina Rasulullah sallaAllahu ‘alayhi wasallam.”Ketika saya telan kembali air mata yang tengah berguguran ini, yang bisa saya ucapkan hanyalah “Aamiiin!
”حدثنا
هارون بن اسحاق الهمداني، أخبرنا عبدة بن سليمان عن هشام بن عروة، عن
أبيه، عن عبد اللّه بن عمرو بن العاص قال: قال رسول اللّه صلى اللّه عليه
وسلم: إن اللّه لا يقبض العلم انتزاعا ينتزعه من الناس ولكن يقبض العلم
بقبض العلماء، حتى إذا لم يترك عالما اتخذ الناس رؤوسا جهالا فسئلوا فأفتوا
بغير علم فضلوا وأضلوا “. (رواه البخاري في كتاب العلْم و مسلْم
Diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin ‘Amr ibn al-‘As bahwa Nabi SallAllahu ‘alayhi wasallam bersabda:“Allah
tak akan mencabut ilmu dari hati para ulama, tapi Ia mencabut para
ulama tersebut (mereka wafat). Tak akan ada lagi ulama tersisa untuk
mengambil alih tempat mereka sehingga manusia akan mengambil orang-orang
yang amat jahil sebagai pemimpinnya. Pemimpin-pemimpin jahil itu akan
ditanyai masalah-masalah, dan mereka akan memberikan fatwa tanpa
pengetahuan (ilmu). Mereka tersesatkan dan menyesatkan yang lainnya.” [Hadits Riwayat Bukhari dalam Kitab ul-’ilmi dan Riwayat Muslim
TAMMAT
Wallahul Muwafiq Ila Aqwamith Thariq
Sumber:
http://www.almihrab.com/
http://muslimdelft.nl/titian_ilmu/biografi/assayyid_muhammad_ibn_alawi_almaliki_pembina_calon_ulama_indonesia_3.php
http://www.asyraaf.com/v2/manaqib.php?op=2&id=15
Mengenang Sayyid M.Alawi Al-Maliki Al-HAsani
Minggu, 10 Februari 08 (16:07) – oleh : junaidi
SEKILAS TENTANG BELIAU:
Syekh M.bin Alawi bin Abbas al-Maliki al-Makki al-Hasani lahir di Mekah
tahun 1362H (1943M). Silsilah nasab beliau bersambung sampai Rasulullah
SAW melalui Sayyiduna al-Hasan RA.
Beliau belajar di halaqah-halaqah Masjidil-Haram dan pernah sekolah
di madrasah al-Falah kemudian Madrasah Tahfiz al-Qur’an. Kemudian beliau
menuntut ilmu di luar negeri seperti India dan Pakistan.
Beliau meraih gelar MA dan Doctor dari Kuliyah Usuluddin Universitas
al-Azhar. Kemudian beliau ke Maroco untuk menuntut ilmu dari ulama-ulama
yang terkenal di situ.
Beliau pernah mengajar di Kuliyah Syari’ah Makkah al-Mukarramah tahun
1390H. (1970M) kemudian menjadi guru di Masjid al-Haram tahun 1391H
setelah meninggalnya ayah beliau dan ketika itu beliau menjadi guru di
Universitas al-Malik Abdul-Aziz.
Beliau sering mengisi ceramah dan pengajian di siaran radio dan
diskusi-diskusi umum baik dalam dan di luar Saudi. Dan beliau terpilih
menjadi ketua pertama Lajnah Tahkim Internasional untuk Musabaqoh Qur’an
Karim tahun 1399H, 1400H dan 1401H.
Beliau telah mengunjungi negara-negara Islam dan mendirikan lebih
dari 30 Ma’had dan 30 Madrasah di Asia bagian timur dan selatan.
Berdasarkan karya-karya beliau dan pengalaman beliau dalam berakwah
di berbagai negara Islam, maka Universitas al-Azhar memberikan gelar
Profesor kepada beliau pada tanggal 2 safar 1421H (6 Mei 2000)
Telah terbit sebuah buku yang mengumpulkan ilmu-ilmu, kehidupan,
pemikiran dan pengaruh beliau. Buku ini berjudul al-Maliki Alimul-Hijaz
karangan Zuhair Jamil Kutbi.
GURU-GURU BELIAU:
Beliau banyak meriwayatkan hadits dari Syekh Hasanain bin M.Makhluf
mufti Mesir, Syekh Hasan al-Ahdal al-Yamani, Syekh M.As’ad al-Abji Mufti
Mazhab Syafii di Halab, Syekh M.Syafi’ Mufti Pakistan dan lain-lain.
Namun guru-guru beliau yang sangat berpengaruh dan berarti dalam
kehidupan beliau dalam periwayatan Hadits adalah:
1) Ayah kandung beliau, yaitu Assayyid Alawi bin Abbas al-Maliki al-Hasani (wafat 1391H.)
2) Syekh M.Yahya bin Assyekh Aman (wafat 1387H.)
3) Syekh M.al-Arabi Attubbani (wafat 1390H)
4) Syekh Hasan bin Sa’id Yamani (wafat 1392H)
5) Syekh M.al-Hafidz Attijani, Ahli Hadits Mesir (wafat 1398H)
6) Syekh Hasan bin M.al-Massyath (wafat 1399)
7) Syekh M.Nur Saef bin Hilal al-Makki (wafat 1403H)
8) Syekh Abdullah bin Sa’id Allahji (wafat 1410H)
9) Syekh M.Yasin al-Fadani (wafat 1410H).
KARANGAN-KARNGAN BELIAU:
Sebagian besar kitab-kitab karangan beliau dicetak di Imarat dan Mesir,
karena tidak boleh dicetak di Saudi. Di antara karangan beliau adalah:
1) Attashawwuf
2) Mafahim Yajibu An Tushahhah (buku ini meluruskan faham wahabi yang sesat dan membela faham-faham sufi)
3) Al-Insan al-Kamil (berbicara tentang Khususiat Rasulullah SAW)
4) Tahqiq al-Amal fima yanfa’ul-mayyit Minal-A’mal (mengandung amalan-amalan yang dapat memberi manfaat buat mayit)
5) Tarikh al-Hawadits Annabawiyyah
6) Adzzakhair al-Muhammadiyyah.
7) Al-Madh Annabawi Bainal-Guluwwi wal-Inshaf.
8) Fadhlul-Muwattha’ wa Inayatul Ummah al-Islamiyyah Bihi (keutamaan kitab al-Muwattha’)
9) Zubdatul-Itqan fi Ulumil-Qur’an.
10) Labbaik Allahumma Labbaik (buku tentang ibadah Haji)
11) Dan lain-lain
MENGAPA BELIAU DIBENCI KAUM WAHABI:
Perlu diketahui bahwa beliau sama halnya seperti ulama-ulama yang
berjasa menyebarkan dakwah Islam di Saudi Arabia seperti Syekh Yasin
al-Fadani, Syekh M.Amin al-Kutbi, Syekh Hasan Masyyath dan lain-lain.
Namun karena mereka tergolong ulama Tashawwuf dan kebetulan yang
menguasai Saudi adalah orang-orang yang berfahamkan Wahabi, maka mereka
diusahakan agar tidak dikenal oleh dunia. Mereka hanya mengangkat
ulama-ulama mereka yang Tasyaddud dalam agama dan suka mengkafirkan
faham-faham yang bertentangan dengan faham mereka seperti Saleh.
Ulama-ulama Wahabi yang kami maksud adalah al-Utsaimin, Abdul.Aziz bin
Baz, al-Albani dan konco-konconya.
Dan Berikut ini beberapa alasan
mengapa Syekh M.Alawi al-Maliki dibenci oleh tokoh dan kaum Wahabi:
1) Beliau merayakan dan membolehkan perayaan hari kelahiran nabi SAW.
Sebagaimana yang beliau tegaskan dalam kitab (Majmu’ Fatawa Wa Rasa’il).
Al-Albani bercerita bahwa ia pernah diundang oleh ayah Syekh M.Alawi
al-Maliki. Kemudian al-Albani menemukan mereka sedang merayakan Mawlid.
Maka al-Albani mengingkari hal tersebut.
2) Beliau membela faham Sayyidi Ibnu Arabi RA.
3) Beliau berakidahkan Asy’ariyyah dan membela faham Asy’ariyyah. Yang
mana para wahabi menganggap faham Asy’ariyyah itu bertentangan dengan
Ahlussunnah wal-Jamaah.
4) Dalam kitab Syifa’ul Fu’ad beliau mengajak untuk ziarah maqam dan
ber-Istigatsah (memohhon bantuan) kepada Rasulullah dan para Wali Allah.
5) Mengarang kitab Dzakha’ir al-Muhammadiyyah yang berisikan ajaran Tashawwuf dan pujian terhadap Rasulullah SAW.
6) Berkeyakinan bahwa Rasulullah dan para pewarisnya bisa mengatur alam.
7) Berkeyakinan bahwa Rasulullah hidup dan matinya sama saja, bisa
menyaksikan dan mengetahui keadaan dan niat ummatnya. Sebagaimana
ditegaskan dalam kitab beliau “Syifa’ul Fu’ad”.
8) Menegaskan dalam kitab Adzzakhair al-Muhammadiyyah bahwa Rasulullah
SAW adalah Makhluq yang pertama diciptakan oleh Allah SWT.
9) Berkeyakinan bahwa roh Rasulullah SAW hadir dalam Halaqah Dzikir dan acara perayaan Mawlid.
10) Berkeyakinan bahwa Rasulullah SAW bisa dilihat bukan hanya lewat
mimpi saja, tapi dalam keadaan terjaga juga. Bahkan tidak mustahil
dilihat oleh ribuan ummat pada waktu yang sama.
11) Pernah menziarahi Syekh Tarekat al-Ashabah al-Hasyimiyyah wa
Assidnah al-Alawiyyah wa Assadah al-Hasaniyyah al-Husainiyyah. Kemudian
menziarahi maqam Syekh Abul-Hasan Assyazili.
12) Keyakinan beliau bahwa hari kelahiran Rasulullah Saw lebih mulia dan utama daripada Malam Lailatul-Qadar.
13) Beliau membolehkan untuk mengecup dan mengusap-usap maqam Nabi atau
Wali untuk menampakkan rasa cinta dan memperoleh keberkatan.
14) Dan lain-lain.
ORANG-ORANG YANG MEMBELA DAN MEMUJI BELIAU:
1) Syekh M.al-Khazraji ketika menjabat sebagai menteri perwakafan
Imarat, beliau mencetak dan memperbanyak beberapa buku karangan Syekh
M.Alawi al-Maliki seperti “Mafahim Yajibu An Tushahhah” dan “Syifa’ul
Fu’ad Fi Ziyarati Khairil-Ibad.”
2) Syekh Isa bin Mani’ al-Humairi dalam muqaddimah kitabnya
“Bulugul-Ma’mul fil-Ihtifa’I wal-Ihtifali bi-Mawlidirrasul” banyak
memuji Syekh M.Alawi al-Maliki.
3) Syekh Abdul-Aziz bin M.bin Shiddiq al-Gumari dari Maroco menulis
dalam muqaddimah kitab “I’lamunnabil bima fi syarhil-Jaza’iri
Minattalbisi Wattadhlil” membela Syekh M.Alawi Al-Maliki.
4) Syekh Yusuf bin Hasyim Arrifa’I dari Kuwait pernah menulis buku
“Arradu al-Muhkam al-Mani’ Ala Syubuhat Ibnu Mani’” untuk membela Syekh
M.Alawi al-Maliki.
5) DR. M.Abduh Yamani mengarang kitab yang berjudul “Allimu Awladakum Mahabbatarrasul SAW” yang banyak merujuk pada al-Maliki.
6) Syekh Habib Ali Zainul Abidin al-Jufri
7) Syekh Umar bin Hafiz dari Yaman
8) Prof DR Ahmad Umar Hasyim Dosen al-Azhar
9) Prof DR. Hasan al-Fatih Qaribullah Rektor Universitas Islam di Umdurman
10) Syekh Sayyid ‘Iwadh yang pernah menjabat sebagai Mufti Sudan
11) Sayid M.bin Abdurrahman sebagai Mufti Juzur al-Qamar
12) Syekh M.Thayyib Annajjar Rektor Universitas al-Azhar
13) Syekh Shalih al-Ja’fari Dosen di Uninersitas al-Azhar dan Syekh Tarekat Ja’fariyyah.
14) Syekh M.Assyazili Dekan Fakultas Syariah Tunisia
15) Syekh M.bin Yusuf al-Banuri wakil rektor Universitas Islam Pakistan
16) Sayyid M.bin Abdul-Qadir Azad ketua majlis ulama Pakistan
17) Syekh Ahmad bin M.Zabarah al-Hasani Mufti Yaman
18) Syekh Abdul Hadi Ujail ketua Inqaz al-Islami di Yaman
19) Habib Abdul-Qadir Assaqqaf Mufti Hadramaut
20) Syekh DR M.Sa’id Ramadhan al-Buthi ulama Syiria
WAFATNYA BELIAU
Syekh M.Alawi al-Maliki meninggal di pagi hari jumat tanggal 15 Ramadhan
1425H. yang mana dua jam sebelumnya beliau memberi pengajian kepada
lebih dari 600 pelajar.
Saudari-saudari beliau tidak dapat membantu memandikan jenazah beliau,
bahkan mereka tidak dapat memasuki rumah beliau dikarenakan jumlah
pengunjung yang begitu banyak. Mereka hanya bisa berdiam dan sarapan di
dalam mobil.
Setelah disolatkan di Masjidil-Haram oleh ribuan jemaah baik dari murid,
para pelajar dan para pengikut beliau, jalan raya yang menuju ke
pemakaman (al-Ma’lah) ditutup demi kelancaran pembawaan jenazah beliau.
Semoga Allah merahmati beliau, amin.
sumber: http://newhistorian.wordpress.com